Pemateri Oleh: Sodiq Fajar
Kabarnusa24.com, – Ucapan selamat Hari Natal selalu semarak saat hari raya keagamaan umat Kristen tiba. Natal (dari bahasa Portugis yang berarti ‘kelahiran’) adalah hari raya umat Kristen yang diperingati setiap tahun oleh umat Kristiani pada tanggal 25 Desember untuk memperingati hari kelahiran Yesus Kristus. Natal dirayakan dalam kebaktian malam pada tanggal 24 Desember dan kebaktian pagi tanggal 25 Desember.
Bagi penganut agama selain Islam, ucapan Selamat hari Natal mungkin dianggap sah sebagai salah satu bentuk toleransi antar agama. Bentuk rasa saling menghormati sesama warga Negara yang berbeda agama.
Namun, ternyata kaidah ini tidak berlaku dalam ajaran agama Islam. Syariat Islam justru melarang umatnya untuk mengucapkan selamat natal kepada umat Kristen saat mereka merayakannya.
Ada banyak alasan dan argumentasi ilmiah yang membenarkan larangan mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristen. Apakah ini menunjukkan bahwa Islam itu agama yang cacat konsep? Tidak. Justeru seluruh argumentasi tersebut menunjukkan betapa detail dan sempurnanya ajaran Islam yang tidak dijumpai dalam ajaran agama lain.
Ucapan Selamat Hari Natal Adalah Haram
Dalam Islam, mengucapkan selamat hari raya keagamaan kepada pemeluk agama selain Islam ternyata hukumnya haram. Hukum haram ini telah menjadi ijma’ para ulama salaf dan khalaf.
Allah ‘Azza wa Jalla hanya meridhai dan menyempurnakan Islam sebagai agama yang haq bagi manusia.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.” (QS. Al-Maidah: 3)
Surat al-Maidah ayat 3 di atas telah menggugurkan keabsahan dan kebenaran seluruh bentuk dan nama agama selain Islam. Sehingga, seluruh bentuk praktik keagamaan yang ada di dalamnya adalah batil dan tertolak.
Kemudian, secara jelas Allah ‘Azza wa Jalla menyampaikan,
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85)
Dalam ayat lain Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
“Jika kamu kafir (ketahuilah) maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridhai kekafiran hamba-hamba-Nya. Jika kamu bersyukur, Dia meridhai kesyukuranmu itu.” (QS. Az-Zumar: 7)
Manusia yang tidak mau beriman kepada Allah ‘Azza wa Jalla beserta ajaran agama-Nya, maka dia telah kafir. Dan Allah ‘Azza wa Jalla sama sekali tidak meridhai kekafiran seseorang. Oleh sebab itu, seluruh aktivitas yang menjadi bagian dari bentuk kekafiran seseorang kepada Allah ‘Azza wa Jalla hukumnya haram. Baik itu berupa sarana pendukung, keterlibatan, sampai pada ucapan memberi selamat hari raya kepada aktivitas kekufuran.
Ibnul Qayyim menjelaskan, “Memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti ucapan selamat hari natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin.”
Kemudian beliau memberikan contoh praktik larangan tersebut, “Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka. Seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya.” (Ahkamu Ahlidz Dzimmah, Ibnul Qayyim, 441)
Ucapan Selamat Hari Natal Sudah Masuk Perkara Akidah, Bukan Sekedar Muamalah
Menjadi seorang muslim itu harus benar-benar memiliki kemantapan iman dalam hati, untuk kemudian diwujudkan dalam aksi dan amal nyata. Ketika hati sudah meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa hanya Islam agama yang haq dan diridhai oleh Allah ‘Azza wa Jalla, itu artinya seorang muslim tersebut siap untuk menegasikan seluruh bentuk keyakinan yang berseberangan dengan Islam.
Sehingga, dalam kasus memberikan ucapan selamat hari Natal kepada umat Kristen, bukan hanya sebatas sikap lahiriyah wujud toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Sebab, pada saat mengucapkan selamat Natal itu artinya seorang muslim membenarkan apa yang diyakini oleh umat Kristen. Ini perkara akidah. Ini sangat menyelisihi prinsip dasar keyakinan dalam Islam.
Oleh sebab itu, soal keyakinan, Ibnul Qayyim mendetailkan kembali tentang hukum mengucapkan selamat hari raya, “Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan.”
Lebih lanjut, Ibnul Qayyim menganalogikan orang yang mengucapkan selamat hari raya pada agama lain itu sama saja dengan mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah.
“Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.” (Ahkamu Ahlidz Dzimmah, Ibnul Qayyim, 441)
Apakah Hanya Ucapan Selamat Hari Natal Saja yang Dilarang?
Tentu saja tidak. Kenapa? Substansi dari dilarangnya ucapan selamat hari natal adalah adanya persetujuan terhadap keyakinan agama lain yang berseberangan dengan keyakinan Islam dan sikap melibatkan diri pada ritual agama lain. Sehingga, bentuk ‘ridha’ atau setuju dengan keyakinan lain itu banyak sekali ragamnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tidak halal bagi seorang muslim untuk menyerupai mereka (orang-orang kafir) dalam segala hal yang menjadi ciri khas perayaan hari-hari besar mereka, baik itu berupa bentuk hidangan makanan, gaya berpakaian, atau aktifitas menyalakan api/lilin, dan sebagainya.”
Lebih dari itu, beliau mejelaskan bahwa larangan itu juga berlaku pada sikap menghadiri pesta pernikahan agama lain, dukungan materi, atau bahkan, melakukan transaksi atau jual beli barang yang sudah pasti untuk keperluan perayaan agama lain. (Majmu’ al-Fatawa, Syaikh Ibnu Taimiyah, 2/488)
Dengan demikian, mengenakan pakaian atau topi sinterklaas/santaclaus, menghias rumah dengan lampu hias khas natalan, dan semisalnya hukumnya juga haram. Sebab itu termasuk bentuk menyerupai syiar agama lain. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2/50 dan Abu Daud no. 4031. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih, Irwa’ul Ghalil no. 1269)
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami.” (HR. Tirmidzi no. 2695. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Syaikh Ibnu Taimiyah menjelaskan,
أَنَّ الْمُشَابَهَةَ فِي الْأُمُورِ الظَّاهِرَةِ تُورِثُ تَنَاسُبًا وَتَشَابُهًا فِي الْأَخْلَاقِ وَالْأَعْمَالِ وَلِهَذَا نُهِينَا عَنْ مُشَابَهَةِ الْكُفَّارِ
“Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlak dan amalan. Oleh karena itu, kita dilarang menyerupai (tasyabbuh) dengan orang kafir.” (Majmu’ al-Fatawa, Syaikh Ibnu Taimiyah, 22/154)
Fatwa Ulama Kontemporer Tentang Larangan Ucapan Selamat Hari Natal
Banyak sekali ulama kontemporer yang memfatwakan larangan mengucapkan selamat hari Natal kepada orang Kristen dan semisalnya.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin pernah ditanya seseorang tentang apakah boleh pergi ke tempat pendeta, lalu kita mengucapkan selamat hari raya dengan tujuan untuk menjaga hubungan atau melakukan kunjungan. Beliau menjawab,
“Tidak diperbolehkan seorang muslim berkunjung ke tempat orang kafir manapun yang tujuan kedatangannya untuk mengucapkan selamat hari raya. Meski kunjungan itu dilakukan dengan tujuan terjalinnya hubungan atau sekedar memberi selamat (salam) padanya. Sebab terdapat hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلاَ النَّصَارَى بِالسَّلاَمِ
“Janganlah kalian mendahului Yahudi dan Nashara dalam salam (ucapan selamat).” (HR. Muslim no. 2167)
“Adapun dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkunjung ke tempat orang Yahudi yang sedang sakit, dilakukan karena dulu ketika kecil orang Yahudi tersebut pernah menjadi pembantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala Yahudi tersebut sakit, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya dengan maksud untuk menawarkannya masuk Islam. Akhirnya, Yahudi tersebut pun masuk Islam.”
“Bagaimana mungkin perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengunjungi seorang Yahudi untuk mengajaknya masuk Islam, kita samakan dengan orang yang berkunjung ke tempa tinggal non-muslim untuk menyampaikan selamat hari raya dalam rangka menjaga hubungan?! Tidaklah mungkin kita kiaskan seperti ini kecuali hal ini dilakukan oleh orang yang jahil dan pengikut hawa nafsu.” (Majmu’ al-Fatawa wa rasa-il Ibnu ‘Utsaimin, no. 405, 3/29-30) Wallahu a’lam
Sumber: dakwah.id (Artikel Terakhir diperbarui pada 12 December 2022)