Tutup
KesehatanKulinerReligi

Masih Bingung Hukum Makan Kepiting Halal atau Haram? Simak Fatwa MUI Berikut Ini!

4
×

Masih Bingung Hukum Makan Kepiting Halal atau Haram? Simak Fatwa MUI Berikut Ini!

Sebarkan artikel ini
Masih Bingung Hukum Makan Kepiting Halal atau Haram? Simak Fatwa MUI Berikut Ini!
Ilustrasi Sajian Makan Kepiting (foto gogel)

Masih Bingung Hukum Makan Kepiting Halal atau Haram? Simak Fatwa MUI Berikut Ini!

Jakarta – Kabarnusa24.Com, Kelezatan kepiting serta kandungan gizi dan nutrisinya tidak perlu dipertanyakan lagi. Selain dapat diolah menjadi berbagai hidangan, kepiting sangat bermanfaat bagi kesehatan.

Kaya protein dan juga tinggi akan asam lemak omega-3 menjadikan kepiting penting bagi kesehatan otot, otak, jantung, dan metabolisme dalam tubuh.

Namun, tidak dipungkiri, dalam literatur-literatur fikih klasik terdapat perbedaan pendapat mengenai hukum memakan kepiting. Ada yang menghalalkan dan ada pula yang mengharamkan.

Pada fatwa Majelis Ulama Indonesia tahun 2002 tentang kepiting, ditampilkan ragam perdebatan ulama mengenai status hukum memakan kepiting.

Perbedaan pendapat itu sendiri, dikarenakan kepiting dianggap sebagai hewan yang hidup di dua habitat: darat dan laut atau air. Para ulama, berselisih dalam menyikapi hewan yang hidup di dua habitat ini.

Seperti pendapat Imam Abu Zakaria bin Syaraf al- Nawawi dalam Minhaj al-Thalibin, yang juga dikutip dalam fatwa MUI mengatakan:

‎وَمَا يَعِيشُ فِي بَر وَبَحْرٍ: كَضِفْدَعِ وسَرَطَانٍ وَحَيَّة حَرَامٌ.

“Hewan yang hidup di darat sekaligus di laut/air seperti kodok, kepiting, dan ular hukumnya haram (dikonsumsi).”

Sedang ulama lain, seperti Ibnu Qudamah berpendapat:

‎كُلُّ مَا يَعِيْشُ فِي الْبَرِّ مِنْ دَوَابِّ الْبَحْرِ لَا يَحِلُّ بِغَيْرِ ذَكَاةٍ كَطَيْرِ الْمَاءِ وَالسُّلَحْفَاةِ وَكَلْبِ الْمَاءِ إِلَّا مَا لَا دَمَ فِيْهِ كَالسَّرَطَانِ فَإِنَّهُ يُبَاحُ بِغَيْرِ ذَكَاةٍ

Setiap hewan yang hidup di daratan berupa binatang melata laut itu tidak halal, tanpa disembelih (terlebih dahulu), seperti burung laut, penyu, dan anjing laut. Kecuali binatang yang tidak memiliki darah, seperti kepiting, maka boleh dimakan tanpa disembelih. (Lihat selengkapnya Ibnu Qudamah, Al-Mughni, juz 9, hlm. 337)

Sementara fatwa MUI tentang kepiting yang ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa saat itu, yang merupakan Wakil Presiden RI saat ini, KH. Ma’ruf Amin, tidak hanya merujuk pada teks al-Quran, hadits-hadits dan literatur fikih klasik semata.

Komisi Fatwa MUI, bekerja sama dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) juga menjadikan penelitian serta pendapat Dr. Sulistiono (Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB) dalam makalah Eko-Biologi Kepiting Bakau sebagai referensi dan rujukan.

Hasilnya Komisi Fatwa MUI berpendapat bahwa ternyata kepiting yang biasa dijadikan komoditas dan yang sering dikonsumsi masyarakat Indonesia tidak ada yang berhabitat di dua alam, di darat sekaligus di laut atau di air.

Dalam fatwa itu dijelaskan kepiting hanya hidup di air, baik di laut mau pun di air tawar. Ditambah juga dengan ciri fisik bahwa ternyata kepiting bernafas dengan insang, berhabitat di air, dan bertelur di air karena memerlukan oksigen di dalam air.

Karena alasan-alasan tersebut, hukum mengonsumsi kepiting berdasarkan fatwa MUI di atas, hukumnya halal, boleh-boleh saja selama tidak membahayakan bagi kesehatan tubuh.

Wallahu A’lam.

Sumber: Majlis Ulama Indonesia (MUI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *