Tutup
DaerahReligi

Pimpin Shalawat Asyghil di Kongres Budaya MUI 2023, Menko PMK: Jangan Dikira Orang Muhammadiyah Tak Bisa Shalawat

3
×

Pimpin Shalawat Asyghil di Kongres Budaya MUI 2023, Menko PMK: Jangan Dikira Orang Muhammadiyah Tak Bisa Shalawat

Sebarkan artikel ini
Pimpin Shalawat Asyghil di Kongres Budaya MUI 2023, Menko PMK: Jangan Dikira Orang Muhammadiyah Tak Bisa Shalawat

Pimpin Shalawat Asyghil di Kongres Budaya MUI 2023, Menko PMK: Jangan Dikira Orang Muhammadiyah Tak Bisa Shalawat

JAKARTA | KABARNUSA24.COM

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia, Prof Muhadjir Effendy memimpin shalawat asyghil dalam Kongres Budaya Islam Indonesia MUI 2023 di Sasana Kriya, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.

“Saya tidak bisa berpantun, karena ini pertemuan MUI, saya mau mengajak shalawatan saja, shalawat asyghil, saya kira dalam kondisi sekarang ini makanya dalam betul, semua bisa kan shalawat asyghil, jangan dikira kalau Muhammadiyah tidak bisa shalawat, ” ungkap Prof Muhadjir, Rabu (26/07/2023) disambut gemuruh hadirin.

“Allahumma sholli ‘ala sayidina Muhammad, wa asghyli dholimin bi dholimin, ayo, ” ajaknya selanjutnya.

“Wa akhrijna min bainihim saalimin, wa ‘ala aalihi wa sohbihi ajma’in, ” pungkasnya.

Semua peserta Kongres Budaya Islam pun menirukan apa yang dilafalkan Prof Muhadjir tersebut. Momen tersebut terbilang unik karena latar belakang Prof Muhadjir yang Muhammadiyah membacakan shalawat asyghil yang kerap dibacakan kalangan NU.

Saking terkagetnya para hadirin, pianis sampai terlambat mengiringi lantunan sholawat Asghyl Menko PMK. Menko ingin mencontohkan bahwa shalawat asyghil tersebut termasuk hal yang membudaya di kalangan umat Islam.

Meskipun menjadi pentolan Muhammadiyah, Prof Muhadjir merupakan sosok yang terbuka dengan amalan NU. Pada saat menjenguk Prof Bachtiar Effendy yang sedang sakit, beliau bahkan pernah membacakan surat yasin di samping almarhum sahabatnya itu.

Dalam Kongres Budaya Islam tersebut, Prof Muhadjir menyampaikan tentang konsep budaya yang dikembangkan oleh Peter Ludwig Berger yang disebut dialektika budaya.

“Dialektika budaya Peter Berger itu menyatakan bahwa semua yang ada di jagat raya itu sebenarnya ciptaan yang maha pencipta, sedangkan yang mendapatkan tetesan cahaya penciptaan itu hanya manusia, selain itu tidak bisa menjadi seorang creator, ” ungkapnya.

Budaya Islam itu muncul karena selain Allah SWT, manusia juga dibekali kemampuan berdaya cipta. Dia menyebutkan, lebah bisa saja memiliki kemampuan menciptakan sarang, tapi tidak memiliki daya inti dari daya cipta yaitu kreativitas. Sejak dulu, rumah lebah tidak pernah berubah.

“Manusia saja yang memiliki kemampuan berdaya cipta, daya cipta itu inti dari budaya. Tidak mungkin ada budaya kalau tidak memiliki daya cipta dan yang memiliki daya cipta itu hanya manusia, ” ungkapnya.

Sumber : Majlis Ulama Indonesia (MUI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *