Sekapur Sirih

Rezeki Melimpah, Janji Allah untuk Mereka yang Istiqomah

1
×

Rezeki Melimpah, Janji Allah untuk Mereka yang Istiqomah

Sebarkan artikel ini
Rezeki Melimpah, Janji Allah untuk Mereka yang Istiqomah
Ilustrasi Istiqomah

Oleh : Ustadz Zainuddin Lubis (Pegiat Kajian Islam) – Tafsir Surat Al-Jinn Ayat 16

Kabarnusa24.com – Dalam surat Al-Jinn ayat 16, Allah menyatakan bahwa siapa saja dari golongan manusia maupun jin yang tetap berpegang teguh dan menjalankan ketentuan-ketentuan Islam, maka akan dilapangkan rezekinya, dan dimudahkan segala urusan dunianya.Hal ini digambarkan dengan ungkapan “air yang segar,” yang merujuk pada air sebagai sumber kehidupan. Air yang melimpah adalah simbol kebahagiaan dan keberkahan yang luas. Simak firman Allah berikut;

وَّاَنْ لَّوِ اسْتَقَامُوْا عَلَى الطَّرِيْقَةِ لَاَسْقَيْنٰهُمْ مَّاۤءً غَدَقًاۙ

wa al lawistaqâmû ‘alath-tharîqati la’asqainâhum mâ’an ghadaqâ

Artinya; “Seandainya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), niscaya Kami akan mencurahkan air yang banyak (rezeki yang cukup),”.

Tafsir Al-Misbah

Tafsir Surat Al-Jinn Ayat 16 menurut Profesor Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menjelaskan bahwa Allah memberikan peringatan kepada orang-orang yang menyimpang dari kebenaran.

Mereka yang memilih untuk menentang ajaran Islam, baik dari golongan jin maupun manusia, akan menjadi bahan bakar neraka. Allah mengingatkan bahwa jika mereka patuh dan mengikuti jalan yang benar, yakni agama Islam, mereka akan meraih kebahagiaan yang sejati.

Dalam ayat ini, Allah seolah berkata bahwa jika saja mereka, baik manusia maupun jin yang kafir, tetap berada di jalan yang benar, yakni tuntunan agama Islam, niscaya mereka akan dianugerahi rezeki yang melimpah. Anugerah tersebut digambarkan sebagai air yang segar, yang mengisyaratkan kemakmuran dan kebahagiaan yang berlimpah.

Pemberian rezeki ini bukan semata-mata sebagai hadiah, melainkan sebagai ujian dari Allah untuk melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang kufur. Mereka yang berhasil lulus dalam ujian ini dengan mematuhi aturan Allah akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Sebaliknya, mereka yang gagal dalam ujian ini, yakni berpaling dari peringatan Allah yang telah menganugerahi mereka dengan berbagai kenikmatan, akan menghadapi siksa yang sangat berat.

Siksa ini digambarkan sebagai “siksa yang mendaki,” yang artinya semakin lama akan semakin berat dan menyakitkan. Hal ini menunjukkan bahwa azab yang Allah berikan tidak akan mereda, melainkan akan terus bertambah hingga pelakunya tidak mampu menahan rasa sakitnya.

Pesan utama dari ayat ini adalah bahwa ketaatan kepada Allah membawa kepada kebahagiaan dan keberkahan, sedangkan penolakan terhadap ajaran Islam hanya akan membawa penderitaan yang tiada habisnya.

Sejatinya, dengan mengikuti jalan yang benar, manusia dan jin dapat meraih keberuntungan, sementara berpaling dari petunjuk hanya akan mengundang kebinasaan. Allah memberikan kebebasan bagi makhluk untuk memilih, tetapi pilihan tersebut akan menentukan nasib mereka di dunia dan di akhirat.

Tafsir Thabari

Menurut Ibnu Jarir ath-Thabari, dalam Tafsir Jami’ul Bayan, surat Al-Jinn ayat 16 menerangkan bahwa Allah menjanjikan kelapangan rezeki dan kenikmatan dunia bagi orang [kalangan jin dan manusia] yang istiqamah dalam kebenaran.

Istiqamah di sini berarti berpegang teguh pada jalan yang benar dan terus-menerus menjalankan perintah Allah tanpa menyimpang. Jika jin dan manusia, yang merupakan subjek dari ayat ini, bersikap demikian, Allah akan meluaskan rezeki mereka dan memberikan kemudahan dalam kehidupan dunia.

Namun, perlu disadari bahwa kenikmatan dunia yang diberikan Allah bukan sekadar hadiah tanpa konsekuensi. Allah menyatakan bahwa Dia akan menguji manusia dan jin dengan kelapangan rezeki tersebut.

Ujian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana mereka tetap teguh dalam keimanan dan ketaatan kepada Allah ketika diberikan kemewahan dan kemudahan. Dengan demikian, nikmat yang diberikan Allah bisa menjadi sarana pengujian apakah seseorang tetap bersyukur dan tidak terjerumus dalam kesombongan atau ketidakpatuhan.

Sejatinya, lewat ayat ini Allah menerangkan bahwa rezeki yang melimpah bisa menjadi ujian bagi manusia dan jin, bukan sekadar pemberian yang menunjukkan kasih sayang Allah. Sebagai mukmin, kita diajak untuk senantiasa waspada terhadap jebakan kenikmatan dunia yang bisa membuat seseorang lupa akan tujuan utama hidup, yaitu beribadah kepada Allah.

Oleh karena itu, penting untuk menjaga keseimbangan antara menikmati rezeki Allah dan tetap berpegang teguh pada iman dan ketaatan. Imam ath-Thabari menyebutkan dalam Tafsir Jami’ul Bayan (kairo, Darul Ma’arif, t.t.: XXIII/662):

يقول تعالى ذكره : وأن لو استقام هؤلاء القاسطون على طريقة الحق والاستقامة ( لأسقيناهم ماء غدقا ) يقول : لوسعنا عليهم في الرزق ، وبسطناهم في الدنيا ( لنفتنهم فيه ) يقول : لنختبرهم فيه

Artinya; “Allah Ta’ala berfirman: “Dan sekiranya orang-orang yang menyimpang dari jalan kebenaran dan keistiqamahan (niscaya Kami akan memberikan mereka air yang melimpah).” Maksudnya, Kami akan melapangkan rezeki mereka dan memberikan kelimpahan dunia kepada mereka, (supaya Kami menguji mereka dengannya).” Yakni, untuk menguji mereka dengan kelapangan tersebut.”

Lebih lanjut, Ibnu Jarir at-Thabari, mengatakan terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai makna kata “عَلَى الطَّرِيْقَةِ” dalam Surat Al-Jinn ayat 16. Menurut Ibnu Abbas, istilah ini merujuk pada “istiqamah dalam taat,” yaitu konsistensi dalam ketaatan kepada Allah.

Sementara itu, Mujahid berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “thariqah” adalah jalan agama Islam. Pendapat ini menyebutkan bahwa jika manusia dan jin berpegang teguh pada ajaran Islam, mereka akan memperoleh keberkahan yang melimpah.

Selain itu, Abi Sufyan menjelaskan bahwa “thariqah” dalam ayat ini adalah jalan kebenaran, yang mencakup segala bentuk kejujuran dan keadilan. Sedangkan Muawiyah dan Zaid bin Zubair menyatakan bahwa “thariqah” bermakna agama.

Ini menunjukkan bahwa makna dari “thariqah” dalam ayat ini bisa mencakup ketaatan pada hukum agama dan prinsip-prinsip kebenaran yang diajarkan dalam Islam. Semua pendapat tersebut menegaskan pentingnya mengikuti ajaran agama untuk mendapatkan berkah dan petunjuk dari Allah.

Selanjutnya, menurut Ibnu Jarir ath-Thabari, ada ulama yang berpendapat bahwa maksud dari ayat 16 surat al-Jinn tersebut adalah jika manusia dan jin tetap berada dalam kesesatan, maka Allah akan memberikan kelapangan rezeki kepada mereka.

Ini bukan sebagai bentuk kasih sayang, tetapi sebagai istidraj, yang secara perlahan-lahan nikmat yang diberikan akan menuju kebinasaan. Rezeki yang melimpah diberikan agar mereka semakin jauh dari kebenaran dan terperdaya oleh kenikmatan dunia, sehingga akhirnya mereka menerima hukuman yang lebih berat di akhirat.

Dengan kata lain, kelapangan rezeki yang diberikan kepada orang-orang yang sesat bukanlah tanda ridha Allah, melainkan bagian dari istidraj, yaitu pemberian nikmat secara berangsur-angsur hingga mereka semakin tenggelam dalam kemaksiatan. Istidraj ini adalah bentuk ujian terselubung, di mana orang-orang yang tidak menyadari hal ini akan mengira bahwa rezeki tersebut adalah tanda kebaikan bagi mereka, padahal sebenarnya itu adalah jalan menuju kebinasaan.

وقال آخرون : بل معنى ذلك : وأن لو استقاموا على الضلالة لأعطيناهم سعة من الرزق لنستدرجهم بها

Artinya; “Dan sebagian ulama lain berkata: makna dari ayat itu adalah, ‘Dan sekiranya mereka tetap berada dalam kesesatan, niscaya Kami akan memberikan kepada mereka kelapangan rezeki agar Kami menarik mereka secara perlahan-lahan dengan rezeki itu’.” (hlm. 663).

Tafsir Baghawi

Imam Baghawi menjelaskan makna dari ayat yang berbunyi “{وَأَنْ لَوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ}”. Ayat ini mengandung pesan bahwa jika mereka tetap teguh pada jalan kebenaran, iman, dan petunjuk, mereka akan menjadi orang-orang yang beriman dan taat. Imam Baghawi mencatat bahwa menurut Muqatil, ayat ini turun kepada Kafir Quraisy Mekkah, setelah masa kering yang panjang, hujan tidak turun selama tujuh tahun.

Menurut Muqatil, jika mereka beriman, Allah akan melapangkan rezeki mereka di dunia, memberikan kekayaan yang melimpah, serta kehidupan yang nyaman. Istilah ‘air yang melimpah’ digunakan sebagai metafora untuk menggambarkan segala bentuk kebaikan dan rezeki. Dalam konteks ini, air yang melimpah bukan hanya merujuk pada hujan, tetapi juga pada berbagai bentuk karunia dan keberuntungan yang akan diterima.

Ini sebagaimana dijelaskan Oleh Imam Baghawi dalam kitab Ma’alim Tanzil fi tafsir Al-Qur’an (Riyad, Dar Thibah li Nasyr wa Tauzi’, 1997: 241):

فَقَالَ قَوْمٌ: لَوِ اسْتَقَامُوا عَلَى طَرِيقَةِ الْحَقِّ وَالْإِيمَانِ وَالْهُدَى فَكَانُوا مُؤْمِنِينَ مُطِيعِينَ {لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا} كَثِيرًا قَالَ مُقَاتِلٌ: وَذَلِكَ بَعْدَمَا رَفَعَ عَنْهُمُ الْمَطَرَ سَبْعَ سِنِينَ. وَقَالُوا مَعْنَاهُ لَوْ آمَنُوا لَوَسَّعْنَا عَلَيْهِمْ فِي الدُّنْيَا وَأَعْطَيْنَاهُمْ مَالًا كَثِيرًا وَعَيْشًا رَغَدًا وَضَرْبُ الْمَاءِ الْغَدَقِ مَثَلًا لِأَنَّ الْخَيْرَ وَالرِّزْقَ كُلَّهُ فِي الْمَطَرِ

Artinya; “Kemudian berkata sebagian orang: Seandainya mereka tetap teguh pada jalan kebenaran, iman, dan petunjuk, maka mereka akan menjadi orang-orang yang beriman dan taat, niscaya Kami akan memberikan kepada mereka air yang melimpah. Hal ini dikatakan oleh Muqatil setelah hujan diangkat dari mereka selama tujuh tahun. Dan maknanya adalah: Seandainya mereka beriman, Kami akan melapangkan rezeki mereka di dunia, memberikan kepada mereka harta yang melimpah, dan kehidupan yang nyaman. Istilah ‘air yang melimpah’ digunakan sebagai perumpamaan, karena segala kebaikan dan rezeki terkandung dalam hujan.”

Dengan demikian, ayat ini mengisyaratkan bahwa keimanan dan ketaatan kepada Allah akan membawa pada kehidupan yang penuh dengan berkah dan rezeki yang melimpah. Penggunaan istilah ‘air yang melimpah’ menggambarkan betapa besar manfaat dan kebaikan yang bisa diperoleh jika seseorang mengikuti jalan yang benar.

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah surat Al-Maidah ayat 66;

وَلَوْ اَنَّهُمْ اَقَامُوا التَّوْرٰىةَ وَالْاِنْجِيْلَ وَمَآ اُنْزِلَ اِلَيْهِمْ مِّنْ رَّبِّهِمْ لَاَكَلُوْا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ اَرْجُلِهِمْۗ مِنْهُمْ اُمَّةٌ مُّقْتَصِدَةٌۗ وَكَثِيْرٌ مِّنْهُمْ سَاۤءَ مَا يَعْمَلُوْنَࣖ ۝٦٦

Artinya, “Seandainya mereka menegakkan (hukum) Taurat, Injil, dan (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada mereka dari Tuhan mereka, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki mereka. Di antara mereka ada umat yang menempuh jalan yang lurus. Sementara itu, banyak di antara mereka sangat buruk apa yang mereka kerjakan.”

Pendapat kedua, menurut Imam Baghawi, ayat ini mengandung makna bahwa seandainya orang-orang kafir tetap teguh pada jalan kekufuran dan kesesatan, maka Allah akan memberikan kepada mereka kekayaan yang melimpah dan memperluas nikmat tersebut bagi mereka. Ini bertujuan agar mereka terjerumus dalam fitnah yang ditimbulkan oleh kekayaan tersebut, sebagai bentuk hukuman dan penyesatan dari Allah.

Pendapat ini menjelaskan bahwa Allah akan memperluas rezeki dan harta bagi mereka sebagai cara untuk menguji dan menjerumuskan mereka lebih dalam dalam kesesatan. Tujuannya adalah agar mereka terpedaya oleh kekayaan yang diberikan sehingga akhirnya mereka jatuh dalam kebinasaan yang lebih besar, dan Allah akan menghukum mereka atas kesesatan dan kekufuran mereka.

Pendapat ini merupakan pandangan dari beberapa ulama seperti Rabi’ bin Anas, Zaid bin Aslam, al-Kalbi, dan Ibn Kaysan. Mereka berpendapat bahwa pemberian harta yang melimpah kepada orang-orang kafir yang tetap berada dalam kesesatan adalah bagian dari hukuman dan upaya untuk menjerumuskan mereka ke dalam fitnah yang lebih berat.

Simak penjelasan Imam Baghawi berikut;

وَقَالَ آخَرُونَ: مَعْنَاهَا وَأَنْ لَوِ اسْتَقَامُوا عَلَى طَرِيقَةِ الْكُفْرِ وَالضَّلَالَةِ لَأَعْطَيْنَاهُمْ مَالًا كَثِيرًا وَلَوَسَّعْنَا عَلَيْهِمْ لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ، عُقُوبَةً لَهُمْ وَاسْتِدْرَاجًا حَتَّى يَفْتَتِنُوا بِهَا فَنُعَذِّبَهُمْ، وَهَذَا قَوْلُ الرَّبِيعِ بْنِ أَنَسٍ وَزَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ وَالْكَلْبِيِّ وَابْنِ كَيْسَانَ

Artinya, “Dan ada pendapat lain yang mengatakan: Maksudnya adalah bahwa jika mereka tetap berada pada jalan kekafiran dan kesesatan, kami akan memberikan banyak harta kepada mereka dan memperluasnya untuk mereka, agar mereka terjerumus dalam fitnah di dalamnya, sebagai hukuman bagi mereka dan sebagai pengelabuan, sampai mereka terpedaya oleh harta tersebut sehingga kami menghukum mereka. Ini adalah pendapat dari Rabi’ bin Anas, Zaid bin Aslam, al-Kalbi, dan Ibnu Kaysan.” (hlm. 242).

Sementara itu, Syekh Nawawi Banten, dalam kitab Tafsir Marah Labid menafsirkan bahwa jika jin dan manusia tetap teguh dalam keimanan dan berjalan di atas jalan yang lurus, yaitu jalan Islam, niscaya Allah akan melimpahkan nikmat berupa air yang berlimpah.

Air dalam konteks ini bukan sekadar cairan fisik yang menyejukkan bumi, melainkan simbol kemakmuran dan kelapangan rezeki yang akan diberikan Allah sebagai balasan atas keistiqamahan mereka. Pesan ini sangat jelas, bahwa keberkahan Allah akan datang kepada umat yang tetap berpegang teguh pada ajaran Islam, meniti jalan yang telah ditentukan Allah.

Lebih jauh lagi, Syekh Nawawi memandang janji ini sebagai bukti kasih sayang Allah yang tidak terbatas. Air, yang merupakan sumber kehidupan, digunakan sebagai kiasan untuk melambangkan segala bentuk kebaikan dan kelapangan dalam hidup.

Ketika manusia dan jin teguh beriman, Allah akan memberikan kelimpahan, baik dalam aspek spiritual maupun duniawi. Hal ini juga menunjukkan betapa eratnya hubungan antara keimanan dan keberkahan hidup.

Rezeki yang diluaskan oleh Allah bukan hanya sekadar harta benda, tetapi juga ketenangan hati, kesejahteraan jiwa, dan keberkahan yang melingkupi seluruh kehidupan umat yang ikhlas menjalani syariat Allah.

Simak penjelasan Syekh Nawawi dalam Marah Labid, Jilid II, (hlm. 572);

لو استقام الجن والإنس عَلَى الطَّرِيقَةِ أي على ملة الإسلام لَأَسْقَيْناهُمْ ماءً غَدَقاً (١٦) أي ولوسعنا عليهم الرزق

Artinya; “Jika jin dan manusia tetap teguh di atas jalan yang lurus, yaitu di atas agama Islam, niscaya Kami akan limpahkan kepada mereka air yang berlimpah (ayat 16), yakni Kami akan luaskan rezeki mereka.” (Beirut: Darul Kutub Ilmiah, 1417 H)

Dengan demikian, Surat Al-Jinn ayat 16 menguraikan tentang janji Allah yang diberikan kepada umat manusia dan jin yakni bahwa jika mereka mengikuti petunjuk Allah, mereka akan diberikan kemudahan dan bimbingan dalam menjalani kehidupan.

Ayat ini menegaskan bahwa jalan yang lurus dan benar adalah hasil dari mengikuti wahyu dan petunjuk yang diberikan oleh Allah. Dalam hal ini, Allah memberikan petunjuk yang jelas dan sempurna kepada manusia untuk meraih kebahagiaan dan keselamatan dunia serta akhirat. Wallahu a’lam

Sumber: NU Online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *