Pesan Kehidupan Dari Malaikat Jibril

Pesan Kehidupan Dari Malaikat Jibril

Pesan Kehidupan Dari Malaikat Jibril

KABARNUSA24.COM, Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Thabrani dan al-Hakim. Dari Sahl bin Sa’d berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;

أَتَانِي جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَأَحْبِبْ مَنْ شِئْتَ فَإِنَّكَ مَفَارِقُهُ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ، ثُمَّ قَالَ: يَا مُحَمَّدُ شَرَفُ الْمُؤْمِنِ قِيَامُهُ بِاللَّيْلِ، وَعِزُّهُ اسْتِغْنَاؤُهُ عَنِ النَّاسِ

artinya, “ Jibril mendatangiku lalu berkata: “Wahai Muhammad! Hiduplah sesukamu, karena sesungguhnya kamu akan mati, cintailah siapa yang kamu suka, karena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya dan berbuatlah sesukamu, karena sesungguhnya engkau akan diberi balasan karenanya.” Kemudian dia berkata:” Wahai Muhammad! Kemulian seorang mukmin adalah berdirinya dia pada malam hari (untuk shalat malam), dan keperkasaannya adalah ketidakbutuhannya terhadap manusia.”

(HR. ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Ausath no 4278, Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyaa, al-Hakim dalam al-Mustadrak 7921 Hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 2/483)

Hadits ini berisi wasiat penting yang disampaikan oleh makhluk paling mulia di langit yang ditujukan untuk manusia terbaik di muka bumi, Nabi Muhammad shallahu ‘alaih wa sallam. Berisi prinsip-prinsip hidup yang bermanfaat untuk menjadi bahan renungan dan muhasabah.

Pesan Pertama: Hiduplah sesukamu, tapi ingat, engkau pasti akan mati

Secara sederhana, konsep dasar manusia dirumuskan dalam satu kalimat, inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Kita berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah.

Konsep ini memang kelihatan sederhana, tapi menjawab persoalan penting yang dimiliki seorang anak manusia; tentang darimana dia berasal dan akan ke mana terakhir berlabuh.

Manusia tidak seperti robot yang tidak memiliki kebebasan selain mematuhi setiap perintah pembuatnya tanpa membantah. Tapi manusia berbeda, meski tujuan awal diciptakan untuk ibadah tapi manusia dibekali akal dan naluri. Akal inilah yang seringkali memiliki agenda sendiri ketika melakukan suatu perbuatan, bahkan tidak jarang yang bertentangan dengan misi penciptaan dirinya.

Untuk merealisasikan tujuan penciptaannya itu akal dibantu oleh kitab suci yang dibawa oleh para utusan Allah yakni Nabi dan Rasul.

Maka, kata …’isy maa syi’ta fa innaka mayyitun, menunjukkan peran dan kemampuan akal kita untuk bisa berbuat apapun, bahkan untuk melakukan sesuatu yang sejatinya itu menyimpang dari tujuan diciptakannya manusia.

Tapi di sisi lain seorang manusia dihadapkan pada satu kenyataan yang tidak bisa dibantah, dia pasti akan mati, atau dalam kata lain pesan ini menggiring kita untuk berfikir sesuai alur logika sunnatullah.

فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ

artinya, “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya” (al-A’raf: 34)

Manusia memang diberi kemampuan akal yang hebat, dengan itu dia bisa bebas untuk melakukan apapun, tapi jangan lupa kematian pasti hadir menjemput, dan nasib setelah kematian manusia itu berbanding lurus dengan perbuatannya di dunia.

Semangat atau tidaknya dia beramal shalih juga sebanding dengan keyakinanya pada sesuatu yang ghaib tak kasat mata, seperti adanya alam barzakh, yaumul ba’ts, hari kiamat, adanya surga dan neraka. Semakin tebal keyakinannya semakin dia beramal shalih. Begitupun sebaliknya, semakin tipis keyakinan atau keimannya semakin sedikit semangatnya.

Pesan Kedua; Cintailah siapapun yang kau kehendaki, tapi kau pasti akan berpisah dengannya.

Cinta adalah sebuah kata yang sulit dicarikan definisinya. Tapi bisa dirasakan kehadirannya. Di satu sisi bisa menjadi penguat dalam ketaatan, di sisi lain bisa menjerumuskan dalam jurang kedurhakaan.

Setiap orang adalah budak bagi yang dicintainya. Atas nama cinta dia akan melakukan apapun agar yang dicintainya ridha kepadanya.

Semakin besar cinta seseorang kepada sesuatu, maka seperti itulah dia akan merasakan sakitnya ketika dia berpisah atau ditinggal oleh sang kekasih.

Maka, menarik untaian nasihat dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu sebagai berikut untuk kita renungi:

اَحْبِبْ حَبِيْبَكَ هَوْنًا مَا، عَسَى أَنْ يَكُوْنَ بَغِيْضَكَ يَوْمًا مَا

وَبْغِضْ بَغِيْضَكَ هَوْنًا مَا، عَسَى أَنْ يَكُوْنَ حَبِيْبَكَ يَوْمًا مَا

artinya, “ Cintailah orang yang kamu cintai sekedarnya saja, bisa jadi suatu hari nanti, dia menjadi orang yang paling kamu benci. Dan bencilah seseorang sekedarnya saja, karena bisa jadi suatu hari nanti dia menjadi orang yang paling kamu cinta”.

Seorang muslim harus menjadikan puncak cinta dan seluruh ambisinya hanya ditujukan untuk Allah semata. Kalau dia sudah sampai pada derajat itu, maka dia tidak akan pernah kecewa terhadap urusan dunia.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah mengatakan;

إنَّ فِي الدّنْيَا جَنَّةٌ وَمَنْ لَمْ يَدْخُلْهَا لَمْ يَدْخُلِ الْجَنَّةَ الأَخِيْرِة

artinya, “Sungguh di dunia itu ada syurga, barangsiapa yang belum memasukinya dia tidak akan masuk ke syurga yang ada di akhirat”

Dijelaskan selanjutnya bahwa yang dimaksud dengan syurga dunia itu salah satunya adalah mahabbatullah. Mencintai Allah diatas segalanya.

Pesan Ketiga: Berbuatlah sesukamu, tapi semua perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban

Semenjak seorang anak masuk pada usia baligh, maka otomatis dia menjadi mukallaf. Mukallaf artinya terkena beban kewajiban, berarti setiap apapun yang dilakukan memiliki akan ada pertanggung jawabannya disisi Allah. Firman Allah SWT;

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ، وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

artiya, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (az-Zalzalah: 7-8)

Semua yang ada di jagad raya ini tidak akan pernah lepas atau luput dari pengamatan Allah. Apapun yang kita lakukan baik diketahui manusia ataupun secara sembunyi di dalam ruangan dengan tujuh lapis tembok atau di perut sekalipun Allah pasti akan tahu.

Pesan Keempat: Kemuliaan seorang mukmin itu ada pada bangunnya di malam hari dan keperkasaannya dilihat dari ketidakbutuhannnya terhadap manusia.

Semua bentuk ibadah mahdhah dalam jenis apapun, semisal shalat, sujud, sedekah, infaq, zakat, haji banyak orang bisa melakukannya, bahkan orang fasik sekalipun. Tapi ada satu ibadah yang hanya bisa dilakukan oleh orang shalih dan tidak akan pernah bisa dilakukan oleh orang fasik, zalim atau munafik.

Ibadah itu bernama qiyamullail. Sanggup berlama-lama beribadah di malam hari, bermunajat, memohon ampun dengan mencucurkan airmata pada saat manusia terlelap di alam mimpi, tidak atas paksaan siapapun, murni ketertarikannya hanya kepada Allah.

Selanjutnya keperkasaan seseorang adalah ketika tidak berharap apapun pada manusia, istighna’uhu ‘aninnaas … segala hal yang kita sandarkan kepada selain Allah ketika tidak terwujud seringkali berujung pada kekecewaan.

Tetapi ketika kita menyerahkan semua urusan kepada Allah SWT maka apapun yang terjadi kita tidak akan kecewa, karena kita yakin apa yang Allah berikan kepada kita adalah yang terbaik.

 

wa-g

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *