Empat Penghalang Maghfirah
Kabarnusa24.com,- Dalam surah An-Najm ayat 32 disebutkan, “Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas Pengampunannya.” Ayat ini menunjukkan bahwa maghfirah atau ampunan Allah meliputi hamba-hamba-Nya yang bertaubat, berserah diri, dan kembali kepada-Nya.
Dalam surah Az-Zumar ayat 53 juga terdapat larangan berputus asa dari rahmat Allah karena Dia akan mengampuni semua dosa orang yang bertaubat meskipun mereka telah melampaui batas.
Kemudian di dalam surah Al-Hijr ayat 49, Allah memberitakan bahwa Dia adalah Dzat Yang Maha Penyayang dan Maha Pemberi ampunan.
Masih banyak lagi ayat-ayat yang menunjukkan bahwa maghfirah (ampunan) Allah sangat luas dan tidak terbatas. Hanya saja, ada beberapa perbuatan yang apabila terus menerus dilakukan, tidak segera ditinggalkan, dapat menghalangi seseorang dari maghfirah.
Bukan karena Allah tidak sayang dan enggan memberi ampun. Tetapi, sesungguhnya, sebagian manusia justru membangun benteng penghalang yang menolak datangnya maghfirah.
Apa saja perbuatan yang menghalangi maghfirah? Berikut penjelasannya.
Pertama, Syirik.
Perbuatan yang satu ini bukan saja mendatangkan murka, akan tetapi pelakunya terancam tidak mendapat maghfirah. Dalam surah An-Nisa’ 48, Allah berfirman
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفْتَرَىٰٓ إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”
Dalam tafsir al-Wajiz, Syaikh Wahbah az-Zuhaili menjelaskan, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni orang yang mati dalam keadaan musyrik dan tidak mau bertaubat dari kesyirikannya.
Namun Dia mengampuni dosa-dosa selain syirik bagi hamba-hamba-Nya yang dikehendaki untuk diampuni seperti kemaksiatan orang-orang yang melukai kaum mukminin.
Barangsiapa menyekutukan Allah dengan tuhan lainnya, maka sungguh dia telah melakukan dosa besar dan melakukan dusta yang sangat berat, sehingga dia layak mendapatkan siksa.”
Kedua, Permusuhan di antara orang beriman.
Dalam Shahih Muslim terdapat hadits yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تفتح أبواب الجنة يوم الاثنين ويوم الخميس فيغفر لكل عبد لا يشرك بالله شيئا إلا رجلا كانت بينه وبين أخيه شحناء فيقال: أنظروا هذين حتى يصطلحا، أنظروا هذين حتى يصطلحا، أنظروا هذين حتى يصطلحا
“Pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis. Semua hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun, akan diampuni. Kecuali dua orang laki-laki yang terdapat permusuhan antara dia dengan saudaranya.
Maka dikatakan, ‘Tangguhkan oleh kalian kedua orang ini, sampai keduanya berdamai. Tangguhkan oleh kalian kedua orang ini, sampai keduanya berdamai. Tangguhkan oleh kalian kedua orang ini, sampai keduanya berdamai.”
Secara jelas dan gamblang, hadits ini menunjukkan bahwa dua mukmin yang berselisih, bermusuhan, tidak mau berdamai dan memaafkan satu sama lain, dipastikan tidak mendapat ampunan dari Allah sampai mereka memperbaiki hubungan baik di antara mereka.
Hal tersebut sampai diulang-ulang sebanyak tiga kali. Menunjukkan pentingnya perdamaian antar sesama saudara seiman dan bahayanya permusuhan karena dapat menghalangi maghfirah yang Allah berikan setiap hari Senin dan Kamis.
Ketiga, Makanan haram.
Dr. Khalid Abu Syadzi, menyebutkan alasan kenapa makanan haram bisa menjadi penghalang datangnya maghfirah. Yaitu karena doa yang dipanjatkan orang zalim pemakan harta orang lain dengan cara bathil, tidak akan didengar oleh Allah.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits tentang dampak buruk harta haram.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala itu Dzat Yang Maha Baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sebagaimana dia memerintahkan para rasul-Nya.
Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan beramal shalehlah. Dan Dia berfirman, Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian.
Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang melakukan perjalan jauh dalam keadaan kusut dan berdebu. Dia mengangkatkan kedua tangannya ke langit seraya berkata: Ya Tuhanku, Ya Tuhanku.
Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan. (HR. Muslim)
Keempat, Bermaksiat secara terang-terangan.
Selanjutnya, perbuatan yang menjauhkan seseorang dari maghfirah adalah mujaharah. Yaitu melakukan maksiat secara terang-terangan.
Bukan berarti maksiat itu boleh dikerjakan diam-diam atau sembunyi-sembunyi. Kita semua diperintahkan untuk bertakwa kepada Allah; yaitu takut kepada-Nya fis sirri wal ‘alaniyah, baik ketika sendirian atau di keramaian.
Hanya saja, mereka yang sudah putus urat malunya, berani mendurhakai Allah di depan umum tanpa merasa bersalah akan mendapat hukuman yang lebih berat yaitu terhalang dari maghfirah.
Hari ini, banyak sekali orang yang berani melanggar syariat di tempat-tempat umum. Padahal, Islam sangat mengutuk perbuatan seperti itu karena termasuk dalam kategori mujaharah. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ ٱلَّذِينَ يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ ٱلْفَٰحِشَةُ فِى ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةِ ۚ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui.” (QS. An-Nur: 19)
Dalam ayat ini, terdapat ancaman keras bagi mereka yang suka menyebarluaskan kemungkaran di tengah-tengah masyarakat.
Lantas bagaimana dengan para pelaku kemaksiatan itu sendiri? Yang dengan pede-nya mempertontonkan perbuatan haram di depan jutaan mata? Tentu lebih dimurkai oleh Allah karena merekalah penyebab tersebar luasnya kemungkaran itu.
Imam Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari Salim bin Abdillah, dia berkata, ”Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ وَإِنَّ مِنْ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ يَا فُلَانُ: عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ، وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ
“Setiap umatku akan mendapat ampunan, kecuali mujahirin (orang-orang yang melakukan mujaharah). Dan termasuk perbuatan mujaharah (terang-terangan berbuat dosa) adalah seseorang berbuat (dosa) pada malam hari, kemudian pada pagi harinya dia menceritakannya, padahal Allah telah menutupi perbuatannya tersebut.
Dia justru berkata, ‘Hai Fulan, tadi malam aku telah berbuat begini dan begitu.’ Sebenarnya pada malam hari Rabb-nya telah menutupinya, tetapi pada pagi harinya dia menyingkap apa yang Allah telah tutup darinya.”
Berdasarkan dalil ini, dapat disimpulkan bahwa mujaharah ada beberapa macam. Pertama, maksiat terang-terangan. Kedua, membuka aib dan maksiat yang sudah Allah tutupi. Ketiga, mujaharah orang-orang fasik yang saling membanggakan dan menceritakan kemaksiatan mereka.
Kurang lebih, inilah kesimpulan yang disampaikan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqalani rahimahullah dalam Fathul Bari-nya (10/487).
Demikian empat perkara yang menghalangi datangnya maghifrah. Kita berlindung kepada Allah dari keempat hal tersebut dan dari semua perbuatan buruk.
Sumber: Kutipan Ulasan Dakwah Materi Khutbah.