JAKARTA, Kabarnusa24.com – Polemik pelarangan penggunaan hijab bagi dokter dan perawat di Rumah Sakit Medistra Jakarta Selatan kian ramai diperbincangkan di sosial media. Peraturan itu sensitif, khususnya bagi umat Islam karena hijab merupakan salah satu identitas sekaligus syariat bagi umat Islam.
Menanggapi hal tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DK Jakarta mengeluarkan pernyataan sikap yang menyatakan keberatan atas peraturan tersebut.
Ketua Umum MUI DKI Jakarta, KH Muhammad Faiz Syukron Makmun menyampaikan, pihak rumah sakit perlu segera mengklarifikasi untuk menghindari kegaduhan khususnya di kalangan umat beragama terutama di Jakarta.
“MUI Jakarta juga mendesak pemerintah maupun dinas terkait segera meninjau dan mengevaluasi peraturan/kebijakan yang sifatnya diskriminatif dan mencederai toleransi beragama di lembaga maupun instansi swasta, ” ungkap pengasuh pesantren Daarul Rahman itu Senin (02/09/2024) seperti tertuang dalam Pernyataan Sikap MUI DKI nomor PS-001/DP-PXI/IX/2024.
MUI DKI, kata dia, memandang bahwa penggunaan hijab terkait dengan etika dan kebebasan menjalankan syariat agama di lingkungan kerja.
Kebijakan pelarangan itu, imbuh dia, bertentangan dengan jaminan kebebasan beragama. Padahal UUD 1945 sebagai konstitusi telah menjamin hal tersebut pada pasal 29 ayat 1 dan 2.
“Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa dan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu, ” paparnya.
MUI DKI, ungkap Kiai Faiz, mendesak agar peraturan pelarangan berjilbab itu dicabut karena sifatnya yang diskriminatif. Aturan itu tidak menghormati keyakinan beragama para pegawai yang beragam di lingkungan rumah sakit tersebut.
“Kebijakan tersebut juga sangat tidak etis dan telah menyakiti perasaan umat Islam serta menimbulkan keresahan lingkungan masyarakat,” katanya.
Bila peraturan tersebut dibiarkan, Kiai Faiz mengatakan MUI DKI khawatir akan timbul keresahan yang menyebar di masyarakat.
“Bila dibiarkan, akan menjadi preseden yang tidak baik dan kejadian serupa berpotensi terulang di tempat lain,” pungkasnya.
Sumber: Majlis Ulama Indonesia/ MUI