Daerah

JAM-Pidum Menyetujui 6 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

3
×

JAM-Pidum Menyetujui 6 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

Sebarkan artikel ini
JAM-Pidum Menyetujui 6 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

JAM-Pidum Menyetujui 6 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

 

Jakarta, KabarNusa24.com – Rabu, 29 November 2023, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 6 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu:
Tersangka Ikhsan Firdana bin Aiyub dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Muhammad Nidar bin Alm M. Taeb dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Anwar bin Alm Umar dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka I Agustan bin H. Saibi dan Tersangka II Ali Sholihin bin Agustan dari Kejaksaan Negeri Muara Enim, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) Ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan Jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP.

Tersangka Maulana bin Amir Hamzah dari Kejaksaan Negeri Ogan Ilir, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Tersangka Al-Fazri alias Ari bin Abdulhadi dari Kejaksaan Negeri Karimun, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) dan Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;

Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;.

Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (Red).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *