Meneladani 4 Karakter Nabi Ibrahim a’laihissalam
Kabarnusa24.Com, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam adalah Seorang Rasul Allah yang namanya disebut hingga 69 kali dalam al-Quran, bahkan menjadi salah satu nama surat dalam al-Quran.
Sosok reformis dan pelopor perubahan yang menapaki jalan terjal menuju ketinggian dan memasuki wilayah pengokohan iman, berhijrah dari kejahiliyahan menuju keridhaan Allah, sehingga Allah Ta’ala menjulukinya khalilullah (kekasih Allah).
Beliau juga mendapat julukan uswatun hasanah, sebagaimana disaksikan langsung oleh Allah subhanahu wata’ala melalui firman-Nya dalam al-Quran surat Mumtahanah ayat 4 dan 6:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
Artinya, “Sungguh telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya…..”
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ
Artinya, “Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian….”
Setidaknya ada empat karakter yang menonjol pada pribadi hamba Allah yang mulia, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam sebagaimana disebutkan dalam surat An-Nahl ayat 120-122:
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
شَاكِرًا لأنْعُمِهِ اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
وَآتَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَإِنَّهُ فِي الآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ
Artinya, “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam (yang dapat dijadikan teladan), patuh kepada Allah dan hanif. Dan dia bukanlah termasuk orang musyrik (yang menyekutukan Allah), Dia mensyukuri nikmat-nikmat-Nya dan Allah telah memilihnya serta menunjukinya ke jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia, dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang yang saleh.”
Karakter Nabi Ibrahim Pertama: Al-Ummah.
Karakter beliau yang pertama adalah al-Ummah (pemimpin yang bisa dijadikan teladan). Yang menarik al-Ummah ini merujuk pada satu orang, yaitu Ibrahim ‘alaihissalam.
Sosok pribadi yang menghimpun banyak karakter kebaikan pada dirinya. Beliau menjadi inspirator kebaikan, hingga kebaikannya banyak diikuti oleh manusia sepanjang zaman hingga saat ini.
Nabi Ibrahim adalah sosok pemimpin dan kepala keluarga yang menjadikan istrinya, anaknya dan semua yang dimilikinya sebagai sarana mengajarkan kebaikan dan menggapai keridhaan Allah.
Dengan izin Allah beliau mengubah sebuah negeri gurun yang dulunya tandus dan gersang menjadi tempat yang paling banyak dikunjungi manusia.
Di antara peninggalannya adalah sumur zam-zam yang diberkahi dengan kualitas air terbaik dan terus memancar serta tak pernah kering mata airnya, hingga kemanfaatannya bisa dirasakan umat manusia sepanjang sejarah.
Ibrahim juga membangun Ka’bah bersama putranya dan kini menjadi tempat paling dirindukan seluruh umat Islam di dunia. Jutaan manusia setiap hari berbondong-bondong menuju Baitullah, terlebih pada musim haji.
Dan yang paling istimewa adalah perilaku keluarga Nabi dan Rasul ini diabadikan dalam bentuk ritual ibadah Umrah dan haji umat Islam yang disyariatkan Allah SWT. Lari-lari kecil ibunda Hajar antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak 7 putaran yang kemudian dikenal dengan sa’i.
Begitu pun saat pertemuan bapak dan anak hingga turun perintah kepada Nabi Ibrahim menyembelih putranya, Ismail ‘alaihissalam. Maka dalam ritual ibadah haji setiap jamaah haji harus bermalam di Mina, wukuf di padang Arafah dan melempar jumrah.
Kemudian dilanjutkan dengan ibadah udhiyah (penyembelihan hewan Qurban). Ritual ibadah udhiyah ini bisa menyatukan seluruh elemen masyarakat di segala penjuru dunia.
Tatkala mereka tidak bisa menghadiri pertemuan akbar manusia seluruh dunia pada musim haji, maka dalam momen penyembelihan hewan Qurban ini berkumpullah mereka yang kaya dan miskin, pejabat dan rakyat, atasan dan bawahan, karyawan dan pedagang asongan, orang kantoran dan pekerja jalanan, guru dan murid, dst.
Karakter Nabi Ibrahim Kedua: Qanitan Lillah.
Karakter Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kedua adalah Qanitan lillah, yang artinya selalu melaksanakan perintah Allah, baik perintah itu rasional ataupun tidak, mungkin dilakukan ataupun tidak.
Tidak pernah ada keraguan sedikit pun untuk menjalankan perintah Allah. Potret ketaatan keluarga ini sangat layak dijadikan panutan. Segala aktivitasnya selalu berlandaskan pada ketaatan kepada Allah.
Beliau tidak pernah memprotes perintah Allah untuk meninggalkan negeri Babylonia, Irak menuju Syam. Lalu hijrah ke Mekah bersama Hajar dan putranya yang baru saja dilahirkan.
Setiba di lembah yang tandus dan tak berpenghuni Ibrahim meninggalkan istri dengan bayinya hanya berbekal satu kantong berisi air dan kurma. Hajar pun mengikutinya dan memanggil,
“Wahai Ibrahim, ke mana kamu mau pergi meninggalkan kami di lembah yang tak ada satu manusia pun dan tanpa sesuatu?”
Ia pun mengulangi perkataannya, lalu bertanya, “Allahulladzii amaraka bihadza?” (Apakah Allah yang memerintahkanmu untuk melakukan ini).
Ibrahim menjawab, “Ya.”
Kemudian Hajar melanjutkan, “Idzan, Laa Yudhayyi’una.” (Kalau begitu, pasti Dia tidak akan menelantarkan kami).
Subhanallah. Tidak ada protes, kalimat bantahan, atau mencari-cari alasan untuk tidak menerima perintah yang tidak masuk akal itu. Maka Ibrahim pun memberinya hadiah dengan untaian doa agung yang melintasi batas kesadaran dan logika manusia.
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Artinya, “Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37)
Dari lembah yang tandus, Mekah hari ini menjadi tempat di dunia yang paling banyak dikunjungi jutaan umat manusia untuk melakukan ibadah haji dan umrah serta berkah rezeki yang melimpah.
Alhasil, setelah belasan tahun terpisah, ayah dan anak ini pun dipertemukan kembali.
Belum usai kerinduan mendalam keduanya, Allah memerintahkan sang ayah untuk menyembelihnya melalui sebuah mimpi. Sungguh mengagumkan! Tiada keraguan apalagi ketakutan, Nabi Ismail ‘alaihissalam langsung mengiyakan perintah tersebut.
Semua itu mereka laksanakan dikarenakan keimanan dan ketaatannya kepada Allah subhanahu wata’ala. Maka pantaslah jika Allah menganugerahkan pada keluarga ini keturunan-keturunan yang saleh.
Di kemudian hari Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dikenal sebagai bapak para Nabi dan Rasul, mengingat banyaknya Nabi yang berasal dari garis keturunan beliau.
Karakter Nabi Ibrahim Ketiga: Al-Hanif.
Karakter nabi Ibrahim yang ketiga adalah al-Hanif. Telah terbukti beliau adalah pribadi yang lurus dan bukan tergolong orang musyrik.
Kita tahu bagaimana perjuangan Nabi Ibrahim dalam memerangi kemusyrikan dan membebaskan masyarakatnya dari belenggu kemusyrikan. Beliau menghancurkan 72 berhala Raja Namrud, hingga rela harus dibakar hidup-hidup.
Karakter Nabi Ibrahim Keempat: Syakiran li An’umihi.
Karakter Ibrahim yang keempat adalah “syaakiran li An’umihi,” yakni seseorang yang senantiasa bisa mensyukuri nikmat-nikmat Allah kepadanya.
Dalam al-Quran disebutkan bagaimana Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memuliakan tamunya dengan menyuguhkan makanan terbaik yang beliau miliki, yakni, daging anak sapi gemuk yang dipanggang.
Qurban sendiri berasal dari kata qaraba atau qaruba yang secara harfiah bermakna mendekatkan diri yang diwujudkan dengan rasa syukur. Mari kita tengok, bagaimana dengan keadaan kita? Sudahkah kita jadi hamba Allah yang bersyukur?
Dengan keempat karakter itulah, Ibrahim dipilih sebagai wali Allah bergelar kholilullah dan menjadi Bapak para Nabi dan Rasul.
اجْتَبَاهُ وَهَدَاهُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ، وَآتَيْنَاهُ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَإِنَّهُ فِي الْآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ
Artinya, “Allah telah memilihnya dan menunjukinya ke jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia, dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang yang saleh.” (QS. An-Nahl: 121-122).
Berangkat dari keteladanan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tersebut, kita patut melakukan muhasabah diri. Salah seorang sahabat Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam pernah suatu ketika berpesan,
عَلِّمُوْا اَوْلاَدَكُمْ فَإِنّهُمْ سَيَعِيْشُ فِى زَمَانِهِمْ غَيْرَ زَمَانِكُمْ
Artinya, “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu.”
Anak-anak lahir untuk zaman yang berbeda. Kita harus bangkit membangun visi hidup mereka. Kita harus menyiapkan pendidikan mereka dengan pendidikan terbaik yang menghidupkan jiwa, menguatkan tekad, membangkitkan hasrat untuk berbuat baik dan memompa sikap mental yang unggul memperjuangkan agama Allah subhanahu wata’ala dan wajah masa depan dunia, bukan hanya masa depan mereka.
Kita persiapkan mereka untuk menjadi pemimpin dunia, bukan pemimpin yang sibuk berpanjang angan-angan. Agar kelak mereka bisa memberi warna bagi zamannya dan bukan diwarnai. Mereka harus memiliki kekuatan penggerak dalam diri mereka sendiri untuk berbuat dan melakukan yang terbaik sebagai imam bagi orang-orang yang bertakwa.
Waktu dan tenaga sudah banyak kita habiskan, maka kita harus mengarahkan pendidikan bagi anak-anak kita agar bisa kita petik hasilnya nanti di akhirat.
Demikian Ulasan singkat Empat Karakter Nabi Ibrahim AS, semoga Allah subhanahu wata’ala senantiasa memudahkan kita dalam mendidik diri kita masing-masing, mendidik anak-anak kita, dan mendidik umat ini sehingga tercipta umat yang berkualitas dan sanggup memikul tugas perjuangan menegakkan syariat Allah subhanahu wata’ala di muka bumi.
Sumber : Rilis Ulasan Dakwah oleh Ust.Naufal Masunika.