Oleh : Ustadz Muhammad Zainul Millah, (Pesantren Fathul Ulum Wonodadi Blitar)
Kabarnusa24.com,–
Assalamu’alaikum wr wb. Saya ingin bertanya perihal mahar. Saya sudah bertunangan atau lamaran. Saat lamaran saya diberikan cincin emas. Mengingat di dalam mahar ada keberkahan, apakah boleh cincin lamaran itu saya jadikan mahar? Atau kami jual dulu untuk dibelikan emas lain sebagai mahar pernikahan?
Mohon penjelasannya. Karena ada yang mengatakan tidak boleh karena sudah jadi hak milik saya. Ada yang mengatakan boleh saja asal kesepakatan berdua. Terimakasih.
Jawaban
Wa’alaikumussalam wr wb. Terimakasih atas pertanyaan yang disampaikan. Semoga kita selalu dalam lindungan dan petunjuk Allah swt. Amin.
Berkaitan dengan pertanyaan, dalam agama Islam, secara umum hukum menjadikan cincin lamaran sebagai mahar adalah diperbolehkan. Terlebih hal itu merupakan keinginan dari pihak perempuan sebagaimana telah disampaikan di atas.
Sudah menjadi tradisi, saat khitbah atau lamaran, biasanya pihak calon pengantin laki-laki membawakan berbagai macam seserahan atau hadiah kepada pihak calon mempelai perempuan, mulai dari makanan, pakaian, hingga perhiasan.
Dalam kajian fiqih, status harta seserahan lamaran tersebut dapat berbeda-beda tergantung dari tujuan pemberi, dalam hal ini adalah pihak laki-laki. Jika pihak laki-laki bermaksud menjadikannya sebagai pemberian atau hadiah, maka harta tersebut sepenuhnya menjadi milik pihak perempuan. Jika pihak laki-laki bermaksud menjadikan sebagai bagian dari mahar, maka harta tersebut dianggap bagian mahar.
Ibnu Hajar Al-Haitami menjelaskan, status harta yang diberikan oleh pihak yang melamar kepada pihak yang dilamar bisa menjadi hadiah atau mahar tergantung dari tujuannya. Bahkan pihak yang melamar boleh memintanya kembali jika ia bermaksud memintanya kembali jika tidak jadi menikah.
وَسُئِلَ) عَمَّنْ خَطَبَ امْرَأَةً وَأَجَابُوهُ فَأَعْطَاهُمْ شَيْئًا مِنْ الْمَالِ يُسَمَّى الْجِهَازَ هَلْ تَمْلِكُهُ الْمَخْطُوبَةُ أَوْ لَا بَيِّنُوا لَنَا ذَلِكَ (فَأَجَابَ) بِأَنَّ الْعِبْرَةَ بِنِيَّةِ الْخَاطِبِ الدَّافِعِ فَإِنْ دَفَعَ بِنِيَّةِ الْهَدِيَّةِ مَلَكَتْهُ الْمَخْطُوبَةُ أَوْ بِنِيَّةِ حُسْبَانِهِ مِنْ الْمَهْرِ حُسِبَ مِنْهُ وَإِنْ كَانَ مِنْ غَيْرِ جِنْسِهِ أَوْ بِنِيَّةِ الرُّجُوعِ بِهِ عَلَيْهَا إذَا لَمْ يَحْصُلْ زَوَاجٌ أَوْ لَمْ يَكُنْ لَهُ نِيَّةٌ لَمْ تَمْلِكهُ وَيُرْجَعُ بِهِ عَلَيْهَا
Artinya, “Ibnu Hajar ditanya tentang seseorang yang melamar seorang wanita, dan pihak perempuan telah menjawabnya. Lalu dia memberi mereka sejumlah harta yang disebut jihaz (seserahan). Apakah perempuan tunangannya dapat memiliki harta tersebut atau tidak? Tolong jelaskan hal tersebut.
“Beliau menjawab, hal itu tergantung niat dari pihak pelamar yang telah memberi. Jika ia memberi dengan niat hadiah, maka harta itu menjadi milik tunangannya; atau dengan niat menjadi bagian dari mahar, maka dihitung dari mahar, meskipun berbeda jenis; atau dengan niat untuk dikembalikan jika pernikahannya tidak terjadi; atau tidak ada niat apapun; maka pihak perempuan tidak memilikinya dan harta harus dikembalikan.” (Al-Fatawal Fiqhiyah Al-Kubra, [Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah: 2018], juz IV, halaman 44).
Berdasarkan referensi di atas, maka jika cincin lamaran tersebut diserahkan dengan tujuan dijadikan mahar, maka sudah pasti boleh dijadikan sebagai mahar sesuai dengan tujuannya.
Sedangkan jika tujuannya adalah hadiah atau pemberian, maka cincin lamaran tersebut sepenuhnya menjadi milik calon mempelai perempuan. Ia berhak memanfaatkannya secara bebas, termasuk dengan diberikan kembali kepada calon mempelai laki-laki untuk dijadikan mahar.
Hal ini sesuai dengan prinsip dasar bahwa pihak yang menerima pemberian atau hadiah memiliki kebebasan untuk menggunakan dan memanfaatkannya sesuai dengan keinginannya, sebagaimana yang disampaikan oleh Sayyid Abu Bakar Muhammad Syatha Ad-Dimyati:
أَنَّ الْمُتَّهِبَ لَهُ أَنْ يَتَصَرَّفَ كَيْفَ شَاءَ فِي الْمَوْهُوْبِ
Artinya, “Orang yang diberi mempunyai hak untuk bertindak sesuai keinginannya terhadap barang yang diberikan kepadanya.” (I’anatuth Thalibin, [Mesir, Mushthafa Al-Babi Al-Halabi], juz III, halaman 196).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, hukum menjadikan cincin lamaran sebagai mahar adalah diperbolehkan. Cincin tersebut tidak perlu ditukarkan dengan cincin lain untuk dijadikan mahar. Baik suami bertujuan untuk dijadikan mahar ataupun untuk pemberian saja.
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, jika calon mempelai laki-laki atau kedua mempelai menghendaki untuk menjadikan cincin lamaran sebagai mahar nikah, alangkah baiknya hal itu disebutkan saat penyerahan lamaran dan didokumentasikan. Wallahu a’lam.
Sumber: halaman bahtsulmasail Nu Online