Opini

Digitalisasi Pendidikan : Solusi atau Tantangan Baru bagi Sistem Pembelajaran ?

3
×

Digitalisasi Pendidikan : Solusi atau Tantangan Baru bagi Sistem Pembelajaran ?

Sebarkan artikel ini
Digitalisasi Pendidikan : Solusi atau Tantangan Baru bagi Sistem Pembelajaran ?

Penulis : Irna Sari Aprillia Ritonga (230240105) Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Malikussaleh (Unimal) Aceh

 

kabarnusa24.com. || DIGITALISASI dalam dunia pendidikan seakan menjadi keniscayaan di era serba digital saat ini. Pandemi Covid-19 yang memaksa proses pembelajaran dilakukan secara daring telah mempercepat transformasi digital di sektor pendidikan. Namun, kebijakan digitalisasi pendidikan ini menuai pro dan kontra dalam masyarakat. Pada satu sisi, digitalisasi dipandang sebagai solusi untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan. Namun di sisi lain, digitalisasi juga membawa tantangan baru terkait kesenjangan akses, perubahan metode pembelajaran, dan kesiapan sumber daya.

 

Pemerintah melalui Kemendikbudristek gencar mendorong digitalisasi pendidikan dengan berbagai program. Pada 2022, anggaran untuk transformasi digital pendidikan mencapai Rp5,57 triliun (Kemendikbudristek, 2022). Salah satu upaya yang dilakukan adalah pengembangan Sistem Pembelajaran Digital (SPED) yang menyediakan konten pembelajaran digital untuk jenjang SD-SMA. Data Kemendikbudristek (2022) menunjukkan sebanyak 23,2 juta peserta didik dan 1,8 juta guru telah menggunakan platform SPED.

 

Pendukung digitalisasi menyatakan bahwa transformasi ini dapat meningkatkan akses pendidikan yang lebih merata. Konten pembelajaran digital mampu menjangkau daerah-daerah terpencil yang selama ini kesulitan mendapat akses pendidikan berkualitas. Selain itu, digitalisasi juga membuka peluang untuk pembelajaran yang lebih interaktif, visual, dan menarik bagi generasi milenial. Contoh konkret dari manfaat ini terlihat dalam penggunaan aplikasi seperti Ruangguru dan Zenius, yang mengalami peningkatan pengguna secara signifikan selama pandemi.

 

Namun, digitalisasi pendidikan juga menghadapi tantangan yang tidak mudah diatasi. Survei APJII (2021) mencatat bahwa sekitar 51,5% masyarakat Indonesia belum melek internet. Kesenjangan akses digital ini berpotensi menciptakan jurang baru dalam pendidikan. Tantangan lain adalah perubahan cara mengajar yang memerlukan kompetensi dan kesiapan guru, serta penyesuaian metode pembelajaran yang tidak bisa sepenuhnya digantikan dengan media digital. Data dari Kemendikbudristek (2021) menunjukkan bahwa hanya sekitar 40% guru merasa cukup terampil dalam menggunakan teknologi untuk mengajar.

 

Selain itu, esensi pendidikan sebagai proses pembentukan karakter dan interaksi sosial juga dipertanyakan ketika pembelajaran serba digital. Menurut penelitian Pusat Data dan Teknologi Pendidikan Kemdikbud (2022), sebanyak 72% siswa mengalami penurunan minat belajar selama pembelajaran daring pada pandemi. Hal ini mengindikasikan bahwa pembelajaran yang serba digital mungkin kurang efektif dalam jangka panjang.

 

Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya harus memastikan ketersediaan infrastruktur digital yang merata di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di daerah terpencil dan tertinggal. Hal ini mencakup pembangunan jaringan internet yang cepat dan stabil, serta penyediaan perangkat keras yang memadai bagi siswa dan guru.

 

Selain itu, pelatihan dan pendampingan bagi guru dan tenaga pendidik harus digencarkan agar mereka dapat mengoptimalkan penggunaan teknologi digital dalam pembelajaran. Kemendikbudristek telah memulai Program Guru Penggerak, yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi guru dalam mengajar secara digital.

 

Di sisi lain, pendekatan pembelajaran digital sebaiknya tidak menghilangkan interaksi langsung antara guru dan murid serta aktivitas sosial di lingkungan sekolah. Metode blended learning yang mengombinasikan pembelajaran tatap muka dan digital bisa menjadi model yang lebih ideal. Dengan demikian, kita dapat memanfaatkan kemajuan teknologi digital tanpa mengorbankan aspek-aspek penting dalam pendidikan secara keseluruhan. Blended learning memungkinkan siswa mendapatkan yang terbaik dari kedua dunia: fleksibilitas dan aksesibilitas dari pembelajaran digital, serta kedalaman dan koneksi personal dari pembelajaran tatap muka.

 

Selain itu, evaluasi berkelanjutan terhadap efektivitas program digitalisasi pendidikan harus dilakukan. Pemerintah perlu mendengarkan umpan balik dari semua pemangku kepentingan, termasuk siswa, guru, dan orang tua, untuk terus meningkatkan kebijakan dan program yang ada. Dengan pendekatan yang adaptif dan responsif, tantangan yang dihadapi dalam digitalisasi pendidikan dapat diatasi secara bertahap.

 

Menyikapi Tantangan dan Membangun Solusi

 

Digitalisasi pendidikan juga memerlukan pendekatan yang inklusif, memastikan bahwa semua siswa, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus, dapat mengakses dan memanfaatkan teknologi pendidikan. Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan dan program khusus untuk mendukung siswa dengan kebutuhan khusus, seperti menyediakan alat bantu teknologi yang disesuaikan dan bahan ajar yang mudah diakses.

 

Dengan mengintegrasikan teknologi yang ramah ke dalam lingkungan pembelajaran, kita dapat memastikan bahwa tidak ada siswa yang tertinggal dalam era digital ini. Langkah-langkah konkret seperti pelatihan bagi guru tentang cara menghadapi kebutuhan khusus siswa secara digital dan pengembangan aplikasi edukasi yang memperhatikan keberagaman siswa dapat membantu menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih inklusif dan merata.

 

Pada akhirnya, digitalisasi pendidikan merupakan keniscayaan di era modern ini. Namun, implementasinya harus dilakukan secara hati-hati dan dibarengi dengan persiapan infrastruktur, sumber daya manusia, serta penyesuaian metode pembelajaran yang tepat. Digitalisasi bukanlah solusi tunggal, melainkan alat untuk meningkatkan kualitas dan akses pendidikan secara menyeluruh bagi generasi penerus bangsa.

 

Dengan strategi yang tepat, digitalisasi pendidikan dapat menjadi katalisator untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif, adaptif, dan berkelanjutan di Indonesia. Dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas, tanpa terkecuali.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *