Tutup
Sekapur Sirih

Bolehkah Berzakat dengan Harta Haram?

28
×

Bolehkah Berzakat dengan Harta Haram?

Sebarkan artikel ini
Bolehkah Berzakat dengan Harta Haram?

Kabarnusa24.com | JAKARTA — Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Fatwa Nomor 13 Tahun 2011 menegaskan bahwa harta haram tidak menjadi objek wajib zakat. Keputusan ini diambil untuk memberikan kepastian hukum bagi umat Islam yang masih memiliki pertanyaan terkait kewajiban zakat atas harta yang diperoleh dengan cara tidak halal.

Dalam fatwa tersebut, MUI menegaskan bahwa zakat hanya diwajibkan atas harta yang diperoleh dengan cara yang halal.

Harta haram yang dimaksud dalam fatwa ini mencakup harta yang diperoleh dari praktik riba, perjudian, korupsi, pencurian, atau usaha yang bertentangan dengan syariat Islam. Oleh karena itu, harta semacam ini tidak bisa disucikan dengan zakat.

Sebaliknya, pemiliknya diwajibkan untuk segera membebaskan diri dari harta tersebut dengan cara mengembalikan kepada pemiliknya atau, jika tidak memungkinkan, menyalurkannya untuk kepentingan umum.

Fatwa ini didasarkan pada beberapa dalil dalam Al-Qur’an dan hadis yang menegaskan bahwa harta yang tidak diperoleh dengan cara yang halal tidak dapat disucikan dengan zakat atau sedekah.
Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 267:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS. Al-Baqarah: 267)

Ayat ini menegaskan bahwa hanya harta yang diperoleh dengan cara yang baik dan halal yang dapat disalurkan di jalan Allah, termasuk untuk keperluan zakat.

Selain itu, Rasulullah SAW juga bersabda:

إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا

“Sesungguhnya Allah SWT itu Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)

Hadis ini mempertegas bahwa Allah SWT tidak menerima sedekah atau zakat dari harta yang diperoleh dengan cara yang haram. Bahkan, seseorang yang mengeluarkan zakat dari harta haram tidak akan mendapatkan pahala, sebagaimana disebutkan dalam hadis lain:

مَن جَمَعَ مَالًا مِنْ حَرَامٍ، ثُمَّ تَصَدَّقَ بِهِ، لَمْ يَكُنْ لَهُ فِيهِ أَجْرٌ، وَكَانَ إِثْمُهُ عَلَيْهِ

“Barang siapa yang mengumpulkan harta dari cara yang haram kemudian ia bersedekah darinya, maka ia tidak mendapatkan pahala apapun, bahkan ia tetap menanggung dosa dari harta haram tersebut.” (HR. al-Baihaqi, al-Hakim, Ibnu Huzaimah, dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah)

Dalam fatwa ini, MUI juga merujuk pada pendapat ulama klasik yang menjelaskan bahwa zakat tidak bisa dikeluarkan dari harta yang diperoleh dengan cara haram.
Imam Ibnu Nujaim dalam kitab Al-Bahru Al-Raaiq (2/221) menyatakan:

“Seandainya ada seseorang yang memiliki harta haram seukuran nishab, maka ia tidak wajib berzakat. Karena yang menjadi kewajiban atas orang tersebut adalah membebaskan tanggung jawabnya atas harta haram itu dengan mengembalikannya kepada pemiliknya atau para ahli waris – jika bisa diketahui – , atau disedekahkan kepada fakir miskin secara keseluruhan – harta haram tersebut – dan tidak boleh sebagian saja.”

Pendapat ini juga diperkuat oleh Imam Al-Qurthubi dalam kitab Fathu Al-Baari (3/180):

“Sedekah/zakat dari harta haram itu tidak diterima dengan alasan karena harta haram tersebut pada hakikatnya bukan hak miliknya. Dengan demikian, pemilik harta haram dilarang mentasarufkan (menggunakan) harta tersebut dalam bentuk apapun, sementara bersedekah adalah bagian dari tasharruf harta. Seandainya sedekah dari harta haram itu dianggap sah, maka seolah-olah ada satu perkara yang di dalamnya berkumpul antara perintah dan larangan, dan itu menjadi mustahil.”
Dari penjelasan ini, jelas bahwa Islam tidak menganggap harta haram sebagai sesuatu yang bisa disucikan dengan zakat. Sebaliknya, harta tersebut harus disalurkan dengan cara yang sesuai syariat untuk membebaskan diri dari dosa kepemilikannya.
MUI memberikan panduan bagi mereka yang memiliki harta haram agar dapat membersihkan diri dari tanggung jawab atas harta tersebut.

Bertaubat kepada Allah SWT

Meminta ampun kepada Allah, menyesali perbuatan yang telah dilakukan, dan memiliki niat kuat untuk tidak mengulanginya.
Mengembalikan Harta kepada Pemiliknya

Jika harta haram diperoleh dari hasil mencuri, korupsi, atau pengambilan hak orang lain, maka harus dikembalikan seutuhnya kepada pemiliknya.
Jika pemiliknya tidak ditemukan atau tidak diketahui, maka harta tersebut harus disalurkan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan fasilitas sosial.
Menyalurkan Hasil Usaha Haram untuk Kemaslahatan Umum

Jika harta haram berasal dari usaha yang bertentangan dengan syariat, seperti perdagangan minuman keras atau bunga bank, maka hasil keuntungannya (bukan modal pokoknya) harus disalurkan untuk kepentingan umum.
Fatwa MUI ini memberikan kepastian hukum bagi umat Islam dalam memahami kewajiban zakat dan bagaimana menyikapi harta haram.
Sebagaimana disebutkan dalam hadis:

إِنَّ اللَّهَ فَرَضَ الزَّكَاةَ تَطْهِيرًا لِلْمَالِ

“Sesungguhnya Allah SWT mewajibkan zakat sebagai penyucian harta.” (HR. Bukhari dari Abdullah bin Umar)

Dengan memahami konsep ini, diharapkan umat Islam semakin sadar akan pentingnya mencari rezeki dengan cara yang halal serta menunaikan zakat dengan benar sesuai dengan tuntunan syariat Islam. [MUI]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *