Milad Ke-48 MUI, Komisi Infokom Fokus Sebarkan Islam Wasathiyah di Dunia Digital

Milad Ke-48 MUI, Komisi Infokom Fokus Sebarkan Islam Wasathiyah di Dunia Digital

 

Milad Ke-48 MUI, Komisi Infokom Fokus Sebarkan Islam Wasathiyah di Dunia Digital

Jakarta | Kabarnusa24.Com

Dalam rangka Milad ke-48 Majelis Ulama Indonesia (MUI). MUIDigital menyajikan kiprah Komisi Informasi dan Komunikasi (Infokom) MUI.

Dalam kesempatan ini, reporter MUIDigital bernama Sadam Al-Ghifari secara ekslusif berhasil mewancarai Ketua Komisi Infokom MUI, KH Mabroer MS, Senin (24/7/2023).

Pada kesempatan ini, Kiai Mabroer menerangkan mengenai kiprah yang dilakukan oleh Komisi Infokom MUI. Salah satu yang menjadi fokus kerja dari Komisi Infokom adalah penyebaran Islam Wasathiyah di dunia digital.

Kiai Mabroer menjelaskan, fokus penyebaran Islam Wasathiyah di dunia digital karena adanya perkembangan teknologi yang menghasilkan digitalisasi seperti media sosial. Dalam ruang tersebut, kerap kali digunakan untuk melakukan kejahatan seperti hoaks dan narasi ekstrimisme yang sangat masif di media sosial.

“Oleh karena itu, perlu adanya penanganan dengan meramaikan dunia digital tersebut dengan konten-konten positif, khususnya Islam Wasathiyah,” ujar Kiai Mabroer.

Kiai Mabroer menerangkan, Islam Wasathiyah merupakan Islam jalan tengah yang memiliki peranan yang sangat krusial untuk merespons berbagai gerakan yang ekstrem seperti sekuler dan liberal serta radikalisme.

“Sejak 2021, kami di Infokom MUI berfokus pada dunia digital. Hal ini ditempuh karena adanya perubahan paradigma dan orientasi dakwah di medosos,” terangnya.

Kiai Mabroer mengatakan, pada hakikatnya, perkembangan teknologi merupakan produk kebudayaan dan budidaya akal pikir manusia. Idealnya, produk tersebut dapat mendorong perubahan menuju masyarakat yang semakin berbudaya dan beradab.

Tetapi, ungkapnya, hal itu justru berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada. Karena banyak sekali perubahan sosial yang terjadi yang menjurus pada kejahatan seperti teror berbasis data, pencurian berbasis data, hingga penyebaran hoaks.

Oleh karena itu, kata dia, perubahan yang akan terjadi ini di ruang digital harus dikawal dengan ideologi Islam Wasathitah sebagai roh dan spirit bagi perwujudan kemaslahatan di dalam dunia digital.

Salah satu langkah kongkret Komisi Infokom melakukan hal tersebut salah satunya dengan membentuk para Mujahid Digital yang anggotanya berada di seluruh Indonesia.

Sebelumnya, Komisi Infokom MUI menggelar workshop konten kreatif bagi para Mujahid Digital bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi di lima provinsi di Indonesia.

“Kegiatan tersebut untuk para Mujahid Digital digelar pada bulan November dan Desember 2021 antara lain Medan, Surabaya, Makassar, Pontianak, dan Papua,” ungkapnya.

Selain itu, para Mujahid Digital juga mempunyai amanah untuk menjadi jembatan dan mendekatkan alim ulama dengan masyarakat.

“Ajaran Islam yang diajarkan para ulama mana kala disampaikan kepada masyarakat luas, harus dikemas dengan narasi sederhana dan mudah dipahami oleh orang awam,” paparnya.

“Para Mujahid Digital juga harus memiliki akhlak yang baik dalam bermedsos yang menyentuh pada perilalu pribadinya. Dan menyebarkan Islam Wasathiyah agar tidak pasif,” sambungnya.

Meski begitu, kata Kiai Mabroer, pengunaan kata Mujahid Digital jangan sampai istilah jihadnya disalahartikan dan dipersempit maknanya. Sebab, jihad memiliki makna yang sangat luas.

Pada 16 September 2022, para mujahid digital yang berada di seluruh Indonesia ini dikumpulkan di Istana Wakil Presiden untuk mengikuti Kongres Mujahid Digital yang digelar oleh Komisi Infokom MUI.

Dalam kesempatan ini, Wakil Presiden RI KH Maruf Amin menjamu para Mujahid Digital, juga memberikannya sejumlah pesan. Salah satunya agar terus mengisi dunia digital dengan konten-konten Islami yang mengedukasi.

Selain fokus mempersiapkan dan mengawal para mujahid digital mengisi ruang-ruang digital dengan konten positif. Komisi Infokom MUI juga sangat gencar dalam mensosialisasikan Fatwa Nomor 24 Tahun 2017 Tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah di Media Sosial.

Dikatakan oleh kiai Mabroer, fatwa ini diharapkan menjadi pedoman dan pegangan bagi masyarakat. Oleh karena itu, sangat diperlukan upaya sosialisasi secara masif, agar manfaatnya dapat menyasar secara luas.

“Fatwa yang disumbangkan MUI ini lah yang kita harapkan dapat mendorong perkembangan teknologi digital ke arah yang lebih baik,” ungkapnya.

Komisi Infokom juga mengelola media sosial resmi MUI termasuk web. Para pengelola tersebut, kata Kiai Mabroer, diisi oleh para anak-anak muda yang juga secara rutin dibekali dengan pelatihan-pelatihan.

Pelatihan tersebut juga diajarkan dari para pakar dan praktisi media dari para pengurus Komisi Infokom MUI. Salah satu pelatihan yang kerap diberikan yakni mengenai teknik kepenulisan berita, teknik wawancara, strategi liputan, hingga strategi menulis SEO dan praktik.

“Pelatihan ini sangat penting sebagai upaya regenerasi, juga penting untuk memberikan kompetensi yang sangat baik agar pengelolaan media sosial dan website MUI semakin profesional,” paparnya.

Salah satu pencapaian dalam upaya ini adalah website MUI yang dikelola oleh Komisi Infokom bernama MUIDigital. Pembacanya terus mengalami peningkatan yang cukup signifikan, tetapi juga menjadi barometer media penyebaran Islam oleh kekuatan global dari Amerika hingga China.

“Ini menurut data yang disampaikan oleh VP Commerce Government Telkomsat Hari Usmayadi yang juga aktif di berkecimpung dalam komunitas pengelola website-website keislaman,” ungkapnya.

“Komisi Infokom juga sudah lama bekerja sama dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) melakukan pemantauan syiaran Ramadhan,” sambungnya.

Kiai Mabroer menjelaskan, MUI sebagai penjaga dan pelayanan umat, mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi tayangannya tidak mencederai kesucian di bulan Ramadhan.

Kiai Mabroer menuturkan, setidaknya terdapat 3 tujuan dalam pemantauan ini. Pertama, untuk mengevaluasi tayangan-tayangan di bulan suci Ramadhan.

Kedua, memberikan apresiasi kepada tayangan televisi selama bulan Ramadhan yang patut diberikan apresiasi. Biasanya bentuk apresiasi tersebut berupa penghargaan Anugrah Syiar Ramadhan. Ketiga, hasil pantauan MUI kepada acara televisi selama Ramadhan adalah memberikan rekomendasi terutama kepada KPI sebagai regulator acara pertelevisian.

 

Sumber : Majlis Ulama Indonesia (MUI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *