Bulan Sya’ban Pintu Gerbang Kemuliaan
Kabarnusa24.com,– Di antara bentuk rahmat Allah subhanahu wata’ala dan pemuliaan-Nya kepada para hamba adalah dibukakan untuk mereka waktu dan kesempatan untuk lebih mudah mendapatkan keridhaan Allah dengan berbagai sarana pendukungnya.
Kesempatan dan momentum tersebut akan dapat mengantarkan hamba bertemu dengan Allah subhanahu wata’ala dengan membawa persembahan terbaik di siang maupun malam hari.
Keterangan dari sahabat Anas bin Malik, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
افْعَلُوا الْخَيْرَ دَهْرَكُمْ، وَتَعَرَّضُوا لِنَفَحَاتِ رَحْمَةِ اللهِ، فَإِنَّ لِلَّهِ نَفَحَاتٍ مِنْ رَحْمَتِهِ يُصِيبُ بِهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ، وَسَلُوا اللهَ أَنْ يَسْتُرَ عَوْرَاتِكُمْ، وَأَنْ يُؤَمِّنَ رَوْعَاتِكُمْ
“Berbuat baiklah di sepanjang masa kalian. Bersiap dan sambutlah hembusan rahmat kasih sayang Allah ‘azza wajalla. Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla memiliki hembusan-hembusan pada rahmat dan kasih-Nya, yang akan diraih oleh para hamba yang dikehendaki-Nya. Dan memohonlah kepada Allah ‘azza wajalla agar menutup aurat (keburukan) kalian dan menentramkan kalian dari rasa takut dan kecemasan.” (HR. Thabrani)
Kenapa Sya’ban Termasuk Bulan Istimewa?
Saat ini kita tengah berada di gerbang bulan Ramadhan; yakni bulan Allah subhanahu wata’ala ke delapan yang bernama Sya’ban dimana ia datang setelah bulan Rajab berlalu.
Bulan Sya’ban di satu sisi bagi kebanyakan orang tidak memiliki keistimewaan tersendiri, namun ternyata Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mengistimewakannya dengan melakukan berbagai amal ketaatan di dalamnya, di antaranya adalah dengan berpuasa.
Setidaknya ada dua alasan kenapa beliau begitu mengistimewakan bulan ini:
Pertama: Karena banyak manusia melalaikan bulan Sya’ban.
Diriwayatkan bahwa sahabat Usamah bin Zaid pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
وَلَمْ أَرَكَ تَصُومُ مِنْ شَهْرٍ مِنَ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ قَالَ: ذَاكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“(Usamah bin Zaid mengatakan) Aku tidak pernah melihatmu berpuasa di bulan-bulan (dalam setahun) sebagaimana engkau berpuasa di bulan Sya’ban?”
Maka Rasulullah menjawab, “Bulan tersebut (Sya’ban) adalah bulan yang dilalaikan banyak manusia, (Sya’ban) adalah bulan diantara Rajab dan Ramadhan, ia adalah bulan diangkatnya amalan manusia kepada Rabbul A’lamin, dan aku ingin amalanku diangkat dalam keadaan berpuasa”. (HR. Ahmad No. 21753; HR. Nasa’i No. 2357)
Kebanyakan manusia yang memforsir ibadah di bulan Rajab, karena menganggap bahwa ia adalah salah satu bulan yang diharamkan atau diagungkan oleh Allah subhanahu wata’ala.
Lalu seolah dengan berlalunya bulan Rajab maka tiba waktu untuk beristirahat sebelum masuk bulan Ramadhan, bulan yang mana nanti mereka akan kembali memforsir tenaga dengan maksimal untuk melakukan ibadah di dalamnya.
Kedua: Karena pada bulan ini amal shalih diangkat dan dilaporkan kepada Allah subhanahu wata’ala.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan bahwa bulan Sya’ban merupakan bulan di mana amal-amal shalih diangkat dan dilaporkan kepada Allah Rabbul ‘Alamin. Dan beliau senang ketika amalannya diangkat kelangit dan malaikat membawa catatan amalnya di sisi Allah subhanahu wata’ala beliau dalam keadaan sedang menunaikan ketaatan kepada-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“…Dia adalah bulan yang diangkat di dalamnya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku senang jika amalanku diangkat sementara aku sedang berpuasa.” (HR. An-Nasa’i No. 2357. Hadits ini derajatnya hasan)
Bulan Sya’ban yang kebanyakan manusia lalai darinya ini, ternyata kekasih kita Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam justru mengisinya dengan memperbanyak ibadah dengan dua alasan di atas.
Ini merupakan isyarat bahwa ketika banyak dari manusia yang lalai dan lupa kepada Allah pada suatu waktu, lalu kemudian ada hamba yang memanfaatkan waktu tersebut, maka hamba itu adalah hamba pilihan-Nya dan akan mendapatkan kemuliaan di sisi-Nya.
Tidakkah kita ingat bahwa di antara sekian banyak shalat yang sangat dianjurkan kepada kita adalah shalat malam atau qiyamul lail yang dikatakan sebagai seutama-utamanya shalat setelah yang wajib.
Di antara alasan kenapa ia menjadi paling utama adalah karena waktu mengerjakan shalat tersebut banyak manusia yang sedang lalai yakni terlelap dalam tidurnya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ، تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ
“Wahai manusia, tebarkanlah salam, berilah makan, sambunglah tali silaturahim dan shalatlah di malam hari saat manusia tertidur, niscaya kalian akan masuk ke dalam surga dengan selamat.” (HR. Ibnu Majah No. 1334; HR. At-Tirmidzi No. 1855)
Agenda Amal Shalih di Bulan Sya’ban
Agar kita tidak digolongkan dalam barisan hamba-Nya yang lalai di bulan Sya’ban ini, mari sama-sama kita siapkan agenda amal shalih di dalamnya.
Dan di antara agenda tersebut adalah:
Pertama: Memperbanyak puasa sunnah
Inilah yang awal kali diperhatikan oleh kaum muslimin, yakni memperbanyak puasa di bulan ini. Apakah berpuasa tiga hari, sepuluh hari, dua puluh hari ataukah berpuasa sepenuh hari di bulan Sya’ban bagi yang sudah terbiasa melakukannya. Karena disebutkan dalam sebuah riwayat keterangan dari Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha,
لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
“Tidaklah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan puasa di suatu bulan yang paling banyak kecuali di bulan Sya’ban. Sesungguhnya beliau berpuasa di sepenuh bulan ini.” (HR. Al-Bukhari No. 1970)
Kedua: Menyibukkan hari-hari dengan ketaatan
Lalai dari beribadah kepada Allah merupakan perkara yang dilarang dalam agama. Seyogianya orang yang beriman itu adalah mereka yang senantiasa ingat kepada Allah dengan cara menyibukkan diri dengan pelbagai amal ketaatan.
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
وَاذْكُرْ رَّبَّكَ فِيْ نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَّخِيْفَةً وَّدُوْنَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْاٰصَالِ وَلَا تَكُنْ مِّنَ الْغٰفِلِيْنَ
Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah. (QS. Al-A’raf: 205)
Seandainya manusia secara umum banyak yang lalai kepada Allah, maka orang yang beriman tidak akan mungkin melalaikan Allah subhanahu wata’ala. Karena ia selalu butuh kepada Allah Ta’ala, pertolongan-Nya, penjagaan-Nya, rezeki-Nya, ampunan-Nya dan kekuatan dari-Nya untuk menjalani hidup dan kehidupan.
Ketiga: Menyiapkan amal yang paling utama
Dikarenakan pada bulan ini amal saleh akan diangkat malaikat untuk dilaporkan kepada Allah, maka seyogianya kita berusaha menyiapkan amalan terbaik dan yang paling utama sehingga Allah merasa bangga dengan hamba-Nya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ، وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ الفَجْرِ وَصَلَاةِ العَصْرِ، ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ، فَيَسْأَلُهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ: كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي؟ فَيَقُولُونَ: تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ، وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ
“Para Malaikat malam dan Malaikat siang silih berganti mendatangi kalian. Dan mereka berkumpul saat shalat Fajar (Subuh) dan ‘Ashar. Kemudian Malaikat yang menjaga kalian naik ke atas hingga Allah Ta’ala bertanya kepada mereka, dan Allah lebih mengetahui keadaan mereka (para hamba-Nya), ‘Dalam keadaan bagaimana kalian tinggalkan hamba-hambaKu? ‘Para Malaikat menjawab, ‘Kami tinggalkan mereka dalam keadaan sedang mendirikan shalat. Begitu juga saat kami mendatangi mereka, mereka sedang mendirikan shalat’.” (HR. Al-Bukhari No. 7429)
Keempat: Meraih ampunan Allah di malam nisfu Sya’ban
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ * فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran di malam yang berkah, dan sesungguhnya Kami yang memberi peringatan. Di malam itu diturunkan setiap takdir dari Yang Maha Bijaksana.” (QS. Ad-Dukkhan: 3-4)
Di dalam kitab Tafsir Al-Qurthubi disebutkan sebagaimana perkataan Ikrimah bahwa yang di maksud malam hari dalam ayat ini adalah malam nisfu Sya’ban (pertengahan bulan). Meskipun mayoritas para ulama menjelaskan bahwa malam itu adalah lailatul qadar.
Maka dari itu meskipun tidak dalam rangka menetapkan secara khusus waktu tersebut akan tetapi kita memuliakan anjuran untuk mengisi kebaikan di malam tersebut. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat,
إِنَّ اللَّهَ لَيَطَّلِعُ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ
“Sesungguhnya Allah melihat pada malam pertengahan Sya’ban. Maka Dia mengampuni semua makhluknya, kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR. Ibnu Majah No. 1390. Hadits ini derajatnya hasan)
Semoga Allah Ta’ala membimbing kita untuk dapat senantiasa melakukan ketaatan di bulan Sya’ban yang mulia ini.
(Sumber: Kutip Ulasan Dakwah Materi Khutbah)