MOJOKERTO, – kabarnusa24.com.
Sekarang ini, Kepala SD dan SMP baik negeri maupun swasta se-Kabupaten Mojokerto, dicemaskan dengan munculnya surat edaran elektronik nomor 421/712/ 416-101/2024 yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Ludfi Ariyono, AP. S.Sos. MSi.
Kecemasan kepala sekolah di lingkungan pendidikan ini, ditengarai menimbulkan kegaduhan yang seakan tiada hentinya, semenjak Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati melantik Ludfi Ariyono pada Selasa, (21/03/2023) silam.
Pelantikan Ludfi Ariyono yang diselenggarakan di Lantai II kantor Bappeda tersebut, tertuang di SK Bupati Mojokerto nomor 821.2/ 15 /hk/416-012/2023, tentang Pemberhentian/Pengangkatan Dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama.
Kala itu, Bupati Ikfina sempat berpesan agar Ludfi Ariyono, dapat membantu kemajuan sektor pendidikan di Kabupaten Mojokerto, setelah sebelumnya, ia menyandang jabatan kepemimpinan di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) di wilayah yang sama.
Dikatakan oleh aktivis pemerhati pendidikan Hadi Purwanto ST., SH, bahwa di Dinas Pendidikan saat ini, telah terjadi kegaduhan terkait adanya surat edaran elektronik.
“Surat edaran tersebut, telah membuat gaduh dan resah para kepala sekolah dan guru-guru pengajar. Karena, diduga surat tersebut sarat ancaman sanksi yang tidak mendasar dan mendidik. Sementara, satu sisi ada instruksi dinas pendidikan agar membeli buku dari pemilik penerbit tertentu yang menggunakan dana BOS,” ungkapnya. Minggu, (27/07/2024).
Sebab itu, ia menyebut jika Bupati Ikfina selama ini sudah salah besar melantik Ludfi Ariyono menjadi Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto.
Menurut Hadi, Ludfi Ariyono merupakan sosok ASN yang tidak mempunyai ilmu dan kecakapan di dunia pendidikan. Disamping itu, ia menyampaikan bahwa orang tersebut juga mempunyai rekam jejak yang buruk saat menjalankan kepemimpinannya.
“Selaku ASN, dia tidak sadar menjalankan tugas pokok dan fungsinya yang telah diatur dalam peraturan dan ketentuan yang berlaku. Jadi jangan mudah menyudutkan kepala sekolah dan pihak sekolah sebagai yang bersalah. Itu salah besar,” tegas Hadi.
Menurut pria yang merupakan pendiri sekaligus ketua di Lembaga Kajian Hukum dan Kebijakan Publik (LKH-KP) BARRACUDA Indonesia serta LBH Djawa Dwipa ini, dirinya merasa terpanggil untuk meluruskan permasalahan itu agar penyelenggaraan pendidikan di tingkat SD dan SMP di Kabupaten Mojokerto kembali ke marwahnya serta tidak dikendalikan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Dijelaskan pula olehnya bahwa tidak semua sekolah itu memaksakan muridnya membeli buku dan tidak semua buku bertentangan dengan peraturan dan kurikulum yang berlaku.
“Maka demi kebaikan penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Mojokerto, demi menciptakan rasa aman dan nyaman kepala sekolah dan pihak sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan, maka dalam waktu dekat ini kami akan berkirim surat peringatan kepada Kepala Dinas Pendidikan,” lontar Ayah, remaja dua putri ini.
Pria 47 tahun itu pun menilai, bahwa surat edaran yang telah dikeluarkan tersebut patut diduga cacat formil dan materiil, serta tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
“Jikalau peringatan kami tidak dihiraukan, maka dengan terpaksa kami akan melaporkan Kepala Dinas ini ke pihak yang berwajib,” tegas Hadi dengan nada berat.
Karenanya, sebagai bentuk tanggung jawab dan demi kebaikan di dunia pendidikan, Hadi pun berharap agar Bupati Ikfina secara tegas memberikan sanksi dan mengganti Kepala Dinas Pendidikan dengan orang yang punya kompeten, serta memiliki dasar kepemimpinan yang baik, berakhlak mulia dan tidak mempunyai rekam jejak yang buruk.
Tidak sampai disitu, bahkan warga asal desa Kedunglengkong ini juga meminta agar Bupati Ikfina dapat bertindak tegas dalam penyelesaian masalah tersebut. Namun jika Bupati Ikfina tak punya waktu dan ketegasan, maka ia meminta Gus Barra selaku wakilnya untuk mengambil sikap dengan tegas dan bijak.
“Karena hanya Bupati Ikfina dan wakil Bupati Gus Barra yang mempunyai wewenang menyelesaikan permasalahan ini,” tutur Hadi berharap.
Dalam pernyataan berikutnya, Hadi menyampaikan beberapa rekam jejak kepemimpinan Ludfi Ariyono selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Mojokerto sebagai berikut:
1). Bahwa saat menjabat kepala dinas PUPR tahun 2016, Ludfi Ariyono diduga memberi uang sebesar Rp 50 juta kepada Nano Santoso Hudiarto alias Nono, ketika berada di Mall City of Tomorrow, jalan Ahmad Yani, nomor 288, Surabaya. Uang tersebut, terindikasi berasal dari Dana Taktis Dinas PU (APBD) yang disinyalir untuk kepentingan mantan Bupati MKP.
2). Bahwa saat menjabat kepala dinas PUPR tahun 2016, Ludfi Ariyono diduga memberi uang sebesar Rp 100 juta kepada Setda Teguh Gunarko yang kala itu menjabat kepala Bapenda. Uang yang terindikasi berasal dari Dana Taktis Dinas PU (APBD) tersebut, diserahkannya ketika berada di kantor Bapenda Kabupaten Mojokerto yang disinyalir untuk kepentingan mantan Bupati MKP.
3). Bahwa saat menjabat kepala dinas PUPR tahun 2016, Ludfi Ariyono diduga memberi uang sebesar Rp 20 juta kepada Sekwan DPRD Bambang Wahyuadi yang kala itu menjabat Inspektur Daerah. Uang tersebut diserahkannya di kantor Inspektorat Kabupaten Mojokerto yang terindikasi diperoleh dari Dana Taktis Dinas PU (APBD) untuk kepentingan mantan Bupati MKP.
4). Pada tahun 2016, Ludfi Ariyono diduga menerima uang sebesar Rp 500 juta dari MKP selaku Bupati Mojokerto kala itu. Penyerahan uang tersebut, dilakukan di Pringgitan, di rumah dinas Bupati jalan Ahmad Yani, nomor 16, Mojokerto.
5). Pada tahun 2017, Ludfi Ariyono diduga menerima uang sebesar Rp 1 milyar lebih 50 juta dari MKP selaku Bupati Mojokerto kala itu. Penyerahan uang tersebut, dilakukan di Pringgitan, rumah dinas Bupati jalan Ahmad Yani, nomor 16, Mojokerto.
6). Pada pertengahan tahun 2015 saat menjabat Kepala Dinas Cipta Karya, Ludfi Ariyono diduga diberi Bupati MKP sebuah mobil second merk Nissan Navara Double Cabin dengan Nopol S-8336-V di lokasi CV Musika yang beralamat di desa Tawar, kecamatan Gondang, kabupaten Mojokerto. Diperoleh informasi bahwa STNK tersebut sebelumnya atas nama orang lain, kemudian dialihkan atas nama Suparmaji yang merupakan mertua Ludfi Ariyono sendiri.
7). Ludfi Ariyono, juga diduga pernah memberikan uang untuk keperluan WTP BPK kepada Bambang Wahyu Adi.
Dari data yang dimiliki Hadi tersebut, ia berharap agar seorang Ludfi Ariyono ini dapat dijatuhi sanksi tegas, selaku ASN yang patut diduga telah melakukan pelanggaran disiplin pegawai negeri sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Tak cukup sedemikian itu Hadi menjelaskan, dirinya bahkan berharap agar KPK melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap Ludfi Ariyono beserta oknum kepala dinas lainnya, yang pada hari ini masih memangku jabatan di lingkungan Pemkab Mojokerto.
“Kami akan berkirim surat resmi ke KPK, dengan harapan KPK segera melakukan pemeriksaan lanjutan dan pengembangan perkara terhadap keterlibatan Ludfi Ariyono dan kepala dinas lainnya,” tegas Hadi.
Menurutnya, semenjak putusan Bupati MKP oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Surabaya yang tertuang di dalam Putusan Nomor 3/Pid.Sus-TPK/ 2022/PN Sby pada 22 September 2022 lalu, hingga saat ini mereka belum tersentuh oleh hukum.
Pihaknya pun berharap, agar apa yang dilakukannya selama ini bisa membawa manfaat serta kebaikan bagi dunia pendidikan pada khususnya, dan masyarakat Kabupaten Mojokerto pada umumnya.
“Mohon doa dari rakyat Mojokerto semuanya, agar apa yang kami perjuangkan ini dimudahkan oleh Alloh SWT. Semoga rasa keadilan dan kebenaran ini segera terwujud di Kabupaten Mojokerto,” pungkas Hadi mengakhiri wawancara.
Sementara, wakil Bupati Mojokerto Muhammad Al Barra, ketika diminta tanggapannya selaku salah satu pimpinan yang punya kewenangan, pihaknya mengungkapkan jika setiap kepala daerah memang memiliki kewenangan untuk memonitoring jalannya pemerintahan termasuk di bidang pendidikan.
“Tanggapan saya terkait edaran tersebut, seharusnya memang dilaksanakan sebagaimana mestinya,” pesan pria yang kerap disapa Gus Barra ini. Minggu, (28/07/2024).
Wakil Bupati Mojokerto berparas rupawan itu bahkan menyampaikan, jika masih ada temuan tarikan LKS sekolah-sekolah yang notabene telah di-cover pemerintah seperti SD dan SMP, maka hal itu melanggar aturan.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak kepala Dinas Pendidikan Ludfi Ariyono, Setda Teguh Gunarko, Sekwan DPRD Bambang Wahyuadi, serta Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati, meski telah dikonfirmasi sebelumnya via WhatsApp.
(Agung Ch/AR).