Kabarnusa24.com | JAKARTA – Dwifungsi Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan konsep yang pernah dikembangkan pemerintah republik Indonesia dimasa orde baru yang memiliki dua fungsi utama yaitu fungsi pertahanan dan keamanan serta fungsi sosial politik
Melansir dari NU.or.id bahwa Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mohamad Syafi’i Alielha atau Savic Ali menilai revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) berpotensi menghidupkan kembali praktik dwifungsi TNI, meskipun dalam skala yang lebih terbatas dibandingkan era Orde Baru.
“TNI punya peran di luar wilayah keamanan negara itu artinya dwi fungsi TNI, walaupun dwifungsi yang lebih terbatas, tidak sama persis dengan zaman Orba,” kata Savic saat ditemui Media di Hotel Acacia, Jakarta, Jumat (14/3/2025).
Salah satu poin yang disoroti Savic adalah penambahan jabatan sipil bagi prajurit TNI aktif dalam revisi ini, termasuk di Kejaksaan Agung dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Menurutnya, meskipun berbeda dengan praktik dwifungsi di masa lalu, aturan ini tetap bisa menimbulkan masalah struktural dalam sistem pemerintahan.
“Zaman Orde Baru, tentara bisa jadi gubernur, bupati ditunjuk, bukan dipilih. Sekarang dwifungsi memang dalam skala yang lebih terbatas,” tambahnya.
Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Budi Gunawan menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI-Polri yang tengah dibahas tidak akan mengembalikan dwifungsi ABRI seperti di masa lalu.
Namun, menurut Savic, ada persoalan fundamental dalam pelibatan prajurit aktif dalam jabatan sipil. Ia mempertanyakan loyalitas dan independensi mereka ketika ditempatkan di institusi sipil.
“Dalam ketentaraan, ada hierarki komando. Tentara harus taat pada atasannya. Ketika ia di komando departemen lain, dia taatnya kepada siapa? Jenderal atau departemennya?” ujarnya.
Selain itu, Savic juga menyoroti perbedaan kultur militer dengan sistem pemerintahan yang terbuka. Sebab, tentara terbiasa dikomando, hierarkinya perintah, bukan diskusi.
“Perwira dididik dengan komando dan disiplin yang memang dibutuhkan dalam kemiliteran. Ketika menjabat di republik yang menuntut keterbukaan, sikap yang bisa menerima kritik, saya kira secara kultural tidak sangat siap,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah bersama DPR RI saat ini tengah membahas revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Salah satu perubahan signifikan dalam revisi ini adalah penambahan lima jabatan sipil yang dapat ditempati oleh prajurit aktif TNI tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas keprajuritan.
Berdasarkan revisi yang diusulkan, berikut adalah daftar 15 kementerian dan lembaga yang dapat ditempati oleh prajurit aktif TNI:
- Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara
- Kementerian Pertahanan Negara
- Sekretaris Militer Presiden
- Badan Intelijen Negara (BIN)
- Badan Sandi Negara
- Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas)
- Dewan Pertahanan Nasional (DPN)
- Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (SAR Nasional)
- Badan Narkotika Nasional (BNN)
- Kementerian Kelautan dan Perikanan
- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
- Badan Keamanan Laut (Bakamla)
- Kejaksaan Agung
- Mahkamah Agung (MA)
Sumber: NU Online