Tutup
Religi

Gus Baha: Perbanyak Ngaji Jadikan Cara Terbaik Sambut Ramadan

2006
×

Gus Baha: Perbanyak Ngaji Jadikan Cara Terbaik Sambut Ramadan

Sebarkan artikel ini
Gus Baha: Perbanyak Ngaji Jadikan Cara Terbaik Sambut Ramadan
Gus Baha sedang mengajar mengkaji Kitab (foto.istimewa).

Kabarnusa24.com | JAKARTA – Pengasuh Lembaga Pembinaan, Pendidikan, dan Pengembangan Ilmu Al-Qur’an (LP3IA) Rembang KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menyebutkan salah satu cara terbaik menyambut Ramadan yaitu meniru cara ulama dengan meningkatkan intensitas belajar-mengajar atau mengaji.

Menurut Gus Baha, umumnya para ulama menyiapkan diri menyambut Ramadan dengan mengaji ilmu agama, baik berkaitan dengan tafsir, fiqih, akhlak, dan lain sebagainya. Beberapa kiai di pesantren sudah mulai membacakan kitab berisikan ilmu agama sejak pertengahan kedua dari bulan Sya’ban.

“Kesibukan saya jelang Ramadan standar saja, mempersiapkan mengaji, lebih banyak mengajinya. Biasanya orang datang ke rumah untuk mengaji, Ramadhan saya di rumah,” jelas Gus Baha seperti dikutip dari akun Youtube Najwa Shihab, Senin (17/2/2025).

Dalam tradisi pesantren, Gus Baha menjelaskan bahwa untuk mendalami literatur ulama terdahulu ada tradisi yang namanya pasaran. Di mana, seluruh civitas pesantren akan mengaji kitab dengan intesitas lebih banyak dibanding bulan-bulan selain Ramadan.

Logikanya, kata Gus Baha, Ramadan yang diyakini sebagai bulan berkah harus dimanfaatkan untuk hal baik seperti belajar-mengajar.

Tak mengherankan, seorang ulama pesantren yang ketika bulan selain Ramadan hanya mengaji satu kitab, lalu mendekati Ramadan menambah kitab yang dikaji. Contohnya, habis subuh sampai dua kitab, setelah Isya seorang kiai baca dua kitab lagi.

“Kalau tradisi di kami, di pesantren, misalnya satu kiai mengajar 2-3 kitab setelah shalat fardhu. Bisanya kalau Ramadan ini full. Karena ini untuk melengkapi orang Indonesia dapat berkahnya Ramadan,” imbuhnya.

Tujuan mengaji kata Gus Baha, yaitu mendidik dan menjelaskan hukum syariat kepada santri maupun masyarakat. Dengan membuka kajian fiqih dan lain sebagainya, masyarakat bisa mengetahui niat puasa, syarat puasa, hal yang membatalkan puasa.

“Kalau kita belajar kitab atau membacakan kitab ke masyarakat supaya tahu caranya niatnya orang dulu ketika puasa atau cara pandang orang dulu tentang puasa,” ungkap Gus Baha.

Gus Baha menjelaskan, di antara ijazah dari KH Maimoen Zubair juga ijazah ayahnya, yaitu, perintah mengikuti jejak orang shaleh. Hal ini sesuai ayat ihdinas shiratal mustaqim (bimbinglah kami ke jalan yang lurus). Shirātal ladzīna an‘amta ‘alaihim ghairil maghdhūbi alaihim wa lad dhāllīn (jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukan mereka yang dimurkai dan orang-orang yang sesat.

“Karena dalam ayat tersebut, Allah tidak hanya berfirman ihdinashirathal mustaqim atau tunjukan kami jalan yang lurus semata. Allah juga berfirman bahwa jalan yang benar yakni jalan mereka yang telah Allah beri nikmat. Jadi, Allah menghendaki ini, ada masternya,” ujarnya.

Gus Baha menjelaskan, sebagai orang baru di dunia, manusia saat ini perlu meniru kebiasaan sebelum dan ketika Ramadan dari orang shaleh terdahulu. Karena kehidupan mereka mencerminkan kebaikan, keshalehan, dan bermanfaat.

Oleh karena itu, saat memasuki bulan Syaban, Gus Baha meliburkan beberapa rutinan di luar pesantren dan fokus mengaji di pesantren dan mendampingi santri untuk khataman Al-Quran.

“Jadi, kita tidak bisa shaleh tanpa meniru orang terdahulu. Kita tidak bisa baik tanpa meniru orang terdahulu,” tandasnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *