Tutup
ReligiSekapur Sirih

Nikmat Afiyah di Dunia dan Akhirat

2
×

Nikmat Afiyah di Dunia dan Akhirat

Sebarkan artikel ini
Nikmat Afiyah di Dunia dan Akhirat

Nikmat Afiyah di Dunia dan Akhirat

KABARNUSA24.COM, Seorang hamba akan mendapatkan predikat manusia yang mulia di hadapan Allah subhanahu wata’ala. Karena berbekal ketakwaan, seorang hamba akan lebih dekat dengan Rabbnya. Dan karena berbekal ketakwaan maka segala hajat dan persoalan yang tengah seorang hamba hadapi, Allah akan bukakan jalan kemudahan untuk dilaluinya.

Sesungguhnya nikmat dan karunia Allah subhanahu wata’ala atas segenap makhluk begitu melimpahnya. Hingga detik ini, nikmat-nikmat tersebut sangat terbuka untuk kita nikmati dan kita syukuri. Dan bagian-bagian dari nikmat itu pun bermacam-macam.

Hal ini sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala dalam al-Quran Surat An-Nahl ayat 18,

وَإِن تَعُدُّوا۟ نِعْمَةَ ٱللَّهِ لَا تُحْصُوهَآ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Di antara nikmat yang paling agung yang kita rasakan hari ini adalah nikmat al-’afiyah, yakni nikmat kesejahteraan, nikmat kesehatan, dan nikmat kelapangan. Nikmat ini bisa dimaknai juga sebagai nikmat keselamatan dari perkara yang makruh dalam urusan agama, dunia, dan akhirat.

‘Afiyah dalam perkara agama artinya selamatnya seorang mukmin dari fitnah syubuhat yang menyesatkan, dan fitnah syahwat yang menghalangi ia dari rahmat Allah subhanahu wata’ala.

‘Afiyah dalam urusan dunia artinya seorang mukmin terselamatkan dari segala yang menodai kehidupan dunia dari penyakit, duka lara, derita, kesedihan, dan kekurangan makanan serta minuman.

Sementara ‘afiyah dalam urusan akhirat artinya terselamatkannya ia dari murka dan neraka-Nya Allah subhanahu wata’ala serta dekatnya seorang mukmin pada ridha dan surga-Nya.

Karena itu al-’afiyah dimaknai secara umum berarti suatu orientasi yang dihendaki seorang mukmin dalam perkara agama, dunia, dan akhirat. Maka baginya, dalam orientasi kemanusiaan, al-‘afiyah menduduki posisi yang istimewa dan agung.

Nikmat afiyah adalah kebaikan dari banyaknya kebaikan-kebaikan keduniaan. Siapa saja yang dianugerahi nikmat tersebut, maka ia memperoleh kesejahteraan yang berlimpah. Dalam hal ini sebagian ahli tafsir, seperti Imam Qatadah dan yang lainnya, menafsirkan kalimat al-hasanah – “kebaikan” – di dunia sebagai as-shihhah wal ‘afiyah.

Seperti pada firman Allah subhanahu wata’ala dalam al-Quran Surat al-Baqarah ayat 201,

وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Dan di antara mereka ada yang berdoa,‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.’”

Sementara Imam An-Nawawi rahimahullah dalam Syarah Shahih Muslim-nya, juz 17 halaman 13 dan 14, mengatakan bahwa pendapat yang paling dzahir atau jelas dalam menafsirkan kalimat “hasanah fid dunya” dalam firman Allah tersebut maksudnya adalah “al-’ibadah wal ‘aafiyah”, ibadah dan kesehatan atau kesejahteraan. Hasanah fil akhirah, kebaikan di akhirat, adalah berupa surga dan ampunan-Nya maghfirah, dan dikatakan pula bahwa hasanah (kebaikan) tersebut mencakup kebaikan dunia dan akhirat.

Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu, hadits riwayat Muslim no. 4853, diceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menjenguk seseorang dari kaum muslimin yang sakit dan sangat kurus bagaikan anak burung. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadanya,

هَلْ كُنْتَ تَدْعُو بِشَيْءٍ أَوْ تَسْأَلُهُ إِيَّاهُ؟

“Apakah kamu pernah berdoa atau meminta sesuatu?” Lalu laki-laki itu menjawab,

نَعَمْ. كُنْتُ أَقُولُ اللَّهُمَّ مَا كُنْتَ مُعَاقِبِي بِهِ فِي الْآخِرَةِ فَعَجِّلْهُ لِي فِي الدُّنْيَا

“Ya, aku pernah berdoa,‘Ya Allah, jika Engkau akan menyiksaku di akhirat, maka segerakanlah siksaan itu untukku di dunia.’”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

سُبْحَانَ اللَّهِ لَا تُطِيقُهُ أَوْ لَا تَسْتَطِيعُهُ. أَفَلَا قُلْتَ: اللَّهُمَّ آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

“Subhanalah, kamu tidak akan mampu itu. Mengapa kamu tidak berdoa,‘Ya Allah berikan kepada kami di dunia kebaikan dan di akhirat kebaikan serta peliharalah kami dari azab neraka.’ Lalu beliau mendoakan orang itu dan Allah pun memberikan kesembuhan kepadanya.”

Saking berharganya nikmat afiyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa memohon dan berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala agar dikaruniai nikmat tersebut, baik ketika dalam shalat maupun di luar shalat.

Seperti doa beliau yang termasuk bagian dari salah satu redaksi bacaan doa iftitah shalat,

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي، وَاهْدِنِي وَارْزُقْنِي، وَعَافِنِي، أَعُوذُ بِاللهِ مِنْ ضِيقِ المَقَامِ يَوْمَ القِيامَةِ.

Dan doa ketika duduk di antara dua sujud,

رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاجْبُرْنِي، وَارْفَعْنِي، وَارْزُقْنِي، وَاهْدِنِي، وَعَافِنِي، وَاعْفُ عَنِّي.

Juga doa saat qunut Subuh,

الَّلهُمَّ اهْدِنِي فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي فِيْمَنْ عَافَيْتَ

Termasuk dalam kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di waktu pagi dan petang adalah memohon agar dikaruniai nikmat al-’afiyah, seperti pada doa,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي، اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَتِي، وَآمِنْ رَوْعَاتِي.

Tidak hanya itu, al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 637 meriwayatkan, bahkan ketika ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan bertanya kepadanya,

يَا رَسُولَ اللهِ، أَيُّ الدُّعَاءِ أَفْضَلُ؟

“Wahai Rasulullah, doa apa yang paling utama?” beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,

سَلِ اللهَ العَفْوَ وَالعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ

“Mintalah kepada Allah al-’afwu, ampunan, dan al-’afiyah – kesehatan dan keselamatan – di dunia dan di akhirat.”

Kemudian laki-laki tadi keesokan harinya datang lagi kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam dan kembali bertanya dengan pertanyaan yang sama. Ia katakan,

يَا نَبِيَّ اللهِ، أَيُّ الدُّعَاءِ أَفْضَلُ؟

“Wahai Nabinya Allah, doa apa yang paling utama?” Rasul menjawab,

سَلِ اللهَ العَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، فَإِذَا أُعْطِيْتَ العَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، فَقَدْ أَفْلَحْتَ

“Mintalah al-’afiyah (kesehatan, keselamatan) kepada Allah di dunia dan di akhirat. Apabila engkau diberi kesehatan dan keselamatan di dunia dan di akhirat, sungguh engkau telah beruntung.”

Menjaga Nikmat Afiyah
Maka,‘ibaadallah rahimakumullah

Sesungguhnya nikmat al-’afiyah menjadi suatu anugerah yang begitu agung yang Allah berikan kepada segenap hamba-Nya. Ia lebih utama dari kekayaan, pangkat, dan kedudukan.

Karenanya, tidaklah semua kesenangan itu dapat kita rasakan kenikmatannya kecuali jika disertai dengan nikmat keselamatan dan nikmat kesehatan.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayat Imam at-Tirmidzi hadits nomor 2346, dan Imam Ibnu Majah hadits nomor 4280,

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِيْ سِرْبِهِ، مُعَافًى فِيْ جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

“Siapa yang di pagi hari dalam kondisi aman jiwanya, sehat raganya, dan dia punya bahan makanan yang cukup di hari itu, maka seolah-olah dunia telah dikumpulkan untuknya.”

Untuk mari kita jaga nikmat ini sebaik-baiknya dengan selalu memaksimalkan kebersyukuran kita. Baik lisan kita dengan banyak memuji-Nya, maupun anggota badan kita dengan mengupayakan ketaatan yang sempurna.

Ketaatan yang tidak diiringi dengan riya’, iri hati, dengki, dan penyakit-penyakit hati lainnya. Ketaatan karena didorong rasa cinta yang suci kepada-Nya, ketaatan karena didorong pengharapan akan ridha dan surga-Nya.

Berapa banyak orang kaya raya dengan hartanya, namun hatinya tidak selamat, hatinya penuh dengan rasa khawatir dan takut.

Dan berapa banyak orang kaya raya namun jasadnya sakit tak berdaya, penuh dengan luka, derita nestapa. Sehingga kekayaan itu tidaklah dinikmatinya, yang ada adalah segalanya serba dibatasi, makan dan minum dibatasi, aktivitas pun dibatasi.

Hal ini seperti perkataan seorang bijak,

إِنْ كَانَ شَيْءٌ فَوْقَ الحَيَاةِ فَالصِّحَّةُ

“Jika ada sesuatu yang lebih utama di atas kehidupan, maka itu adalah kesehatan.”

Semoga Allah izinkan kita semua untuk selalu mensyukuri segala nikmat yang Ia berikan kepada kita.

Hingga dengannya, Allah tambahkan nikmat-nikmat itu dan Allah antarkan kita semua menjadi pribadi-pribadi saleh yang kelak disandingkan bersama baginda Nabi dalam kebahagiaan dan kenikmatan yang tiada bandingannya.

 

 

Sumber : Ulasan Materi Khutbah Dakwah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *