Hukum & KriminalInternasionalLingkunganNasional

Tim Percepatan Reformasi Hukum Serahkan Rekomendasi Agenda Prioritas Reformasi Kepada Presiden

4
×

Tim Percepatan Reformasi Hukum Serahkan Rekomendasi Agenda Prioritas Reformasi Kepada Presiden

Sebarkan artikel ini
Tim Percepatan Reformasi Hukum Serahkan Rekomendasi Agenda Prioritas Reformasi Kepada Presiden
Menkopolhukam Mahfud Md dan Presien Jokowi

Kabarnusa24.com | Indonesia sudah melewati 25 tahun reformasi pasca 1998. Namun, reformasi sistem hukum yang diharapkan dapat mewujudkan jaminan terhadap HAM, kepastian hukum bagi keadilan bagi masyarakat masih jauh dari harapan. Sebaliknya, publik terus disuguhkan persoalan yang menggelayuti institusi hukum itu sendiri. Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), penyalahgunaan kewenangan, serta pelanggaran etik merebak di berbagai institusi hukum, seperti Mahkamah Agung (MA) Kepolisian RI (Polri) dan Kejaksaan, dan Kementerian Hukum dan HAM. Tak ketinggalan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mahkamah Konstitusi (MK) yang lahir dari “rahim” reformasi mulai terjangkit persoalan serupa, termasuk karena upaya sistematis untuk melemahkan kedua lembaga tersebut. Aroma konflik kepentingan kuat terjadi dalam proses penyusunan peraturan, terlebih karena proses tersebut semakin lama semakin tertutup dan jarang melibatkan publik. Akibatnya, keadilan dan kepastian hukum makin tergerus, korupsi terus membudaya, konflik agraria meluas, pengelolaan sumber daya alam yang buruk menyebabkan kerusakan lingkungan dan hanya menguntungkan segelintir kelompok tertentu.

Situasi tersebut di atas mendapat perhatian serius Menko Polhukam, termasuk dengan membentuk Tim Percepatan Reformasi Hukum (“Tim Percepatan”) (SK Nomor 63 Tahun 2023), bekerjasama dengan KEMITRAAN (Partership of Governance Reform. Tim Percepatan terdiri dari 4 (empat) kelompok kerja (Pokja), yakni: (1) Pokja Reformasi Pengadilan dan Penegakan Hukum; (2) Pokja Reformasi Hukum Sektor Agraria dan Sumber Daya Alam; (3) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi; dan (4) Reformasi Sektor Peraturan Perundang-undangan.

Setelah bekerja kurang lebih 3 (tiga) bulan, Tim Percepatan, yang beranggotakan 34 tokoh, akademisi dan perwakilan masyarakat sipil, merampungkan dokumen Rekomendasi Agenda Priorotas Percepatan Reformasi Hukum. Dokumen yang berisikan rekomendasi agenda prioritas jangka pendek (hingga September 2024) dan jangka menengah (2024-2029) disusun, termasuk dengan memperhatikan masukan dari pertemuan konsulatif dengan 18 pimpinan Kementerian/Lembaga (K/L) terkait dan 32 organisasi masyarkat sipil. Total ada lebih dari 150 rekomendasi jangka pendek dan menengah yang diusulkan Tim Percepatan.

Pada Kamis (14/9) bertempat di Istana Negara, Tim Percepatan, yang dipimpin langsung oleh Menko Polhukam Moh. Mahfud MD bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan secara resmi Laporan Rekomendasi Agenda Percepatan Reformasi Hukum. Dalam pertemuan ini, masing-masing pokja menyampaikan sejumlah rekomendasi utama secara ringkas kepada Presiden.

Di bidang reformasi peradilan dan penegakan hukum, Tim Percepatan menekankan pada perbaikan proses pengangkatan pejabat publik startegis (utamanya eselon I dan II) di institusi penegakan hukum dan peradilan, termasuk melalui lelang jabatan, verifikasi LHKPN dan LHA PPATK. Tim mengusulkan pula dilakukan asesmen untuk menilai kembali kelayakan mereka yang kini menjabat dalam berbagai jabatan stategis. Guna mendukung profesionalitas aparat, direkomendasikan agar dilakukan pembatasan penempatan anggota Polri di K/L/D dan BUMN. Pemerintah juga diminta untuk mengembalikan independensi dan profesionalitas KPK yang melemah akibat revisi UU KPK dan terpilihnya komisioner yang sebagian ‘bermasalah’, serta menolak pelemahan kembali MK melalui gagasan revisi UU MK saat ini. Beberapa UU yang bermasalah, seperti UU Narkotika, UU ITE dan KUHAP, didorong untuk segera direvisi, untuk meminimalisir penyalahgunaannya oleh aparat.

Dalam rangka mendorong kepastian hukum dan keadilan, Tim Percepatan mengusulkan pula agar pemerintah, bersama MA, untuk mempercepatan eksekusi putusan pengadilan (baik perdata dan Tata Usaha Negara), putusan Komisi Informasi dan Rekomendasi Ombudsman. Diusulkan pula agar Polri menghentikan penyidikan yang sudah lebih dari 2 tahun namun tidak kunjung dilimpahkan (kecuali jika terkait pidana berat atau pelakunya belum ditemukan/buron), serta agar Presiden mengeluarkan grasi massal bagi narapidana penyalahguna narkotika dan pelaku tindak pidana ringan, termasuk untuk mengurangi overcrowding.

Untuk sektor reformasi hukum agraria dan SDA, Tim Percepatan menitik-beratkan pada percepatan pembuatan prosedur “Satu Peta”, pengakuan dan/pemulihan hak-hak masyarakat hukum adat, pengesahan RUU Masyarakat adat serta perlindungan bagi pembela HAM-lingkungan. Dalam hal penyelesaian konflik agraria dan mafia tanah serta eksekusi putusan perdata dan TUN terkait kasus agraria dan SDA, karena sifatnya yang kompleks dan membutuhkan rincian data, Tim Percepatan merekomendasikan agar Presiden membentuk dua Satuan Tugas (Satgas), yakni Satgas Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria serta Satgas Pemberantasan Mafia Tanah dan Korupsi SDA. Satgas-satgas tersebut diharapkan akan melakukan asesmen, identifikasi masalah dan kasus, serta mendorong penyelesaiannya. Termasuk di dalamnya, kasus-kasus konflik lahan, masalah perizinan (termasuk di pulau kecil dan terluar), serta oprimalisasi penerimaan negara dari sektor SDA.

Secara spesifik, Tim Percepatan juga merekomendasikan agar PP No. 26 Tahun 2023 mengenai Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut serta izin tambang yang ada di pulau-pulau kecil segera dicabut. Selain itu, pemerintah diminta untuk melakukan moratorium izin baru di daerah yang belum ada kajian lingkungan yang jelas (Kajian Lingkungan Hidup Strategis / KLHS) serta penggunaan personel TNI dan Polri dalam pengamanan obyek vital nasional sampai dilakukan asesmen terkait.
Hajatan pemilihan umum menjadi sorotan Tim Percepatan di isu pencegahan dan pemberantasan korupsi. Tim Percepatan merekomendasikan pemantauan aturan terkait publikasi Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) dan penggunaan Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) serta mendorong agar diterbitkannya aturan terkait optimalisasi penggunaan instrumen keuangan non-tunai (cashless), termasuk untuk mencegah praktik ‘beli suara’.
Akuntabilitas dan konektivitas data juga menjadi perhatian serius. Direkomendasikan agar KPK memperkuat sistem verifikasi LHKPN, baik yang menilai keberaran laporan, maupun mendeteksi kekayaan tidak wajar. Hal ini dilakukan dengan pemanfaatan TI dan database kekayaan yang tersebar fdi berbagai K/L, misalnya data perpajakan, pertanahan, kendaraan, perbankan dan sebagainya. Penguatan aturan dan penegakan aturan terkait benturan kepentingan (conflict of interest) di semua K/L/D, BUMD/D, transparansi dokumen perizinan (misalnya data HGU), perlindungan whistleblower menjadi hal yang tidak bisa ditawar untuk segera diimplementasikan. Tim Percepatan juga berharap agar segera dilakukan revisi undang-undang tipikor dengan mengatur korupsi di sektor swasta, illicit enrichment, foreign public official bribery dan trading in influence serta pengesahan rancangan undang-undang perampasan aset tindak pidana.

Sementara, terkait sektor reformasi peraturan perundang-undangan, Tim Percepatan menghendaki adanya perubahan mendasar dalam kelembagaan pembuat peraturan, dimulai dengan menyusun peta jalan untuk pembentukan otoritas tunggal yang mengelola peraturan perundang-undangan, termasuk guna meningkatkan kualitas peraturan yang dibuat dan meminimalisir tumpang tindih kewenangan. Sambil mempersiapkan perubahan UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Undang-undangan, dalam jangka pendek perlu dilakukan revisi Perpres No. 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU No. 12 Tahun 2011, termasuk untuk membatasi model pembuatan aturan dengan metode omnibus dan keluarnya peraturan perundang-undangan di bawah Perpres yang terlalu banyak. Revisi Perpres ini ditargetkan juga akan memberikan prosedur untuk mencegah disharmonisasi peraturan, serta menjamin partisipasi publik yang bermakna dalam penyusunan peraturan, termasuk dengan menjadikan petisi sebagai metode partisipasi.

Demi menjamin hak-hak masyarakat untuk dapat mengakses peraturan, pemerintah perlu membuat suatu situs tunggal yang lengkap yang memuat rancangan peraturan, seluruh peraturan (pusat dan daerah) yang sudah diundangkan, serta dokumen terkait lain (misal naskah akademik dan notulensi pembahasan).

Presiden, sebagai pimpinan tertinggi di lembaga pemerintah, diharapkan dapat mengerahkan seluruh jajaran yang ada di bawahnya untuk dapat mengimplementasikan rekomendasi percepatan reformasi hukum ini. Dan, sesuai mandat dalam SK pembentukannya, Tim Percepatan akan membantu Menko Polhukam untuk mengawal dan mengevaluasi pelaksanaan rekomendasi-rekomendasi di atas untuk mewujudnya langkah-langkah awal reformasi hukum menyeluruh di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *