Oleh: Achmad Khoirudin (Mahasantri Ma’had Aly Al-iman Bulus Purworejo)
Kabarnusa24.com, — Surat Al-‘Ashr adalah salah satu surat yang paling mudah dihafal dalam Al-Qur’an karena hanya terdiri dari tiga ayat. Meski singkat, surat ini menyimpan makna yang mendalam dan pesan tersirat yang penuh hikmah. Sebagai surat ke-103 dalam Al-Qur’an, Surat Al-‘Ashr mengajarkan prinsip hidup yang sangat relevan untuk setiap muslim di sepanjang zaman.
Az-Zamakhsari dalam tafsirnya Al-Kasyaf ‘an Haqaiq Ghawamidit Tanzil Jilid IV (Beirut, Darul Kitab Al-‘Arabi, 1407: 794) melampirkan sebuah riwayat yang dituturkan oleh Imam Ats-Tsa’labi, Al-Wahidi dan Ibn Marduwaih:
عن رسول الله ﷺ: من قرأ سورة والعصر غفر الله له وكان ممن تواصى بالحق وتواصى بالصبر
Artinya, “Dari Rasulullah: ‘Siapa saja yang membaca surah Al-‘Ashr, Allah akan mengampuninya dan menjadikannya termasuk orang-orang yang saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran’.”
Kemudian, surat Al-‘Ashr dikenal sebagai salah satu surat yang sangat ringkas namun sarat dengan hikmah. Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim Jilid VII (Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyah, 1419 H: 456) mengutip perkataan Imam Syafi’i sebagai berikut:
قَالَ الشَّافِعِيُّ، رَحِمَهُ اللَّهُ: لَوْ تَدَبَّرَ النَّاسُ هَذِهِ السُّورَةَ، لَوَسِعَتْهُمْ
Artinya, Imam Syafi’i berkata: “Andai saja orang-orang merenungkan surah ini, niscaya akan cukup bagi mereka.”
Surat Al-‘Ashr dan terjemahannya
وَالْعَصْرِ (١) إِنَّ الْإِنْسانَ لَفِي خُسْرٍ (٢) إِلاَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصّالِحاتِ وَتَواصَوْا بِالْحَقِّ وَتَواصَوْا بِالصَّبْرِ (٣)
1. Demi masa,
2. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian,
3. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran.
Surat Al-‘Ashr, menurut mayoritas ulama, termasuk dalam kategori surat Makkiyah, yaitu surat yang diturunkan di Makkah. Syekh Wahbah Zuhaili dalam At-Tafsirul Munir Jilid XXX (Damaskus: Darul Fikr, 1411 H, hlm. 390) menjelaskan bahwa penamaan Al-‘Ashr pada surat ini didasarkan pada sumpah Allah dengan waktu yang terdapat di awal surat.
Kata وَالْعَصْرِ diartikan sebagai “waktu” karena mencakup berbagai keajaiban kehidupan, seperti kebahagiaan dan kesedihan, kesehatan dan penyakit, kekayaan dan kemiskinan, serta kehormatan dan kehinaan. Waktu juga terbagi menjadi unit-unit tertentu, seperti tahun, bulan, hari, jam, menit, dan detik, yang semuanya menyimpan hikmah bagi mereka yang merenungkannya.
Munasabah dengan Surat Sebelumnya
Menurut Syekh Wahbah Zuhaili dalam tafsirnya, korelasi antara Surat Al-‘Asr dan surat sebelumnya, yaitu Surat At-Takatsur, terletak pada pesan moralnya. Surat At-Takatsur mengkritik kesibukan manusia dalam urusan duniawi dan mengejar harta secara berlebihan, yang dinilai tercela. Sebaliknya, Surat Al-‘Ashr memberikan arahan tentang apa yang seharusnya dilakukan, yaitu memiliki iman, melakukan amal saleh, serta saling mendorong untuk berbuat baik dan menjauhi dosa.
Pesan ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga membawa pengaruh positif bagi masyarakat. Kesimpulannya, setelah Allah berfirman:أَلْهاكُمُ التَّكاثُرُ (bermegah-megahan telah melalaikan kamu) dan memberikan peringatan tegas dengan كَلاّ سَوْفَ تَعْلَمُونَ (sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui), Allah menjelaskan perbedaan keadaan antara orang-orang beriman dan orang-orang kafir (hlm. 390).
Sababun Nuzul
Berkaitan dengan sebab turunnya surat Al-‘Ashr, Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim Jilid VII (hlm. 456) menyebutkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Thabari dari jalur Hamad bin Salamah:
ذَكَرَ الطَّبَرَانِيُّ مِنْ طَرِيقِ حَمَّادِ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ حِصْنٍ قَالَ: كَانَ الرَّجُلَانِ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ إِذَا الْتَقَيَا لَمْ يَفْتَرِقَا إِلَّا عَلَى أَنْ يَقْرَأَ أَحَدُهُمَا عَلَى الْآخَرِ سُورَةَ الْعَصْرِ إِلَى آخِرِهَا، ثُمَّ يُسَلِّمُ أَحَدُهُمَا عَلَى الْآخَرِ
Artinya: “Disebutkan oleh Al-Thabrani melalui jalur Hamad bin Salamah dari Thabit dari Ubaidullah bin Hushn, dia berkata: ‘Dua orang dari sahabat Rasulullah ﷺ, apabila bertemu, mereka tidak akan berpisah hingga salah seorang dari mereka membaca Surah Al-‘Ashr kepada yang lainnya sampai selesai, kemudian mereka saling memberi salam.”
Tafsir Surat Al-‘Ashr
Surat ini diawali dengan ayat wal-‘ashri, yang menjadi topik perbedaan pendapat di kalangan ulama dan mufassir. Mengacu pada penjelasan Imam Qurthubi dalam Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an Jilid XX, (Al-Qahirah, Darul Kutub al-Misriyah, 1384: 178), frasa wal-‘ashri memuat dua permasalahan, yaitu:
1. Wal-‘ashri diartikan sebagai waktu atau masa, karena mengandung peringatan tentang perubahan keadaan dan pergeserannya, sekaligus menjadi tanda keberadaan Sang Pencipta.
2. Wal-‘asri juga diartikan sebagai tahun, karena kata ini paling sering digunakan dalam konteks sumpah, sesuai dengan prinsip memperkuat makna dalam sumpah. Mengutip dari keterangan Ibnu Jarir At-Thabari dalam Jami’ul Bayan ‘an Ta’wil Ayy Al-Qur’an Jilid XXIV (Mekkah Al-Mukarramah, Dar at-Tarbiyah wa at-Turats: 589), beberapa ulama menafsirkan ayat wal-’ashri dengan sebuah sumpah yang diucapkan oleh Allah SWT dengan menyebutkan waktu atau zaman. Kemudian, Ibnu Katsir mendefinisikan Al-‘Ashr sebagai:
الْعَصْرُ: الزَّمَانُ الَّذِي يَقَعُ فِيهِ حَرَكَاتُ بَنِي آدَمَ مِنْ خَيْرٍ وَشَرٍّ
Artinya, “Al-‘Ashr adalah waktu di mana terjadi berbagai aktivitas manusia, baik yang baik maupun yang buruk.”
Meskipun terdapat perbedaan pendapat di kalangan mufassir, banyak dari mereka yang menafsirkan frasa wal-‘ashri sebagai waktu atau masa. Hal ini karena, jika diamati secara mendalam, waktu mengandung pelajaran yang sangat berharga bagi mereka yang merenungkan perjalanan malam dan siang yang teratur tanpa gangguan. Di dalamnya terdapat berbagai keajaiban dan keanehan, sekaligus pelajaran dan nasihat yang seharusnya menjadi perhatian setiap individu.
Beranjak ke ayat kedua dan ketiga dalam Surat Al-‘Ashr, Allah memberitahukan bahwa semua manusia berada dalam kerugian, kecuali mereka yang memiliki empat sifat tertentu, yang akan dijelaskan kemudian. Imam Qurthubi menjelaskan bahwa ayat “Innal insana…” merupakan jawab qasam (bentuk ungkapan sumpah) dari ayat sebelumnya, dan yang dimaksud dalam ayat ini adalah orang-orang yang tidak beriman. Namun, menurut Syekh Wahbah Zuhaili, makna frasa al-insan adalah:
والمراد بالإنسان: الجنس، واللام لام الجنس وهو الراجح
Artinya: “Yang dimaksud dengan al-insan di sini adalah jenis manusia secara umum, dan alif lam di sini menunjukkan jenis (lam al-jins). Pendapat ini adalah pendapat yang rajih (unggul)” (hlm. 393).
Dari pendapat di atas, dapat dipahami bahwa kerugian tidak hanya dialami oleh orang-orang kafir, tetapi juga orang-orang mukmin. Kemudian dikecualikan dari jenis manusia yang merugi yaitu:
1. Orang yang beriman,
2. Orang yang beramal saleh,
Kedua golongan di atas ialah mereka yang menjalankan kewajiban sesuai tuntutan syariat. Sedangkan Imam Al-Qurthubi dalam Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an Jilid XX (hlm. 180) menafsirkan frasa “wa ‘amilush-shāliḥati” sebagai berikut:
(وَعَمِلُوا الصَّالِحاتِ) أَيْ أَدَّوُا الْفَرَائِضَ الْمُفْتَرَضَةَ عَلَيْهِمْ، وَهُمْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ. قَالَ أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ: قَرَأْتُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ وَالْعَصْرِ ثُمَّ قُلْتُ: مَا تَفْسِيرُهَا يَا نَبِيَّ اللَّهِ؟ قَالَ: وَالْعَصْرِ قَسَمٌ مِنَ اللَّهِ، أَقْسَمَ رَبُّكُمْ بِآخِرِ النَّهَارِ: إِنَّ الْإِنْسانَ لَفِي خُسْرٍ: أَبُو جَهْلٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا: أَبُو بَكْرٍ، وَعَمِلُوا الصَّالِحاتِ عُمَرُ. وَتَواصَوْا بِالْحَقِّ عُثْمَانُ وَتَواصَوْا بِالصَّبْرِ«عَلِيٌّ» .
Artinya, “(وَعَمِلُوا الصَّالِحاتِ) yaitu melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah diwajibkan atas mereka, dan mereka adalah para sahabat Rasulullaﷺ. Ubay bin Ka’b berkata: “Aku membaca Surat Al-‘Asr kepada Rasulullah, lalu aku bertanya, ‘Apa tafsirnya, wahai Nabi Allah?’ Beliau menjawab: ‘Wal-‘Asr adalah sumpah dari Allah. Tuhanmu bersumpah dengan waktu di akhir hari: Innal insana lafi khusr (sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian) merujuk kepada Abu Jahal. Illa alladzina amanu (kecuali orang-orang yang beriman) merujuk kepada Abu Bakar. Wa ‘amilus-shalihat (dan mereka yang beramal saleh) merujuk kepada Umar. Watawa saubil-haqq (dan saling menasihati dalam kebenaran) merujuk kepada Utsman. Watawa saubis-sabr (dan saling menasihati dalam kesabaran) merujuk kepada Ali.”
3. Orang yang saling menasihati dalam kebenaran, yaitu mereka yang saling mengingatkan satu sama lain mengenai hal-hal yang telah ditetapkan dan tidak dapat diingkari, seperti keimanan dan pengesaan Allah SWT, melaksanakan perintah-Nya, serta menjauhi larangan-Nya, sebagaimana disebutkan oleh syekh Wahbah Zuhaili dalam Tafsir Munir (hlm. 394)
4. Orang yang saling menasihati dalam kesabaran, yaitu mereka yang saling mengingatkan untuk bersabar dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan oleh Allah, menjauhi segala bentuk maksiat kepada-Nya, serta menghadapi ketentuan dan ujian-Nya dengan tabah. Sabar mencakup tiga aspek utama: menjalankan ketaatan, menghindari perbuatan yang dilarang, dan menerima cobaan serta takdir dengan lapang dada (hlm. 394)
Pesan Surat Al-’Ashr
Beberapa pesan tersirat dalam Surat Al-’Ashr ayat 1-3 antara lain:
1. Kerugian Hidup Tanpa Amal Baik
Meskipun seseorang memiliki banyak kekayaan dan harta, ia tetap akan mengalami kerugian nyata jika tidak melakukan amal baik yang benar untuk kehidupan akhirat.
2. Urgensi Waktu
Allah SWT bersumpah dengan waktu sebagai hukum sepanjang zaman. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan manusia terus berubah, sekaligus menegaskan keesaan dan kekuasaan Allah serta hikmah-Nya yang semakin jelas terlihat seiring berjalannya waktu.
3. Ancaman Kerugian bagi Semua Manusia
Allah SWT memberikan peringatan serius bahwa semua manusia berada dalam kerugian, kecuali mereka yang memiliki empat karakter ini: beriman, melakukan amal baik, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati untuk bersabar.
4. Kesulitan dalam Menegakkan Kebenaran
Imam Al-Razi R.A. menjelaskan bahwa menegakkan kebenaran tidaklah mudah karena selalu ada ujian yang menyertainya. Oleh karena itu, saling menasihati menjadi sangat penting untuk membantu manusia tetap berada di jalan yang benar.
Jika kita mampu menerapkan prinsip-prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak hanya akan meraih kebahagiaan di dunia, tetapi juga kebahagiaan yang abadi di akhirat. Oleh karena itu, mari kita jadikan Surat Al-‘Ashr sebagai pedoman hidup, sembari terus berusaha meningkatkan diri agar dapat meraih kesuksesan yang telah dijanjikan oleh Allah SWT. Waallahu a’lam
Sumber: Halaman Tafsir – NU Online