Tutup
DaerahReligiSekapur Sirih

Sekjen MUI Ungkap Makna Kemerdekaan dari Isi Kandungan Surat Al-Fatihah

3
×

Sekjen MUI Ungkap Makna Kemerdekaan dari Isi Kandungan Surat Al-Fatihah

Sebarkan artikel ini
Sekjen MUI Ungkap Makna Kemerdekaan dari Isi Kandungan Surat Al-Fatihah

Sekjen MUI Ungkap Makna Kemerdekaan dari Isi Kandungan Surat Al-Fatihah

JAKARTA – Kabarnusa24.Com,

Sekretaris Jendral Majelis Ulama Indonesia (MUI), Buya Amirsyah Tambunan memberikan tausiyah di Musholah Gedung MUI Pusat, Kamis (10/8/23).

Dalam tausiyahnya, Buya Amirsyah menyampaikan tentang pentingnya memahami isi dan makna yang terkandung dalam surat Al-Fatihah.

Surat Al-Fatihah sendiri merupakan surat pembuka di dalam Al-Qur’an, yang mana surat ini setiap hari dibaca oleh seluruh umat Muslim, minimal sebanyak tujuh belas kali dalam menjalankan ibadah sholat.

“Kemerdekaan yang disampaikan Allah dalam surat Al-Fatihah itu adalah kemerdekaan yang setiap saat, setiap hari kita baca dalam sholat minimal tujuhbelas kali,” ujarnya.

“Maka, jangan sampai Al-fatihah itu hanya sekedar lewat saja, jika hal itu terjadi, maka kasihan terhadap diri kita sendiri. Kasihan kalau Al-Fatihah itu dibaca berkali-kali tapi tidak ada yang nyangkut pada diri kita,” kata Buya Amirsyah menambahkan.

Pada kesempatan tersebut, Buya Amirsyah menjelaskan ayat-ayat pada surat Al-Fatihah.

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ

“Artinya segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam. Jadi kita merdeka dari banyaknya tuhan, tuhan, tuhan pilihan. Tapi kita bergantung kepada Tuhan (Allah SWT),” ujarnya.

الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

“Artinya, yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. KKita tergantung pada kasih sayangnya Allah, bukan kepada kasih sayangnya yang di luar,” katanya.

مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ

“Artinya pemilik hari pembalasan. Maka, raja dari segala raja itu hanya Allah. Tunduk, patuh, merdeka atas kerajaan yang lain. Hanya Allah yang maha kuasa,” kata Buya Amirsyah.

اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ

“Artinya, hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Maka, kita sebagai umatnya, memohon hanya kepada Allah, bukan kepada gunung, laut, pohon, dengan paham animisme dan dinamisme, bukan pula kepada raja. Tetapi hanya kepada Allah,” tegasnya.

اِھْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَـقِيْمَ
صِرَاطَ الَّذِيۡنَ اَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ ۙ غَيۡرِ الۡمَغۡضُوۡبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا الضَّآلِّيۡنَ

“Artinya, tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya, bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat,” ujarnya.

“Lihatlah sekarang, betapa kemerdekaan ini masih jauh dari apa yang kita pahami dalam Al-fatihah itu,” ungkapnya.

Beliau juga menekankan bahwa kekacauan yang terjadi pada saat ini dikarenakan hakikat kemerdekaan yang sudah mulai hilang. Hal tersebut juga merupakan dampak dari manusia yang tidak bisa menahan hawa nafsu. Karena, sesungguhnya musuh yag paling nyata adalah hawa nafsu yang ada di dalam diri kita yang tidak bisa kita tahan dan tidak bisa kita kendalikan.

“Maka, jika ada pertanyaan, siapa sebenarnya musuh yang tidak kelihatan? Jawabannya adalah hawa nafsu kita, diri kita sendiri. Itulah musuh yang nyata. Jika ada kasus korupsi, musuh yang nyata itu adalah nafsunya,” kata dia.

“Oleh karena itu, mari setiap saat kita jadikan Al-Fatihah ini sebagai salah satu prinsip kemerdekaan kita supaya terlepas dari perbudakan hawa nafsu. Karena perbudakan hawa nafsu lah yang membuat manusia tidak merdeka,” pungkasnya.

Sumber : Majlis Ulama Indonesia (MUI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *