Tanamkan Empat Pondasi Kehidupan di Masyarakat yang diridhoi Alloh
Kabarnusa24.Com, Dikisahkan dari Abdullah bin Salam, seorang rahib Yahudi terpandang dan taat dalam menjalankan ajaran kitabnya.
Abdullah bin Salam adalah seorang rahib yang tidak teperdaya dengan kemewahan yang ia miliki dan kedudukannya di hadapan manusia. Beliau sangat yakin bahwa kelak akan datang seorang Nabi dan sekaligus sebagai Rasul terakhir sesuai yang telah dikabarkan dalam kitabnya.
Lantas Abdullah bin Salam selalu berdoa kepada Allah agar Dia berkenan memanjangkan umurnya sehingga dapat bertemu utusan terakhir itu. Ia juga senantiasa menanti sang Utusan di Madinah, lantaran dalam kitabnya disebutkan bahwa kelak utusan tersebut akan berhijrah ke Madinah.
Keadaan Abdullah bin Salam ini persis sebagaimana dalam firman Allah yang menerangkan bahwa orang-orang yang telah diberi al-Kitab, baik Yahudi maupun Nasrani, sejatinya mengetahui Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana mengetahui anak cucu mereka sendiri.
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ
“Orang-orang yang telah Kami beri Kitab (Taurat dan Injil) mengenalnya (Muhammad) seperti mereka mengenal anak-anak mereka sendiri.” (QS. Al-Baqarah: 146).
Setelah penantian lama Abdullah bin Salam, terdengar bahwa Rasulullah akan berhijrah menuju Madinah. Sehingga Abdullah bin Salam pun sangat gembira dan selalu menanti sang Utusan tersebut.
Kemudian tatkala Rasulullah sampai di Madinah, Abdulullah bin Salam melihat sosok yang selama ini dinantinya, sosok Nabi dan Rasul terakhir; sosok yang jujur, bersahaja, dan penuh ketenangan.
Sehingga beliau pun masuk Islam dengan mengucapkan syahadat, “Asyhadu an lailaha illa Allah wa asyhadu anna Muhammadan Abduhu wa Rasuluhu”, setelah memastikan ulang kebenarannya dengan beberapa pertanyaan yang hanya bisa dijawab oleh seorang nabi.
Abdullah bin Salam pun berkata bahwa sabda Rasulullah yang pertama kali ia dengar di Madinah adalah,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا الْأَرْحَامَ، وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَ
“Wahai manusia, tebarkanlah salam, berilah makan, sambunglah tali persaudaraan, shalatlah di malam hari ketika manusia terlelap tidur, niscaya kalian masuk surga dengan selamat.” (HR. Ahmad no. 23272).
Dalam hadits tersebut terlihat bahwa Allah subhanahu wata’ala meringkas amalan penunjang menuju surga dengan 4 perkara saja, yaitu :
(1) menyebarkan salam
(2) memberi makan
(3) menyambung tali persaudaraan
(4) melaksanakan shalat malam
Tentu hal ini merupakan kabar gembira bagi umat Islam, karena Allah telah memudahkan jalan menuju surga dengan hanya melakukan empat amalan tersebut.
Selain itu, ternyata empat amalan ini juga merupakan fondasi dasar untuk membentuk masyarakat yang solid dan diridhai oleh Allah Ta’ala.
Keempat hal tersebut adalah fondasi dasar dan penting dalam membentuk masyarakat yang diridhai Allah sebagaimana pada masa Rasulullah. Di mana para Muhajirin yaitu orang-orang yang berhijrah ke Madinah dan Anshar yaitu penduduk asli Madinah hidup dengan rukun, solid, saling tolong-menolong, serta hidup dalam keberkahan dan keridhaan Allah Ta’ala.
Adapun penjelasan tentang fondasi-fondasi tersebut adalah sebagai berikut :
(1) Mengucapkan Salam.
Sebagaimana kita ketahui bahwa fondasi masyarakat yang solid dan kuat terbentuk atas dasar kecintaan. Bahkan dengan cinta, seseorang berani mengorbankan harta serta jiwanya untuk yang ia cintai.
Demikian juga dengan fondasi masyarakat, ia akan sangat kuat jika dilandasi dengan adanya kecintaan. Di mana salah satu wasilah yang besar agar masyarakat saling mencintai adalah dengan saling menyapa dan mengucapkan salam antar mereka.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَا تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى أَمْرٍ إِذَا أَنْتُمْ فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ، أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian tidak akan masuk surga hingga beriman, dan tidak akan beriman hingga saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian tentang sesuatu yang bila kalian lakukan, kalian akan saling mencintai?, tebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. At-Tirmidzi no. 2688).
(2) Saling Memberi Makan.
Jika masyarakat dalam masalah makan saja saling memberi dan perhatian, maka dalam urusan lainnya pun tentu lebih perhatian, siap, dan lebih solid. Sehingga kerja bakti, amal sosial, dan gotong-royong akan sangat mudah dilakukan dan terealisasi dengan baik.
Bahkan, ketenteraman dan kesejahteraan masyarakat akan merebak di setiap lapisan sosial mereka.
Dalam hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memotivasi dengan sabdanya,
أَيُّمَا مُؤْمِنٍ أَطْعَمَ مُؤْمِنًا عَلَى جُوعٍ، أَطْعَمَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ ثِمَارِ الْجَنَّةِ. وَأَيُّمَا مُؤْمِنٍ سَقَى مُؤْمِنًا عَلَى ظَمَإٍ، سَقَاهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ الرَّحِيقِ الْمَخْتُومِ. وَأَيُّمَا مُؤْمِنٍ كَسَا مُؤْمِنًا عَلَى عُرْيٍ، كَسَاهُ اللَّهُ مِنْ خُضْرِ الْجَنَّةِ
“Siapa pun orang mukmin yang memberi makan mukmin lain saat lapar, Allah akan memberinya makan dari buah surga. Siapa pun mukmin yang memberi minum mukmin lain saat dahaga, Allah akan memberinya minum pada hari kiamat dengan minuman surga (rahiqil makhtum). Siapa pun mukmin yang memberi pakaian mukmin lain saat telanjang, Allah akan memberi pakaian dari sutera surga.” (HR. At-Tirmidzi no. 2449).
(3) Menyambung Tali Persaudaraan.
Menyambung tali persaudaraan sangatlah penting. Seseorang ketika berkunjung kepada saudaranya untuk menyambung tali persaudaraan, baik dengan memberi hadiah maupun hanya sekadar berkunjung dengan senyuman hangat, tentu akan menumbuhkan keberkahan, solidaritas, dan ikatan sosial yang sangat erat. Sehingga suasana di masyarakat semakin tenteram dan menyejukkan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun memotivasi umat Islam untuk saling menyambung silaturahmi. Beliau bersabda,
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ.
“Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaknya ia menyambung kekerabatan.” (HR. Abu Dawud no. 1693).
(4) Melaksanakan Shalat Malam.
Shalat malam merupakan ibadah shalat yang paling utama setelah shalat wajib lima waktu (HR. Muslim). Pada waktu malam pula, Allah subhanahu wata’ala turun ke langit pertama dan mengabulkan doa hamba-hamba-Nya yang memohon pada waktu tersebut.
Selain itu, waktu malam juga merupakan waktu yang tepat dan indah untuk bermunajat, mencurahkan segala keluh-kesah, dan memohon berbagai solusi dalam kehidupan.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَمِنَ ٱلَّيۡلِ فَتَهَجَّدۡ بِهِۦ نَافِلَةً لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبۡعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحۡمُودًا
“Dan pada sebagian malam, lakukanlah sholat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra’ Ayat :79)
Oleh karenanya, shalat malam hendaknya ditegakkan di masyarakat sebagai fondasi kejiwaan dan ruh kesalehan terhadap Rabb yang telah menciptakan, memberi, dan melapangkan segala urusan manusia.
Menyebarkan salam, memberi makan, menyambung tali persaudaraan, dan melaksanakan shalat malam merupakan empat fondasi penting yang hendaknya ditegakkan oleh masyarakat. Sehingga masyarakat tersebut menjadi masyarakat yang solid, saleh, dan mendapatkan rahmat serta keridhaan dari Allah Ta’ala.
Kesejahteraan masyarakat tidak hanya terealisasi dengan munculnya berbagai bangunan dan kemudahan infrastruktur semata. Melainkan, harus diimbangi dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya, seperti saling menyapa, memberi makan, dan silaturahmi. juga hubungan manusia dengan Allah Ta’ala seperti shalat malam Semuanya tidak boleh dipisahkan.