SITUBONDO, – kabarnusa24.com.
Ketua umum LSM Perjuangan Rakyat Rachmad Hartadi bersama Misyadi, melaporkan Siti Nurfadilah, Hartini serta Masri ke Mapolda Jatim atas dugaan pemalsuan surat terkait penerbitan sertifikat program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Karenanya, Rachmad Hartadi mengecam adanya penerbitan sertifikat pada program PTSL di wilayah Desa Selomukti, Kecamatan Mlandingan yang dalam prosesnya diduga melanggar hukum lantaran ditengarai dilaksanakan tidak sesuai prosedural.
“Misyadi ini ahli waris Bok Soeparna. Sedangkan Bok Soeparna adalah anak Maryam/Nami. Dia sudah tiga kali melakukan penolakan pengukuran, baik tingkat desa maupun BPN, namun tetap saja dilakukan pengukuran tanpa persetujuan. Batas tetangga itu sudah tidak benar,” urai Hartadi kepada awak media. Sabtu, (20/05/2023) siang.
Tidak hanya sengketa lahan, pihaknya melalui surat kelembagaan nomor 113/LSM-PR/III/2023 juga melaporkan adanya dugaan upaya penyalahgunaan kekuasaan yang disinyalir dilakukan pemerintah desa Selomukti.
“Akhirnya kita lakukan pelaporan ke Polda Jatim. Sekarang, berkasnya sudah dilimpahkan oleh Polda ke Polres Situbondo, dan masih dalam tahap penyelidikan. Bukti kepemilikan Maryam/Nami adalah petok no 2662b, persil 103, klas D-II, dengan luas keseluruhan 1640M²,” bebernya.
Menurut Hartadi, terjadi dugaan manipulasi data yang seakan-akan dibuat seperti letter C tertulis nama Maryam di persil 103, klas D-II, petok 1674 dengan luas tidak jelas dan terbit sertifikat atas nama tiga terlapor. Sementara Bok Soeparna sekarang masih hidup, dan tidak pernah menghibahkan atau menjual kepada orang lain.
“Kalau ketua panitia PTSL bilang ada hibah, dari mana hibahnya. Padahal di sertifikat, saya lihat tidak ada. Banyak kebohongan dan rekayasa dalam terbitnya sertifikat PTSL. Pada intinya Maryam/Nami adalah orangtua Bok Soeparna, dan anak Bok Soeparna salah satunya Misyadi. Sedangkan ketiga terlapor bukan keturunan Bok Soeparna,” tandasnya.
Peristiwa tersebut terjadi, setelah sertifikat a/n Sucip Adimulyo terbit melalui penyertifikatan reguler pada 2019 lalu. Kemudian ketika program PTSL bergulir, selanjutnya muncul sertifikat lain a/n Siti Nurfadilah, Hartini dan Masri melalui proses PTSL.
“Tanpa ada peralihan akte hibah ataupun akte jual beli dari pemilik yang sah, malah muncul penerbitan sertifikat PTSL. Penerbitan sertifikat ini pun tidak didasari keterangan waris. Ini sudah menyimpang dan keluar dari petunjuk buku Desa Selomukti,” jelas ketua umum LSM Perjuangan Rakyat itu.
Dikatakan lebih lanjut, “Kami akan mengawal kasus ini sampai putusan pengadilan dan menghadirkan saksi-saksi dalam persidangan. Maryam Nami alias Maryam adalah satu orang yang sama,” terang pria berkumis lebat tersebut.
Para saksi itu, lanjut Hartadi, juga telah mengetahui dugaan pelanggaran penerbitan letter C. Awalnya cuma disuruh numpang tempat saja. Setelah lama menempati, lalu tanpa ijin mendirikan bangunan dan memunculkan sertifikat. Sudah kita lakukan mediasi di desa dan BPN tapi tidak membuahkan hasil.
“Selanjutnya kita akan mengawal penyelidikan ini sampai ada SP2HP dan gelar perkara. APH harus menindak tegas perlakuan ini. Karena informasi yang saya peroleh, sudah banyak membludak korban-korban lain dari masalah persengketaan tanah di desa Selomukti. Maka nanti akan saya laporkan satu-persatu masalah sengketa itu,” tegas Hartadi.
Di lain pihak, Kepala Desa Selomukti Dodit Hariyanto, SE, menjelaskan bahwa nama Maryam/Nami adalah dua orang yang berbeda. Menurut nya, Maryam merupakan Bu Gedeng Sumini (istilah Madura perempuan tidak menikah dan tanpa anak). Sementara Nami punya anak bernama Soeparna.
“Saya tanyakan kepada terlapor, nama Maryam itu ya Maryam sendiri (Bu Gedeng Sumini). Nami itu anaknya pak Rifai (Kakek Soeparna). Kalau Maryam sendiri nggak punya anak, lalu ngambil anak bernama Bok Supai. Supai punya anak namanya Buter,” kisahnya.
Selanjutnya, kata Kades Selomukti, suami Supai ini menikah lagi dengan Nami dan punya anak bernama Soeparna (orangtua Misyadi), disinilah lalu muncul letter C atas nama Soeparna dengan ukuran 520M². Kemudian Supai menikah lagi dengan perempuan bernama Salma, punya anak namanya Mat dan Abdur. Jadi tanah itu telah dibagi menjadi tiga untuk istri 1, 2 dan 3.
“Darimana saya dinyatakan tidak prosedural. Saya itu cuma merekomendasi sesuai dengan pernyataan bersangkutan yang mengajukan. Selain itu PTSL dasarnya dari letter C desa, pajak yang muncul dan penguasaan rumah yang ditempati sudah turun-temurun,” sergah nya.
(Agung Ch/AR).