Religi  

Menjaga Remaja dari Angan Semu Judi Online

Menjaga Remaja dari Angan Semu Judi Online
H.M. Sidik Sisdiyanto (Direktur KSKK Madrasah, Kementerian Agama)

KABARNUSA24.COM,- Fenomena judi online di Indonesia sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, menjadikan negara ini berada dalam kondisi darurat. Perkembangan teknologi dan akses internet mampu membantu pekerjaan kita semakin mudah, namun di sisi lain menghadirkan sisi negatif seperti praktik perjudian melalui platform digital. Meskipun berbagai peraturan telah diterapkan untuk melarang aktivitas ini, judi online tetap tumbuh subur dan menimbulkan dampak negatif yang luas bagi masyarakat. Salah satu tantangan terbesar dalam menangani darurat judi online adalah sifat anonim dan lintas batas dari aktivitas tersebut. Situs-situs judi online yang banyak berbasis di luar negeri, membuat penegakan hukum menjadi lebih kompleks.

Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah melakukan pemblokiran terhadap ribuan situs judi online, namun para pelaku terus mencari cara untuk menghindari blokir tersebut dengan berpindah-pindah situs atau menggunakan VPN. Dampak dari judi online sangat merugikan, tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi keluarga dan masyarakat secara keseluruhan. Banyak kasus di mana individu mengalami kerugian finansial yang besar, terjerat hutang, dan bahkan mengalami gangguan mental akibat kecanduan judi. Selain itu, konflik dalam keluarga sering kali muncul sebagai akibat dari kebiasaan berjudi, menciptakan ketegangan dan masalah sosial lainnya. Judi menjadi angan-angan semu, yang hanya menggerus harta dan meretakkan bahtera rumah tangga.

Seluruh provinsi di Indonesia sudah terpapar judi online, seperti yang diungkap Kepala Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring (Satgas Judi Online) Menko Polhukan Hadi Tjahjanto yang menyampaikan sudah memiliki data warga yang bermain judi online di seluruh wilayah Indonesia. Jumlah transaksi hingga perputaran uang dari aktivitas yang dilakukan juga sudah diperoleh. Judi online ini merambah sampai ke tingkat desa, tingkat kelurahan dengan berbagai modus. Berdasarkan data yang diperoleh Satgas, terdapat lima provinsi yang menjadi sarang pemain judi online. Nilai transaksinya bahkan mencapai triliunan rupiah. Paling atas Jawa Baratdengan nilai transaksi Rp 3,8 triliun. Kedua adalah Daerah Khusus Istimewa Jakarta (DKI Jakarta) dengan total transaksi Rp 2,3 triliun. Provinsi ketiga yang paling banyak ditemukan pemain judi online adalah Jawa Tengah dengan perputaran uangnya mencapai Rp 1,3 triliun. Selanjutnya adalah Jawa Timur dan yang kelima adalah Banten.

Selain itu, Satgas juga mengungkap bahwa per Juni 2024, terdapat 80.000 anak berusia di bawah 10 tahun yang terdeteksi bermain judi online. Angka ini setara dengan 2% dari total 2,37 juta pelaku judi online di Indonesia. Rentang usia pemain judi online lainnya adalah 10-20 tahun: 11% (sekitar 440.000 orang), 21-30 tahun: 13% (sekitar 520.000 orang), 31-50 tahun: 40% (sekitar 1,64 juta orang) dan di atas 50 tahun: 34% (sekitar 1,35 juta orang).

Judi Online dalam Fikih dan Undang-undang

Judi online dilarang dalam agama dan peraturan perundang-undangan. Dalam Islam, judi (maisir) secara tegas dilarang dan dianggap sebagai perbuatan yang haram. Larangan ini mencakup semua bentuk perjudian, termasuk judi online yang semakin marak di era digital. Larangan terhadap judi secara eksplisit disebutkan dalam Al-Qur’an. Salah satu ayat yang mengatur tentang hal ini adalah Surat Al-Ma’idah ayat 90: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan keji dari perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

Ayat ini menegaskan bahwa berjudi adalah perbuatan yang termasuk dalam tindakan keji dan diperintahkan untuk dijauhi. Dalam beberapa hadis, Nabi Muhammad SAW juga menyebutkan larangan terhadap perjudian. Salah satunya adalah: “Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya, ‘Marilah berjudi’, maka hendaklah ia bersedekah” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menunjukkan bahwa mengajak orang lain untuk berjudi saja sudah merupakan dosa, apalagi melakukannya.

Islam melarang perjudian karena berbagai dampak negatif yang ditimbulkan. Judi dapat menyebabkan kerugian finansial yang besar, memicu konflik sosial, serta menimbulkan ketergantungan atau kecanduan yang merusak mental dan moral seseorang. Perjudian juga dianggap sebagai cara yang tidak adil untuk memperoleh harta, karena melibatkan spekulasi dan tidak didasarkan pada usaha yang halal atau produktif. Dalam ekonomi Islam, harta harus diperoleh melalui cara-cara yang halal, seperti perdagangan, pertanian, dan usaha produktif lainnya. Judi tidak memenuhi prinsip ini karena melibatkan risiko tinggi dan tidak ada jaminan yang jelas atas hasil yang didapat. Islam menganjurkan umatnya untuk bekerja keras dan mencari nafkah dengan cara yang halal dan baik ‘halalan thoyyiban’, serta menghindari cara-cara yang merugikan diri sendiri dan orang lain.

Di Indonesia, judi online dianggap ilegal dan dilarang oleh hukum. Larangan ini didasarkan pada beberapa peraturan perundang-undangan yang secara tegas melarang segala bentuk perjudian. Pasal 303 KUHP menyatakan bahwa setiap orang yang secara sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk bermain judi, atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara maksimal sepuluh tahun atau denda maksimal dua puluh lima juta rupiah. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 27 ayat (2) UU ITE menyatakan bahwa setiap orang dilarang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan informasi elektronik yang memiliki muatan perjudian. Pelanggaran terhadap ketentuan ini diancam dengan pidana penjara maksimal enam tahun dan/atau denda maksimal satu miliar rupiah.

Meskipun demikian, praktik judi online masih sering terjadi dan menjadi tantangan tersendiri bagi penegak hukum. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan untuk tetap waspada dan menghindari segala bentuk perjudian, termasuk judi online, demi kebaikan diri sendiri, masyarakat dan anak-anak generasi bangsa.
Menjaga Remaja dari Angan-Angan Semu

Judi online sering kali dipromosikan sebagai jalan cepat untuk meraih kekayaan dan sukses finansial. Iklan-iklan yang menggoda, bonus besar, dan kisah sukses yang dikemas secara menarik membuat para remaja tergiur untuk mencoba peruntungannya. Namun, di balik semua janji manis tersebut, judi online menyimpan banyak risiko dan ancaman yang serius. Angan-angan kekayaan yang ditawarkan sebenarnya lebih banyak menyesatkan daripada membawa keberuntungan. Banyak anak muda terjebak dalam ilusi bahwa mereka dapat dengan mudah memenangkan uang besar melalui judi online. Namun, kenyataannya, kebanyakan pemain justru mengalami kerugian besar. Kasino online dan platform judi lainnya dirancang untuk menguntungkan pemiliknya, bukan para pemain. Algoritma yang digunakan sering kali diatur sedemikian rupa sehingga peluang menang bagi pemain sangat kecil. Meskipun ada beberapa yang mungkin beruntung dan memenangkan sejumlah uang, mayoritas pemain biasanya mengalami kerugian yang signifikan.

Judi online sering kali menarget kaum remaja dengan janji-janji kekayaan instan dan kehidupan mewah. Namun, di balik kilauan kemenangan dan hadiah besar, tersembunyi realitas pahit yang dialami oleh pemain. Kekayaan yang ditawarkan oleh judi online adalah kekayaan semu, sebuah ilusi yang menjebak dan merugikan lebih banyak orang daripada yang diuntungkan. Platform judi online dirancang untuk menarik dan mempertahankan pemain dengan berbagai strategi pemasaran yang canggih. Bonus pendaftaran, putaran gratis, dan promosi menarik lainnya adalah bagian dari taktik ini. Kisah sukses dari beberapa pemenang yang dipublikasikan secara luas memberikan kesan bahwa kekayaan mudah dicapai. Namun, kenyataannya sangat berbeda.

Pemain yang terus mencoba untuk mengembalikan kerugian mereka sering kali terjebak dalam siklus kecanduan yang merusak. Kecanduan judi online adalah masalah serius yang dapat menghancurkan kehidupan generasi muda. Mereka yang terjebak dalam lingkaran kecanduan sering kali menghabiskan waktu dan uang yang seharusnya digunakan untuk belajar. Belajar tidak focus, hutang menumpuk dan hubungan dengan keluarga dan teman-teman rusak.

Selain kerugian finansial dan psikologis, judi online juga menimbulkan masalah sosial. Konflik keluarga dan pertemanan sering kali timbul ketika seseorang kecanduan judi, menyebabkan stres, ketegangan dan bahkan perpecahan. Tidak jarang, individu yang kecanduan beralih ke tindakan kriminal seperti penipuan atau pencurian untuk mendanai kebiasaan berjudi mereka.

Untuk menghindari jebakan kekayaan semu para remaja dari judi online, penting bagi madrasah/sekolah dan orangtua untuk menyadari risiko dan bahaya yang ada. Edukasi dan sosialisai tentang dampak negatif judi dan pentingnya pengelolaan keuangan yang bijaksana adalah langkah awal yang penting. Alih-alih mencari jalan pintas melalui judi, fokus pada usaha produktif, kerja keras, dan investasi yang aman adalah cara yang lebih realistis dan berkelanjutan untuk mencapai kesejahteraan finansial. Menghindari judi online dan segala bentuk perjudian lainnya adalah kunci untuk melindungi diri dan keluarga dari ilusi kekayaan yang menyesatkan dan merusak. Selain itu, madrasah/sekolah harus menyediakan layanan dukungan bagi individu yang terdampak oleh judi online, termasuk layanan konseling dan rehabilitasi.

Oleh: H.M. Sidik Sisdiyanto (Direktur KSKK Madrasah, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama RI)

Sumber: Kemenag RI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *