Tutup
DaerahLingkunganOpiniPendidikanReligi

Baznas Dukung Ekosistem Ramah Anak dan Anti-Kekerasan di Pesantren

2
×

Baznas Dukung Ekosistem Ramah Anak dan Anti-Kekerasan di Pesantren

Sebarkan artikel ini
Baznas Dukung Ekosistem Ramah Anak dan Anti-Kekerasan di Pesantren

Baznas Dukung Ekosistem Ramah Anak dan Anti-Kekerasan di Pesantren

JAKARTA – Kabarnusa24.Com,

Beberapa waktu terakhir muncul kasus kekerasan dan pelecehan seksual pada lembaga pendidikan. Bukan hanya pada lembaga pendidikan umum, melainkan juga pelaporan kasus kekerasan dan pelecehan seksual juga terjadi di lingkungan pesantren.

Menanggapi hal tersebut, Pimpinan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) RI, Hj Saidah Sakwan MA mendukung penuh pembangunan ekosistem yang ramah anak dan anti kekrasan di lingkungan pesantren.

Hal tersebut disampaikan dalam agenda Roadshow Pesantren yang diselenggarakan oleh Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga Majelis Ulama Indonesia (KPRK MUI) pada Sabtu (29/7/2023) lalu.

“Karena strategisnya posisi pesantren, maka seluruh upaya yang akan menodai risalah diniyah yang kita lakukan harus kita mitigasi, kita kelola dan manajemen resiko untuk bisa membangun ekosistem pesantren yang tidak mentolerir kekerasan dan pelecehan,” kata dia sebagaimana dikutip dari youtub TVMUI, Jumat (4/8/2023).

“Seluruh pimpinan Baznas sangat setuju dengan upaya-upaya ini”, imbuhnya.

Pada 2021, tercatat 2.363 kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang dilaporkan. Perempuan menjadi korban kekerasan seksual paling banyak, yaitu 64 persen dan laki-laki berada pada angka 36 persen. Para korban merupakan anak dengan rentan usia 3-17 tahun.

Dalam kasus ini, pelaku kekerasan seksual 55,7 persen diantaranya dilakukan oleh tenaga pendidik/guru, kepala sekolah 22,1 psern, pengasuh 11,1 persen, tokoh agam dan pembina asrama 5,6 persen.

“Kekerasan di dunia pendidikan terutama kekerasan seksual sudah tersebar di meluas di 8 provinsi dan 17 kabupaten/kota. Artinya , ini juga harus kita mitigasi, kita cegah, supaya upaya-upaya untuk melakukan kekerasan dan pelecehan seksualdapat kita cegah sedini mungkin,” ungkapnya.

“Ekosistem yang kita kembangkan tidak hanya terfokus pada perempuan, tapi juga pada laki-laki.” Kata dia menambahkan.

Dalam kesempatan tersebut Saidah menyampaikan kekerasan seksual tidak akan terjadi pada pesantren yang memiliki tata kelola baik.

“Seperti yang disampakan Wapres, bahwa kalau ada pesantren kok ada kasus kekerasan terhadap perempuan dan juga pelecehan seksual, itu pasti pesantren gadungan. Karena sesungguhnya marwah pesantren itu adalah Tasamuh, tawazun, itu menjadi ideologi dalam tata kelola pesantren,” ujarnya.

Saidah menyebut dampak dari kekerasan seksual akan sangat dirasakan oleh korban dan juga lingkungan sekitar. secara psikis dampak kekerasan seksual ini akan mengalami trauma berkepanjangan. Selain itu, dampak fisik juga akan mempengaruhi tumbuh kembang anak, kemudian dampak sosialnya akan berpengaruh kepada keluarga.

“Dalam hal ini, lembaga pendidikan agama dapat mengambil peran dalam mencegah kekerasan seksual, yaitu dengan memasukkan pendidikan seksual dalam kurikulum lembaga pendidikan agama, memperkuat solidaritas sosial, pendekatan agama dan peneguhan tokoh agama, serta memperkuat mitigasi kita terhadap orang-orang terdekat anak baik secara vertikal maupun horizontal,” ujar dia sembari menyebtkan sanksi bagi pelaku kekerasan seksual telah diatur pada UU No. 12 tahun 2022 tentang Tindakan Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dengan pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak 1 milliar rupiah (tergantung jenis TPKS).

 

Sumber : Majlis Ulama Indonesia (MUI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *