Healing: dari Mubah ke Sunnah
Kabarnusa24.com, Musim liburan sebentar lagi akan tiba. Sekolah meliburkan siswanya, kampus mengistirahatkan mahasiswanya, dunia usaha dan industri memberikan cuti pekerja dan karyawannya. Seperti biasanya pada saat tiba musim liburan, masyarakat banyak memanfaatkan waktunya untuk kegiatan healing.
Sebetulnya kata healing artinya adalah proses penyembuhan atau pengobatan. Namun dalam bahasa pergaulan orang di zaman sekarang, kata healing disama-artikan dengan refreshing, yakni penyegaran yang diidentikan dengan jalan-jalan. Reduksi makna healing dalam platform sosial media bahkan kini menjadi sangat populer sebagai aktivitas berlibur, berwisata, atau meninggalkan rutinitas untuk sementara waktu.
Kalau dipikir-pikir, aktivitas berlibur, berwisata dan meninggalkan rutinitas memang menjadi pengobatan jiwa bagi sebagian orang yang dikenal “gila kerja” (workaholic). Jadi ada korelasinya antara kegiatan refreshing, bertamasa, berwisata, dengan kegiatan healing.
Healing, terutama untuk menyehatkan hati, rasa, dan rohaniah manusia merupakan kebutuhan manusia. Hal ini dikarenakan fitrah hati dan rohaniah manusia adalah memperoleh kedamaian dan ketenangan, sebagaimana pendapat sahabat Nabi Muhammad Saw yang bernama Abdullah b. Abbas tatkala menafsirkan ayat 89 Surat Al-Waqiah.
Firman Allah SWT yang berbunyi:
فَرَوْحٌ وَرَيْحَانٌ وَجَنَّتُ نَعِيمٍ
Oleh Ibnu Abbas, ayat ini ditakwilkan dengan ketenangan (farahah) dan kedamaian (mustarah). Dalam artian bahwa orang yang dekat dengan Tuhan hatinya menjadi tenang dan damai. Dan bukannya ruhaniah kita pada dasarnya dekat dengan Tuhan? Hanya aja nasfu dan pikiran macam-macam kita yang pada akhirnya menjauhkan diri kita dari Tuhan (?!) Oleh sebab itu penyembuhan atau healing menjadi solusinya.
Healing hukum asalnya tidak diwajibkan dan juga tidak dilarang. Ini berarti bahwa healing hukumnya mubah dan tak ber-pahala. Hanya saja jika manusia memanfaatkan kegiatan healing untuk pengobatan hati dan jiwa menjadi berubah hukumnya: dari mubah menjadi sunnah.
Healing dapat bernilai sunnah dan ber-pahala seperti telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. Beliau dalam sejarah selalu meluangkan waktu khusus dalam waktu seminggu untuk melakukan kegiatan healing. Tempat favorit healing beliau adalah kawasan Quba.
Quba merupakan kawasan perkebunan kurma, di dalamnya ada sumber mata air bernama Azdaq (kegembiraan), yang pertama kali disinggahi Rasulullah saat berhijrah ke kota Madinah. Beliau juga membangun masjid pertama yang diberi nama Masjid Quba.
Setiap hari Sabtu beliau selalu meluangkan waktu berkunjung ke Quba. Dalam sebuah hadits beliau bersabda: “Barangsiapa mengambil wudu dari rumahnya, lalu mendatangi mesjid Quba untuk mengerjakan salat di dalamnya, maka ia akan diberikan pahala seperti mengerjakan umroh sekali.”
Dalam kunjungan setiap hari Sabtu, beliau juga menyempatkan untuk berteduh di bawah rerimbunan hijau pohon kurma dan merasakan dinginnya mata air Azdaq di dekat Mesjid Quba. Itulah cara healing yang dilakukan Rasulullah Saw.
Jadi, supaya healing yang kita lakukan bernilai ibadah Sunnah yang berpahala, maka ada beberapa cara: pertama, pilih tempat tujuan healing yang dapat membangkitkan spiritualis kita.
Kedua, jauhkan diri kita dari maksiat atau melanggar aturan Allah Swt. Sebab ketentraman adalah milik-Nya maka supaya kita lebih tentram dekatlah dengan Sang Maha Pencipta.
Ketiga, kita manfaatkan di saat healing untuk tadabbur alam dan merenungkan keindahan ciptaan Allah serta mengagungkan asma-Nya.
Dengan cara ini healing akan. berubah nilainya dari semula mubah menjadi sunnah. Selamat berlibur bersama orang-orang tercinta. Semoga Allah Swt selalu menjaga dan melindungi kita semua. Amiin
Penulis: M. Ishom El Saha (Dosen UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten)
Sumber: KEMENAG RI