Religi

Islam Melarang Keras Perbuatan KDRT

3
×

Islam Melarang Keras Perbuatan KDRT

Sebarkan artikel ini
Islam Melarang Keras Perbuatan KDRT

Kabarnusa24.com,- Dalam ajaran Islam, KDRT merupakan perbuatan yang dilarang dan diharamkan. Islam sangat mengutuk segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga, termasuk pemukulan istri. Islam mengajarkan bahwa suami dan istri harus saling menghormati dan menyayangi. Suami harus menjadi pemimpin yang bijaksana dan penuh kasih sayang, sedangkan istri harus menjadi pendamping yang taat dan patuh.

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan masalah yang serius yang dapat berdampak buruk bagi korban. KDRT dapat menyebabkan korban mengalami luka fisik, psikis, dan bahkan kematian. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang bahaya KDRT dan cara mencegahnya.

Islam dengan tegas melarang segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga. Ajaran Islam menekankan pentingnya kasih sayang, hormat, dan kesetaraan antara suami dan istri. Kekerasan, terutama terhadap istri, bertentangan dengan nilai-nilai luhur Islam. Suami sebagai pemimpin keluarga dituntut untuk bersikap bijaksana dan penuh kasih sayang, sementara istri diharapkan menjadi pendamping yang setia.

Kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga perbuatan dosa yang berdampak buruk bagi korban. Kekerasan fisik, psikis, dan emosional yang dialami korban dapat menimbulkan trauma mendalam dan mengganggu keharmonisan keluarga. Hal ini sebagaimana dijelaskan Rasulullah SAW dalam sabdanya;

لا تضربوا إماء الله “ فجاء عمر فقال : قد ذئر النساء على أزواجهن ، فأذن لهم فضربوهن ، فأطاف بآل رسول الله صلى الله عليه وسلم نساء كثير فقال : لقد أطاف بآل رسول الله صلى الله عليه وسلم سبعون امرأة كلهن يشكين أزواجهن ، ولا تجدون أولئك خياركم

Artinya; “Janganlah memukul perempuan”. Tetapi datanglah Umar kepada Rasulullah Saw melaporkan bahwa banyak perempuan yang membangkang terhadap suami-suami mereka. Maka Nabi Saw memberi keringangan dengan membolehkan pemukulan itu. Kemudian (akibat dari keringanan itu) banyak perempuan yang datang mengitari keluarga Rasulullah Saw mengeluhkan suami-suami mereka. Maka Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya telah mengelilingi keluarga Rasulullah tujuh puluh wanita, semuanya mengadu tentang suami-suami mereka. Dan kalian tidak akan menemukan orang-orang seperti mereka di antara kalian sebagai orang-orang terbaik.” [HR. Ibnu Hibban, Baihaqi, dan Abu Daud].

Sementara itu, Imam Ibnu Hajar Al-Asqallani dalam kitab Fathul Bari, Jilid IX, halaman 213 menjelaskan dengan mengutip perkataan Imam Syafi’i, bahwa memukul istri sebagai bentuk disiplin hanya dibolehkan dalam kondisi tertentu, yaitu ketika seorang istri melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kewajibannya sebagai istri. Namun, pengarang kitab al-Umm ini menekankan bahwa cara yang lebih baik adalah dengan memberikan nasihat atau peringatan terlebih dahulu.

Lebih jauh lagi, ia mengingatkan bahwa kekerasan fisik dapat menimbulkan perasaan benci dan merusak hubungan suami istri. Oleh karena itu, tindakan fisik hanya boleh dilakukan sebagai upaya terakhir dalam mendisiplinkan istri, dan itu pun hanya dalam hal yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap perintah agama.

والصواب من القول في ذلك عندنا: أنه غير جائز لأحد ضرب أحد من الناس، ولا أذاه إلا بالحق؛ لقول الله تعالى: {والذين يؤذون المؤمنين والمؤمنات بغير ما اكتسبوا فقد احتملوا بهتانًا وإثمًا مبينًا} [الأحزاب:58]، سواء كان المضروب امرأة وضاربها زوجها، أو كان مملوكًا أو مملوكة وضاربه مولاه، أو كان صغيرًا وضاربه والده، أو وصي والده وصَّاه عليه، غير أن الله تعالى ذكره أباح لهؤلاء الذين سمينا -من ضرب من ذكرنا بالمعروف فيما فيه صلاحهم على وجه الأدب- ما حظر على غيرهم، إلا لذي سلطان وقيم للمسلمين

Artinya; Dan pendapat yang benar menurut kami tentang hal ini adalah: tidak dibolehkan bagi siapa pun untuk memukul atau menyakiti orang lain kecuali dengan alasan yang benar. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala: “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat dengan sesuatu yang tidak mereka lakukan, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 58).

Entah itu orang yang dipukul adalah seorang istri dan yang memukulnya adalah suaminya, atau seorang budak laki-laki atau perempuan dan yang memukulnya adalah tuannya, atau seorang anak kecil dan yang memukulnya adalah ayahnya, atau wali dari ayahnya yang diberi amanat untuk mengasuhnya. Akan tetapi, Allah Ta’ala telah memberikan izin kepada orang-orang yang telah kami sebutkan tadi – untuk memukul orang-orang yang telah kami sebutkan dengan cara yang baik dan dalam rangka memperbaiki mereka – sesuatu yang telah Allah haramkan bagi orang lain, kecuali bagi orang yang memiliki kekuasaan dan bertanggung jawab atas urusan umat Islam. [Ibnu Jarir At-Thabari dalam kitab Tahzibul Atsar wa Tafsilus Sabit an-Rasulillah minal Akhbar, jilid I, [Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 1971], halaman 159.]

Sumber: Tim Layanan Syariah Kemenag RI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *