JAKARTA, Kabarnusa24.com – Isu mengenai pemanfaatan dana investasi setoran awal Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BIPIH) calon jamaah untuk membiayai penyelenggaraan haji jamaah lainnya kembali mengemuka.
Sebagai bagian dari amanah umat, pengelolaan dana tersebut sejatinya memerlukan prinsip kehati-hatian, transparansi, dan keadilan.
Pengelolaan dana umat bukanlah perkara sepele. Dana yang dipercayakan calon jamaah haji melalui setoran awal BIPIH sesungguhnya merupakan hak individual yang harus dijaga dan digunakan sesuai dengan peruntukannya.
Namun, praktik memanfaatkan hasil investasi dana tersebut untuk kepentingan jamaah lain menimbulkan berbagai pertanyaan tentang keadilan dan amanah dalam pengelolaannya.
Dalam perspektif Islam, menjaga amanah merupakan hal yang sangat fundamental. Allah SWT berfirman dalam QS An-Nisa ayat 58:
إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلْأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعًۢا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Mahamendengar lagi Mahamelihat.”
Ayat ini menggarisbawahi kewajiban untuk menjaga hak setiap individu, termasuk dalam pengelolaan dana umat. Ketika amanah ini dilanggar, baik dengan alasan efisiensi atau manfaat kolektif, maka nilai-nilai keadilan dan kepercayaan umat pun turut terganggu.
Praktik ini tidak hanya melanggar etika pengelolaan keuangan, tetapi juga bertentangan dengan dalil-dalil syar’i yang menegaskan haramnya menggunakan harta orang lain tanpa izin. Dalam QS Al-Baqarah ayat 188, Allah SWT berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
“Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.”
Hadis Nabi Muhammad SAW pun secara tegas melarang pemanfaatan harta orang lain tanpa keridhaan pemiliknya. Rasulullah SAW bersabda:
خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ : أَلَا وَلَا يَحِلُّ لِامْرِئٍ مِنْ مَالِ أَخِيهِ شَيْءٌ إِلَّا بِطِيْبِ نَفْسٍ مِنْهُ … (رواه أحمد)
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menyampaikan khutbah kepada kami: ‘Ketahuilah: tidak halal bagi seseorang sedikit pun dari harta saudaranya kecuali dengan kerelaan hatinya…’” (HR Ahmad).
Dalam konteks pengelolaan dana haji, penggunaan hasil investasi dana setoran awal tanpa izin calon jamaah adalah pelanggaran terhadap prinsip ini. Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VIII menyatakan bahwa memanfaatkan dana investasi BIPIH untuk jamaah lain adalah haram.
Ketentuan ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, yang menegaskan bahwa dana setoran awal adalah milik jamaah secara individu, dan nilai manfaat investasinya harus dikembalikan kepada mereka.
Pengelolaan dana yang tidak adil dapat menimbulkan ketidakpercayaan, kerugian umat, dan kerusakan sistem pengelolaan keuangan haji di masa depan.
Sumber: MUI