Tanda-Tanda Mencintai Rasulullah Muhammad ﷺ

Tanda-Tanda Mencintai Rasulullah Muhammad ﷺ

Tanda-Tanda Mencintai Rasulullah Muhammad ﷺ

Kabarnusa24.Com,- Segala sesuatu memiliki tanda. Siang ditandai dengan terang. Malam dengan gelap. Bayi dengan kelucuannya. Kegembiraan dengan senyuman. Sedih dengan tangisan atau kegusaran.

Begitu pula dengan cinta kepada Rasul ﷺ ada tanda di dalamnya. Tidak cukup kita berkata cinta Rasul, cinta Nabi, jika tidak disertai dengan bukti nyata.

Imam Ibnu Hajar berkata, “Di antara tanda seseorang yang mencintai Nabi adalah jika dihadapkan pada pilihan antara Nabi dan materi duniawi dia akan lebih mengutamakan Nabi dari pada materi duniawi. Jika tidak seperti ini, maka tidak dapat dikatakan mencintai Nabi.”

Contoh konkrit dari pernyataan di atas dapat kita temukan dari pernyataan Sayidina Umar bin Khattab saat ia berkata kepada Nabi, “Demi Allah wahai Rasul, engkau sangat aku cintai melebihi segalanya kecuali diriku sendiri.”

Maka Rasul ﷺ berkata, “Tidak wahai Umar. Belum sempurna iman seseorang sampai aku lebih dicintainya melebihi dari dirinya sendiri.” Mendengar hal ini, Sayidina Umar kembali berkata, “Sekaranglah wahai Rasul, engkau lebih aku cintai bahkan melebihi cintaku kepada diriku sendiri.” Rasul bersabda, “Sekarang barulah sempurna keimananmu wahai Umar.” (HR. Bukhari)

Inilah beberapa tanda cinta Rasul ﷺ yang harus kita buktikan sebagai pecinta sejati beliau.

Pertama, membela dan menolong agamanya.

Setiap orang beriman, baik pria maupun perempuan, memiliki kewajiban untuk bersama-sama membela kemuliaan agama yang telah diperjuangkan mati-matian oleh Rasul ﷺ, sesuai kemampuan masing-masing. Ada yang melakukan bantahan ilmiah dari tiap kebohongan dan penghinaan yang dilancarkan oleh lisan-lisan kotor para pendengki dan membela sunnah-sunnah yang telah diajarkan. Semuanya itu bisa kita tunaikan dengan harta, lisan, goresan pena, dan bahkan nyawa kita.

Allah ﷻ telah memuji kaum Muhajirin yang dikeluarkan dari Makkah, karena mereka mencintai Allah ﷻ dan Rasul-Nya ﷺ :

لِلْفُقَرَآءِ ٱلْمُهَٰجِرِينَ ٱلَّذِينَ أُخْرِجُوا۟ مِن دِيَٰرِهِمْ وَأَمْوَٰلِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضْوَٰنًا وَيَنصُرُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلصَّٰدِقُونَ

“(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hasyr : 08)

Tanda kedua adalah memiliki kekhawatiran berpisah dari Rasul ﷺ. Inilah yang menandai seseorang cinta kepada Rasul ﷺ.

Dia takut berpisah dari Nabi baik di dunia apalagi di akhirat. Kita akan rugi jika hidup kita terpental jauh dari tuntunan Nabi ﷺ. Kita akan menjadi orang yang rugi jika di akhirat kelak kita tidak dikumpulkan bersama Nabi ﷺ.

Sebuah riwayat dalam sahih Muslim menyebutkan bahwa ada seorang pecinta sejati Nabi ﷺ yang diberi kesempatan untuk meminta sesuatu kepada beliau. Namanya Rabi’ah bin Ka’ab Al-Aslami. Ia pernah bermalam bersama Nabi.

Setelah melayani Nabi termasuk dengan memberikan air wudu dan keperluan lainnya, beliau berkata, “Silakan ajukan permintaan yang kamu inginkan.”

Rabi’ah berkata, “Saya meminta kepadamu untuk dapat bersamamu di dalam surga.” Nabi berkata, “Apakah masih ada yang lain?” Rabi’ah berucap, “Itu saja permintaanku.” Nabi berkata, “Usahakanlah dengan banyak sujud.” Inilah kondisi seorang pecinta yang ketika diberi kesempatan, ia tidak meminta materi tapi ia meminta agar dapat bersama Nabi.

Ketiga, menaati perintah dan larangan yang disampaikan oleh Nabi ﷺ.

Seorang muslim yang berakal sehat yang mendapat bimbingan adalah sosok yang menyerahkan semua urusannya dengan apa yang sesuai dengan ajaran Nabi ﷺ.

Jika kita jujur terhadap cinta kita kepada Nabi ﷺ, maka kita akan setia dan patuh terhadap semua yang beliau sampaikan dan meninggalkan semua yang beliau tidak sukai, tanpa alasan apapun. Kita tidak akan membuat aturan-aturan yang bertabrakan dengan aturannya Nabi Muhammad ﷺ.

Kita tidak akan mengutamakan satu pun produk hukum yang bukan bersumber dari Nabi Muhammad ﷺ bahkan tidak mau menyamakannya. Allah ﷻ berfirman :

وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمْ عَنْهُ فَٱنتَهُوا۟ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS: Al-Hasyr : 07)

Nabi ﷺ bersabda:

مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ

“Apa yang aku larang untuk kalian maka tinggalkanlah dan apa yang aku perintahkan kepada kalian maka laksanakan sesuai dengan kemampuan kalian. Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyaknya pertanyaan dan perselisihan terhadap para nabi mereka.” (HR. Bukhari-Muslim).

Tanda yang keempat adalah melaksanakan syariat dan menghidupkan sunah-sunah Rasul ﷺ.

Nabi sebagai teladan sempurna telah mengerahkan segalanya, baik harta dan jiwanya, untuk membimbing diri kita dari gelapnya kehidupan jahiliah kepada jalan yang penuh cahaya. Beliau mengeluarkan kita dari mengabdi kepada manusia kepada mengabdi hanya kepada Allah ﷻ.

Dalam konteks ini, Al-Qadhi Iyadh berkata, “Sikap yang menyelisihi perintah Nabi dan mengubah sunahnya adalah suatu perbuatan yang sesat serta bid’ah. Pelakunya terancam mendapat kehinaan dan siksa dari Allah.”

Contoh nyata dari tanda keempat ini adalah saat turun larangan mengonsumsi minuman keras. Menunggak miras sudah menjadi tradisi turun temurun. Mereka sulit lepas dari miras.

Namun ketika Rasul ﷺ memerintahkan seseorang untuk berseru, “Ketahuilah bahwa khamr diharamkan,” maka para sahabat tidak mencari alternatif atau membuat alasan pembenaran dalam menanggapi seruan itu. Mereka buang semua minuman keras yang ada hingga membasahi tanah kota Madinah.

Inilah sejumlah tanda cinta kepada Rasul ﷺ. Sudah atau belum kita buktikan? Sejauh mana kesesuaian antara ucapan cinta kepada Nabi ﷺ di lisan dengan kenyataan kita mengisi kehidupan selama ini?

Mari kita buktikan dengan membela agama, berkeinginan kuat untuk hidup bersama Nabi ﷺ, kita patuhi semua perintahnya dan jauhi semua larangannya, serta kita laksanakan sunah-sunahnya dan syariatnya.

Sumber: Kutipan Ulasan Dakwah materi Khutbah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *