Tutup
DaerahHukum & Kriminal

Luruskan Statement Pt GKP, Kuasa Hukum Masyarakat Wawonii Tegaskan Putusan MA Larang Tambang Di Pulau Kecil Wawonii Karena Tabrak Aturan

2
×

Luruskan Statement Pt GKP, Kuasa Hukum Masyarakat Wawonii Tegaskan Putusan MA Larang Tambang Di Pulau Kecil Wawonii Karena Tabrak Aturan

Sebarkan artikel ini
Luruskan Statement Pt GKP, Kuasa Hukum Masyarakat Wawonii Tegaskan Putusan MA Larang Tambang Di Pulau Kecil Wawonii Karena Tabrak Aturan

Jakarta || kabarnusa24.com

Perjuangan masyarakat Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep), Sulawesi Tenggara melawan kegiatan pertambangan di pulau kecil tempat tinggal mereka terus mendapatkan tantangan. Kali ini, muncul pemberitaan media yang menyesatkan terkait implikasi hukum Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor: 57/P/HUM/2022 dengan judul “Soal Putusan MA, Pemda Konkep Diminta Revisi RTRW, Bukan Menutup Tambang” pada tanggal 30 Januari 2023 yang memuat keterangan saudara Marlion sebagai narasumber. Merespon pemberitaan tersebut, kuasa hukum Para Pemohon Keberatan Uji Materiil perkara MA a quo, Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (Integrity) Law Firm, menyayangkan keterangan yang sangat menyesatkan itu.

Dalam pemberitaan itu, saudara Marlion, yang mengklaim dirinya sudah mendapatkan Sertifikasi Konsultan dan Pengacara Pertambangan mengatakan bahwa kehadiran tambang di Pulau Wawonii tidak menyalahi peraturan yang berlaku, dengan mendasarkan pada Keputusan Menteri ESDM Nomor 104.K/MB.01/MEM.B/2022 tentang Wilayah Pertambangan Provinsi Sulawesi Tenggara yang memasukkan wilayah Pulau Wawonii ke dalam wilayah yang dapat dilakukan kegiatan pertambangan.

Menanggapi hal tersebut, Harimuddin, pria asal Buton Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara yang juga salah satu kuasa hukum dari Intergrity Law Firm meluruskan pendapat Kuasa Hukum PT Gema Kreasi Perdana tersebut, khususnya terkait hierarki peraturan perundang-undangan.

“Menurut hierarki PUU yang diatur dalam Pasal 7 UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan asas Lex Superiori Derogat Legi Inferiori, Kepmen ESDM tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, antara lain UU 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K) dan Perda RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara yang melarang dan tidak mengalokasikan kegiatan pertambangan di Pulau Kecil Wawonii Kabupaten Konawe Kepulauan.

Apalagi Perda Konkep Nomor 2 Tahun 2021 yang mengakomodir kegiatan pertambangan pun telah dibatalkan oleh MA. Maka, tidak ada lagi alasan hukum untuk menerapkan Kepmen ESDM tersebut sebagai dasar kegiatan pertambangan di Pulau Wawonii,” ungkap mantan Staf Khusus Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Illegal (Satgas 115) Kementerian Kelautan dan Perikanan ini.

Lebih lanjut, Harimuddin juga menambahkan, sifat putusan erga omnes dalam Putusan MA 57/P/HUM/2022, sehingga Putusan (a quo) yang membatalkan pasal-pasal yang memuat kegiatan pertambangan mengikat dan berlaku terhadap siapapun, termasuk setiap perusahaan tambang di Pulau Kecil Wawonii.

Kekeliruan lain yang terdapat dalam pemberitaan tersebut adalah pernyataan bahwa selain Kepmen ESDM, terdapat Perda Sulawesi Tenggara yang menyebutkan setiap Kabupaten/Kota di Sulawesi Tenggara boleh dilakukan pertambangan dan ketentuan UU PWP3K yang mengizinkan kegiatan pertambangan selama tidak menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan dan pencemaran lingkungan atau merugikan masyarakat.

Menjawab hal tersebut, Senior Partner Integrity Law Firm, Prof. Denny Indrayana, mengatakan bahwa tidak bijak jika hanya mengacu pada penjelasan tanpa melihat ketentuan dalam batang tubuh sebuah peraturan perundang-undangan.

“Pernyataan saudara Marlion tersebut jelas-jelas menyesatkan. UU PWP3K jelas melarang kegiatan tambang di pulau kecil dan batang tubuh Perda RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara tidak mengatur peruntukan tambang di Konkep. Adapun yang disampaikan saudara Marlion adalah terkait penjelasan dalam Perda RTRW tersebut. Namun, penjelasan pasal tidak bisa dijadikan acuan selayaknya ketentuan yang memberikan norma baru,” tegas Wakil Menteri Hukum dan HAM periode 2011-2014 tersebut.

Denny menambahkan terkait penjelasan pasal tidak boleh berisi norma baru dapat melihat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 005/PUU-III/2005 yang dalam pertimbangan hukumnya menegaskan penjelasan tidak boleh melampaui substansi dalam batang tubuh. Hal tersebut juga dikuatkan dengan UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud. Selain itu, dalam UU (a quo) juga dijelaskan bahwa lampiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari batang tubuh. Jika melihat Pasal 39 Perda RTRW Provinsi Sulawesi Tenggara, tidak ada satupun kalimat yang menyatakan ketentuan lebih lanjut diatur dalam Lampiran.

MA secara komprehensif telah menegaskan dalam pertimbangan hukum Putusannya bahwa Perda RTRW Konkep bertentangan dengan Pasal 35 huruf k UU PWP3K yang mengatur larangan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil apabila secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.

Sejalan dengan pertimbangan MA tersebut, Para Pemohon menilai sebagai pulau kecil, seluruh sektor kegiatan ekonomi di Pulau Wawonii harus merujuk pada UU PWP3K tersebut. Sektor ekonomi di pulau kecil Wawonii tidak semata-mata mempertimbangkan sektor pertambangan saja, namun juga perlu dilakukan telaah secara filosofis, sosiologis, dan yuridis.

MA dalam putusannya memang tidak membatalkan izin tambang di Pulau Wawonii karena hal tersebut bukan merupakan bagian dari ranah hak uji materiil. Namun yang perlu dicatat adalah implikasi hukum dari Putusan MA tersebut, yakni seluruh perizinan tambang harus dicabut karena bertentangan dengan UU PWP3K yang melarang kegiatan tambang di pulau kecil sejak diterbitkan tanggal 17 Juli 2007.

Selain itu, MA juga memang memerintahkan untuk dilakukan revisi terhadap Perda RTRW Konkep, namun revisi tersebut yakni untuk menghapus pasal-pasal yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan.

“Pun jika mengikuti pendapat dari saudara Marlion untuk dilakukannya revisi terhadap Perda RTRW dan bukan untuk menutup tambang, lantas atas dasar apa dapat dilakukannya kegiatan tambang tersebut jika tidak diatur ruang peruntukannya dalam Perda RTRW Konkep?,” tanya Sahidin selaku salah satu Pemohon dan juga mantan Anggota DPRD Konkep periode 2014-2019.

Sebagai informasi, MA dalam amar putusan perkara 57/P/HUM/2022 secara tegas menyatakan Pasal 24 huruf d, Pasal 28, dan Pasal 36 huruf c Perda RTRW Konkep bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan tidak memiliki kekuatan hukum menetap. Pasal-pasal yang memang sejak awal bermasalah tersebut sebelumnya menjadi dasar kegiatan pertambangan bagi PT Gema Kreasi Perdana di pulau kecil Wawonii, Konkep.

Oleh karena itu, sudah selayaknya pihak-pihak yang berwenang melaksanakan Putusan MA tersebut dengan mencabut perizinan tambang yang ada di Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tenggara, termasuk perizinan PT Gema Kreasi Perdana. Hal tersebut merupakan amanat konstitusi yang menegaskan bahwa Indonesia sebagai hukum (rechtsstaat), bukan negara kekuasaan (machstaats).(***)

Narahubung
Kuasa Hukum Para Pemohon:
1. Denny Indrayana (0817 726 299)
2. Harimuddin (0812 9399 2383)

Pemohon Prinsipal:
Sahidin (0852 5550 6277)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *