Garut Kabarnusa24.com
Kontributor teratas dalam peningkatan pajak daerah di Kabupaten Garut, tercatat ada tiga atau _Top Three Contributor_, yaitu Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Restoran dengan jumlah kontribusi sebesar 5,3 miliar pertahun, dan Pajak Penerangan Jalan sebesar 4,3 miliar pertahun.
Hal itu dikemukakan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Garut, Didit Fajar Putradi, usai menggelar _Forum Group Discussion_ (FGD) Ngorejat bertema “Strategi Peningkatan Kapasitas Fiskal Daerah Kabupaten Garut”, di Aula BAPPEDA Garut, Jalan Patriot, Kecamatan Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Kamis (18/4/2024).
Sedangkan _top three_ di kontributor peningkatan retribusi daerah, sambung Didit, yaitu Retribusi IMB sebesar 1,1 miliar rupiah per tahun, Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga sebesar 700 juta pertahun, Retribusi Pengawasan dan Pengendalian Menara Telekomunikasi 564 juta rupiah juga per tahun.
Lebih lanjut, Didit mengungkapkan hasil Analisis Tipologi Klassen menggunakan LQ untuk penentuan Sektor Basis dan DLQ untuk menentukan Sektor Prospektif, di mana sektor pertanian di Kabupaten Garut dikategorikan sebagai sektor yang maju.
“Kemudian pertambangan dan penggalian juga, perdagangan besar dan eceran, ini penyediaan akomodasi dan mamin (makan minum) cukup menonjol, jasa keuangan dan asuransi, administrasi pemerintahan, pertahanan jamsos wajib, serta jasa pendidikan,” tambahnya.
Sedangkan sektor industri pengolahan, pengadaan listrik dan gas, konstruksi, dan pergudangan, jasa kesehatan dan kegiatan sosial masuk kategori berkembang. Dan beberapa sektor yang masuk ke dalam kategori tertinggal adalah pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang, serta informasi dan komunikasi.
“Yang tumbuh cepat atau yang progresif itu ada di industri pengolahan, pengadaan listrik gas, pengadaan air, pengelolaan sampah, tumbuh cepat sekalipun masih tertinggal dibandingkan wilayah yang lain, informasi dan komunikasi pun demikian,” lanjutnya.
Asisten Daerah II Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Teti Sarifeni, juga turut memberikan pandangannya mengenai isu-isu strategis yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Garut. Teti menyoroti aspek-aspek penting seperti kualitas tata kelola pajak daerah, retribusi daerah, pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta pendapatan asli daerah lainnya. Keempat sumber PAD inilah yang akan bersinergi dalam menghasilkan PAD secara optimal.
Berkaitan dengan tata kelola sumber pendapatan asli daerah di lingkungan SKPD penghasil, maupun BUMD, menurut Teti, suka atau tidak suka kita harus mengakui, selama ini masih banyak dihadapkan pada kelemahan maupun distorsi pada aspek teknis operasional.
“Ini mengakibatkan belum optimalnya capaian kinerja pendapatan daerah suka atau tidak suka khususnya PAD,” ungka Teti.
Teti juga menyoroti beberapa kelemahan dalam pengelolaan PAD di Kabupaten Garut, termasuk kurangnya akurasi dalam data objek pajak, salah satunya yaitu masih banyaknya bidang tanah yang belum terdata dan memiliki Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT). Selain itu, kelemahan lainnya adalah sistem pengawasan serta pengendalian pemungutan dan pengumpulan pajak maupun retribusi yang belum memadai.
“Misalnya realisasi pajak hotel dan pajak restoran belum sesuai dengan potensi,” tandasnya.
Dengan adanya FGD ini, diharapkan akan tercipta sinergi antara berbagai pihak terkait untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah Kabupaten Garut secara optimal, melalui peningkatan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan pajak dan retribusi daerah serta pendapatan asli daerah lainnya.(AR)