JAKARTA, Kabarnusa24.com – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Marsudi Syuhud menyampaikan sembilan pesan penting kepada Kemenag RI. Hal tersebut dia sampaikan dalam forum Rapat kerja Nasional Kementerian Agama RI 2024.
Pertama, Kiai Marsudi menyampaikan bahwa pihaknya sangat mendukung Kementerian Agama di bawah pimpinan Prof KH Nasarudin Ummar. Dia menegaskan bahwa dirinya mendukung Kementerian ini untuk menjadi kementrian yang kuat dan good governence.
“Agar menjadi kementerian yang tetap kuat, maka good goverence harus ditegakkan,” ujarnya, Sabtu (16/11/24).
Kedua, Kiai Marsudi mengingatkan pentingnya menjaga Konektivitas antara kebijakan Kemenag dengan stakeholder, terutama MUI dan agama-agama lainnya.
Dia juga berpesan agar Kemenag tidak membuat kebijakan yang berbeda, terutama dalam melaksanakan hukum agama, dengan tujuan agar umat tidak merasa bingung.
Ketiga, dalam konteks keadilan anggaran, Kiai Marsudi menyampaikan bahwa anggaran pendidikan yang ada di lingkungan Kemenag jangan sampai timpang dengan anggaran Kemendikbud maupun Kemendikti. Karena pendidikan yang ada di lingkungan kemenag juga membutuhkan anggaran untuk dapat berkembang menjadi lembag apendidikan yang lebih baik ke depannya.
Keempat, dihadapan Menteri Agama RI, Kiai Marsudi juga menyampaikan usulan adanya lembaga baru di lingkungan kemenag yang khusus ditugaskan untuk mengurusi pesantren.
“Jumlah pesantren di negara kita sekarang tambah banyak, saya usul kepada pak menteri agar ada dirjen baru yakni dirjen pesantren,” ungkapnya.
Dengan adanya dirjen pesantren akan mempermudah pengelolaan lembaga pesantren di Indonesia yang jumlahnya sudah mencapai ribuan dan terebar hampir di setiap wilayah.
Kelima, dalam konteks kerukunan umat beragama, Kiai Marsudi berharap Kemenag dapat membuat buku panduan toleransi. Menurutnya, saat ini masih banyak orang atau masyarakat yang bertanya tentang batas-batas toleransi.
“Beragama itu seperti rumah, ada ruangan publik, ada ruangan privasi. Ruangan privasi adalah ruangan tauhid kita, dan ini pasti berbeda. Sedangkan ruangan publik adalah ruangan muamalah, itu lah yang bisa sama, dan itu yang harus diatur,” kata Kiai Marsudi menjelaskan.
“Mohon ini ada bukunya, dari SD, SMP kalau bisa sudah diberikan bukunya, agar paham tentang batas-batas toleransi ini dan tidak carut marut terus,” imbuhnya.
Keenam, Kiai Marsudi menyampaikan, dalam konteks bernegara juga masih banyak orang atau masyarakat yang bertanya apakah saya berbangsa dan bernegara di negara yang berdasarkan pancasila sudah sesuai dengan agama saya?
Dia menjelaskan, orang-rang yang sudah dewasa, bisa saja sudah memahami dan mampu menjawab pertanyaan tersebut. Akan tetapi menurutnya untuk saat ini ada generasi baru yang harus dididik.
“Maka harus ada buku khusus ini. Contoh saja NU sudah mempunyai kajian Batshul Masail sehingga menyebut negara Pancasila Bhineka Tunggal Ika ini dengan al-muwahadah al wathaniyah. Muhammadiyah sudah mempunyai darul ahdi wa sahadah, MUI sudah punya darul mitsaq. Walaupun tiga kata tersebut berbeda, akan tetapi tetap memiliki makna yang sama,” paparnya menjelaskan.
Ketujuh, menurut Kiai Marsudi, Kemenag sebagai rumah besar agama di negara yang bhineka tunggal ika ini harus menjadi rumah aduan bersama untuk meyelesaikan masalah bersama dan membangun kesepahaman bersama.
Kedelapan, Kiai Marsudi meminta agar pekerjaan masyarakat yang sudah berjalan dan diwakili beberapa perwakilan agama agar bisa disinkronkan.
“Kerjaan-kerjaan yang tadinya milik kiai dan diwakilkan oleh kementrian agama, kemudian satu persatu dipreteli lagi. Di antaranya, litbang sudah diambil BRIN, PengadilanAagama sudah diambil oleh MA, haji sudah diambil oleh BPH, keuangan haji sudah diambil oleh BPKH, zakat, infak, shodaqoh sudah diambil oleh BAZNAS, wakaf sudah diambil oleh BWI,” ungkapnya.
“Misalnya seperti MUI sebagai payung organisasi dari 87 organisasi sosial keagamaan yang mungkin beberapa kerjaannya sudah diambil kemenag, dan Kemenag diambil lainnya, mohon untuk disingkronkan dan dibarengkan. Intinya kita mensupport,” imbuhnya menambahkan.
Kesembilan, Kiai Marsudi juga menyoroti program muadalah yang ada di pesantren pesantren. menurutnya, pesantren-pesantren yang telah memiliki program muadalah harus tetap dilestarikan dan disuport agar secara akademik adapat diakui setara dengan strata 1, strata 2 bahkan strata 3.
“Pesantren-pesantren salaf yang tidak ada sekolahannya, yang sudah memiliki program muadalah, saya harap untuk terus ada program muadalah agar ada kesetaraan senilai dengan S1,S2 bahkan S3,” kata Kiai Marsudi.
Kiai Marsudi juga berharap Kementerian Agama dapat menjadi kementerian yang kokoh dan kuat, serta menjadi kementrian yang mempunyai standing position yang positif terhadap masyarakat luas di seluruh bangsa Indonesia.
Sumber: MUI