Tutup
Pendidikan

Kontroversi Kenaikan UKT: Antara Peningkatan Mutu dan Akses Pendidikan yang Adil

2
×

Kontroversi Kenaikan UKT: Antara Peningkatan Mutu dan Akses Pendidikan yang Adil

Sebarkan artikel ini
Kontroversi Kenaikan UKT: Antara Peningkatan Mutu dan Akses Pendidikan yang Adil

writer : Amanda Adilla Fitria (230240097) Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Malikussaleh (Unimal) Aceh

Aceh – kabarnusa24.com.

RENCANA kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di sejumlah perguruan tinggi negeri (PTN) kembali memicu perdebatan hangat. Di satu sisi, kenaikan UKT dikatakan sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi dan daya saing lulusannya. Namun di sisi lain, kebijakan ini mengkhawatirkan akan semakin membatasi akses masyarakat kurang mampu untuk memperoleh pendidikan tinggi berkualitas.

Pendukung kenaikan UKT menyatakan bahwa dana yang lebih besar akan memungkinkan PTN untuk merekrut tenaga pendidik berkualitas, mengembangkan fasilitas pembelajaran terkini, serta mendukung kegiatan riset dan inovasi. Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan bahwa anggaran PTN yang bersumber dari pemerintah hanya sekitar 61,5% dari total kebutuhan pada 2022. Sisanya harus dipenuhi dari sumber lain seperti UKT mahasiswa. Tentunya dengan tambahan dana dari kenaikan UKT, PTN dapat meningkatkan mutu layanan mereka. Sebagai contoh, peningkatan dana ini dapat digunakan untuk memperbarui laboratorium, meningkatkan kualitas perpustakaan, serta mendanai penelitian yang berdampak langsung pada peningkatan kualitas pendidikan.

Namun di sisi lain, penolak kebijakan ini menyoroti bahwa kenaikan UKT akan semakin mempersulit akses masyarakat kurang mampu untuk mendapatkan pendidikan tinggi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa jumlah mahasiswa PTN dari keluarga berpenghasilan rendah hanya 16,6% pada 2021. Meskipun ada skema pembebasan dan keringanan UKT, faktanya masih banyak masyarakat yang terkendala secara finansial untuk kuliah di PTN. Kenaikan UKT berpotensi memperlebar kesenjangan pendidikan dan menciptakan pengelompokan di masyarakat berdasarkan status ekonomi. Banyak mahasiswa dari keluarga kurang mampu masih kesulitan untuk memenuhi biaya hidup sehari-hari, sehingga kenaikan UKT dapat menjadi beban tambahan yang memberatkan.

Perlu disadari bahwa pendidikan tinggi bukan hanya soal mutu, tetapi juga keadilan dan pemerataan akses. Sebuah negara yang ingin maju dan kompetitif secara ekonomi harus memastikan bahwa seluruh warganya, tanpa melihat latar belakang ekonomi, memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan tinggi. Jika akses ke pendidikan tinggi hanya dinikmati oleh kalangan tertentu, maka negara tersebut akan kehilangan banyak talenta potensial yang justru berasal dari kelompok kurang mampu. Pengalaman dan penelitian menunjukkan bahwa banyak siswa berprestasi datang dari keluarga dengan latar belakang ekonomi yang beragam, dan mereka membutuhkan dukungan yang memadai untuk bisa mengoptimalkan potensinya.

Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa kebijakan kenaikan UKT harus disertai dengan skema bantuan dan beasiswa yang lebih luas dan inklusif. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan telah mengalokasikan anggaran Rp3,8 triliun untuk beasiswa bagi mahasiswa kurang mampu pada 2022. Namun angka ini masih jauh dari cukup, mengingat ada sekitar 1,1 juta mahasiswa PTN yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah.

Selain itu, penerapan UKT yang lebih tinggi harus diimbangi dengan transparansi dalam penggunaan dana tersebut, serta akuntabilitas dalam peningkatan mutu pendidikan. PTN harus memastikan bahwa setiap rupiah yang diperoleh dari kenaikan UKT benar-benar digunakan untuk memperbaiki fasilitas pendidikan, meningkatkan kualitas pengajaran, dan mendukung penelitian yang bermanfaat.

Pemerintah juga perlu mempertimbangkan untuk mengembangkan skema pembiayaan yang memungkinkan mahasiswa membayar biaya kuliah setelah mereka lulus dan mendapatkan pekerjaan, seperti sistem income-contingent loans yang diterapkan di beberapa negara. Skema ini dapat memberikan fleksibilitas bagi mahasiswa dalam menghadapi beban biaya kuliah, tanpa mengorbankan akses mereka terhadap pendidikan tinggi.

Menjaga Keseimbangan antara Mutu dan Akses

Untuk mengatasi polemik kenaikan UKT, diperlukan langkah-langkah strategis yang bisa menjaga keseimbangan antara peningkatan mutu pendidikan dan akses yang adil bagi semua lapisan masyarakat. Salah satu solusi yang dapat diimplementasikan adalah penguatan skema beasiswa berbasis kebutuhan. Beasiswa seperti Bidikmisi dan KIP Kuliah harus diperluas jangkauannya sehingga dapat menampung lebih banyak mahasiswa dari keluarga kurang mampu. Pemerintah juga harus memastikan bahwa prosedur untuk mendapatkan beasiswa ini transparan dan tidak birokratis.

Selain itu, PTN dapat mengembangkan model pembiayaan pendidikan berbasis kinerja atau merit-based funding. Dalam model ini, PTN yang berhasil menunjukkan peningkatan mutu pendidikan dan kinerja akademik yang baik bisa mendapatkan dana tambahan dari pemerintah. Dengan cara ini, PTN akan termotivasi untuk terus meningkatkan kualitas layanan pendidikan tanpa harus membebani mahasiswa dengan kenaikan UKT yang signifikan.

Pengembangan kerja sama dengan sektor swasta juga bisa menjadi alternatif sumber pendanaan bagi PTN. Banyak perusahaan besar yang memiliki program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yang bisa diarahkan untuk mendukung pendidikan tinggi. PTN dapat menjalin kemitraan dengan perusahaan-perusahaan ini untuk mendapatkan dukungan finansial maupun fasilitas pendidikan.

Pada akhirnya, pendidikan tinggi yang berkualitas dan terjangkau seharusnya menjadi hak setiap warga negara. Dengan menyeimbangkan antara peningkatan mutu dan keadilan akses, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuhnya talenta-talenta terbaik bangsa, tanpa membedakan latar belakang ekonomi mereka. Hanya dengan demikian, Indonesia dapat membangun sumber daya manusia berkualitas yang mampu menghadapi tantangan global dan memajukan bangsa ini. Keseimbangan antara mutu pendidikan dan akses yang adil harus menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan pendidikan, agar setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan berkontribusi bagi negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *