Oleh: Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam Tinggal di Parung
Kabarnusa24.com | Lailatul Qadar adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan. Malam ini penuh dengan rahmat, maghfirah, dan keberkahan bagi mereka yang menghidupkannya dengan ibadah. Banyak umat Islam berlomba-lomba menghabiskan malam-malam terakhir Ramadan di masjid, berzikir, berdoa, dan membaca Al-Qur’an demi meraih keutamaan malam yang agung ini. Namun, bagaimana dengan mereka yang harus bekerja saat malam Lailatul Qadar? Apakah mereka kehilangan kesempatan untuk meraih keutamaan malam ini?
Imam Qurthubi dalam tafsir al-Jami’ li Ahkami Al-Qur’an, menjelaskan Lailatul Qadar menjadi istimewa karena pada malam tersebut, Allah membagikan keberkahan dan kebaikan yang luar biasa, yang nilainya melebihi amal ibadah selama seribu bulan. Malam ini merupakan kesempatan emas bagi setiap hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui ibadah, doa, dan permohonan ampun.
Keistimewaan Lailatul Qadar juga dikarenakan pada malam itu turun para malaikat, termasuk Jibril, atas izin Allah untuk menyebarkan rahmat dan ketenteraman hingga fajar tiba. Dalam malam ini, takdir tahunan ditetapkan, dan keberkahan melimpah bagi mereka yang beribadah dengan penuh keikhlasan.
Untuk itu, seyogianya kaum Muslimin untuk memperbanyak amal saleh, terutama pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, agar tidak melewatkan keutamaan yang luar biasa ini. Pada malam ini terbuka kesempatan meraih ampunan dan kedekatan dengan Allah yang tidak bisa ditemukan dalam malam-malam lainnya. Simak keterangan Imam Qurthubi berikut:
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ؛ أي: بَيَّنَ فَضْلَهَا وَعِظَمَها، وَفَضِيلَةُ الزَّمَانِ إِنَّمَا تَكُونُ بِكَثْرَةِ مَا يَقَعُ فِيهِ مِنَ الْفَضَائِلِ، وَفِي تِلْكَ اللَّيْلَةِ يُقَسَّمُ الْخَيْرُ الْكَثِيرُ الَّذِي لَا يُوجَدُ مِثْلُهُ فِي أَلْفِ شَهْرٍ، وَاللَّهُ أَعْلَمُ
Artinya; “Lailatul Qadar lebih baik dari seribu bulan; artinya, Allah telah menjelaskan keutamaan dan kemuliaannya. Keutamaan suatu waktu ditentukan oleh banyaknya kebajikan yang terjadi di dalamnya. Pada malam itu, dibagikan kebaikan yang sangat banyak, yang tidak ditemukan tandingannya dalam seribu bulan. Dan Allah-lah yang Maha Mengetahui,” (Imam Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an, [Beirut: Darul Fikr, tt], Jilid XX, halaman 117).
Lebih jauh lagi, di berbagai penjuru dunia, banyak orang yang bekerja di malam hari karena tugas dan tanggung jawab yang tidak bisa ditinggalkan. Dokter, misalnya, di ruang operasi, perawat yang merawat pasien, petugas keamanan yang menjaga ketertiban, serta pekerja lainnya yang bertugas demi kepentingan masyarakat. Mereka mengorbankan waktu istirahat dan ibadah di masjid demi menjalankan tugas yang penting. Bisakah mereka mendapatkan dan meneguk keberkahan Lailatul Qadar?
Jawabannya adalah bisa. Rahmat Allah begitu luas dan mencakup semua hamba-Nya yang beramal dengan niat yang tulus. Rasulullah bersabda, Baca Juga Kaidah Menandai Lailatul Qadar Menurut Imam al-Ghazali
مَن قامَ ليلةَ القَدْرِ، إيمانًا واحتِسابًا، غُفِرَ لهُ ما تقدَّمَ من ذنبِه
Artinya, “Barang siapa yang menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan dasar iman dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni,” (HR. Bukhari dan Muslim).
Menghidupkan malam Lailatul Qadar tidak terbatas pada shalat dan dzikir di masjid, tetapi juga bisa dengan amal kebaikan lainnya yang dilakukan karena Allah. Misalnya, seorang dokter yang dengan penuh keikhlasan merawat pasiennya. Pun ketika seorang petugas keamanan yang berjaga agar orang lain bisa beribadah dengan tenang. Demikian juga, seorang perawat yang tetap siaga di ruang ICU, semua itu adalah bentuk ibadah jika dilakukan dengan niat yang benar.
Dalam Islam, menolong sesama merupakan perbuatan mulia yang sangat dianjurkan. Tidak hanya bernilai ibadah, tetapi juga jadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 2:
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَۗ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ ٢
Artinya, “Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.”
Imam Qurtubi dalam kitab Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an menafsirkan bahwa ayat ini menjelaskan pentingnya tolong-menolong dalam kebaikan, baik yang bersifat wajib maupun yang dianjurkan. Sementara itu, Al-Mawardi menambahkan bahwa Allah mengaitkan kerja sama ini dengan ketakwaan, karena ketakwaan mendatangkan keridhaan Allah, sedangkan kebaikan membawa keridhaan manusia. Ketika seseorang mampu menggabungkan keduanya, ia akan meraih kebahagiaan dan keberkahan dalam hidup.
Lebih jauh lagi, ayat ini bersifat universal dan berlaku bagi semua orang tanpa memandang status atau kedudukan. Setiap individu dianjurkan untuk saling membantu dalam urusan dunia maupun akhirat. Contohnya, seorang guru yang mengajarkan ilmu kepada muridnya, seorang dokter yang mengobati pasiennya, atau orang kaya yang berbagi hartanya kepada mereka yang membutuhkan.
(وَتَعاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوى) قَالَ الْأَخْفَشُ: هُوَ مَقْطُوعٌ مِنْ أَوَّلِ الْكَلَامِ، وَهُوَ أَمْرٌ لِجَمِيعِ الْخَلْقِ بِالتَّعَاوُنِ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى، أَيْ لِيُعِنْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا، وَتَحَاثُّوا عَلَى مَا أَمَرَ اللَّهُ تَعَالَى وَاعْمَلُوا بِهِ، وَانْتَهُوا عَمَّا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ وَامْتَنِعُوا مِنْهُ
Artinya, “Tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan.” Al-Akhfasy berkata: “Ayat ini terpisah dari awal kalam dan merupakan perintah bagi seluruh makhluk untuk saling membantu dalam kebaikan dan ketakwaan, yakni hendaklah sebagian dari kalian menolong sebagian yang lain, saling mendorong untuk melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala dan mengamalkannya, serta menjauhi apa yang dilarang oleh Allah dan menghindarinya,” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, [Kairo: Darul Kutub al-Mishriyah, 1964 M], Jilid VI, hlm. 46).
Pun ketika seorang ayah yang bekerja mencari nafkah di malam hari juga tak tertutup kemungkinan mendapatkan malam lailatul qadar. Pasalnya, dalam sebuah hadits riwayat Imam Thabrani dikatakan bahwa termasuk ibadah jihad adalah saat kepala keluarga berusaha mencari nafkah untuk kebutuhan anak dan istrinya.
مر على النبيِّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ رجلٌ فرأى أصحابُ النبيِّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ من جلَدِه ونشاطِه فقالوا: يا رسولَ اللهِ لو كان هذا في سبيلِ اللهِ؟! فقال رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ: إنْ كان خرج يسعى على ولدِه صغارًا فهو في سبيلِ اللهِ وإن كان خرج يسعى على أبوين شيخين كبيرين فهو في سبيلِ اللهِ وإنْ كان خرج يسعى على نفسِه يعفُّها فهو في سبيلِ اللهِ وإنْ كان خرج يسعى رياءً ومفاخرةً فهو في سبيلِ الشيطانِ
Artinya; Suatu ketika, seorang laki-laki melewati Nabi SAW. Para sahabat melihat kegigihan dan semangatnya, lalu mereka berkata, “Wahai Rasulullah, seandainya (semangat) ini digunakan di jalan Allah?” Maka Rasulullah bersabda:
“Jika ia keluar untuk mencari nafkah demi anak-anaknya yang masih kecil, maka ia berada di jalan Allah. Jika ia keluar untuk mencari nafkah demi kedua orang tuanya yang sudah tua renta, maka ia berada di jalan Allah. Jika ia keluar untuk mencari nafkah demi dirinya sendiri agar tetap menjaga kehormatan, maka ia berada di jalan Allah. Namun, jika ia keluar dengan tujuan riya’ dan berbangga diri, maka ia berada di jalan setan.”
Lailatul Qadar bukan hanya soal tempat, tetapi juga soal niat dan keikhlasan hati. Mereka yang bekerja di malam tersebut tetap bisa berzikir dalam hati, membaca doa-doa pendek, atau menyempatkan diri untuk shalat meskipun hanya beberapa rakaat. Bahkan, tugas yang mereka lakukan dengan niat ibadah dapat menjadi jalan bagi mereka untuk mendapatkan keberkahan malam Lailatul Qadar.
Selain itu, Allah memberikan berbagai bentuk kemudahan bagi hamba-Nya. Meskipun mereka tidak bisa berada di masjid sepanjang malam, mereka bisa menghidupkan malam dengan berbuat baik, membantu orang lain, dan tetap menjaga hubungan dengan Allah melalui doa dan niat yang lurus. Allah Maha Mengetahui usaha setiap hamba-Nya dan tidak akan menyia-nyiakan amal yang dilakukan dengan keikhlasan.
Jadi, apakah pekerja shift malam bisa mendapatkan Lailatul Qadar? Sangat mungkin! Rahmat Allah tidak terbatas dan setiap amal baik yang dilakukan dengan niat yang benar dapat menjadi jalan menuju keberkahan.
Yang terpenting adalah menghidupkan malam itu sesuai dengan kemampuan masing-masing dan tetap menjaga keikhlasan dalam setiap tindakan. Semoga Allah menerima amal ibadah kita semua dan memberikan kesempatan untuk meraih keutamaan malam yang penuh berkah ini. Wallahu a’lam.
Sumber: Dikutip dari Halaman Artikel Kajian Tafsir NU Online