Kabarnusa24.com – Saat ini ojek online (ojol) sudah menjadi profesi sebagian masyarakat Indonesia. Tidak sedikit driver ojol pria yang membonceng perempuan bukan mahram dirinya. Lalu pertanyaannya adalah bolehkah ojol pria membonceng perempuan bukan mahram ?
Mengenai hal ini, pada dasarnya dalam Islam seorang muslim dituntut untuk menjaga diri dari perbuatan yang mendekatkan diri pada zina. Pun, dilarang berkhalwat [berduaan yang berpotensi menimbukan syahwat] dengan lawan jenis yang bukan mahram. Akan tetapi ada pelbagai kondisi di mana memandang perempuan yang bukan mahram hukumnya diperbolehkan. Dan salah satunya adalah ketika bermuamalah.
Saat bermuamalah (melakukan jual-beli, bekerja dan bergaul) maka laki-laki diperkenankan memandang atau berboncengan dengan perempuan bukan mahram yang menjadi lawan muamalahnya, termasuk dalam hal ini seorang driver ojol membonceng penumpangnya. Hal ini sebagaimana keterangan dalam Kitab al-Taqrib [halaman 31] karya Abu Syuja’ berikut ini:
والسادس النظر للشهادة أو للمعاملة فيجوز إلى الوجه خاصة
“Yang ke enam adalah memandang perempuan bukan mahram dalam rangka kesaksian dan muamalah. Maka pada kondisi itu, diperbolehkan (bagi laki-laki) memandang wajah perempuan bukan mahram.”
Selanjutnya, sejatinya interaksi antara perempuan dan lelaki yang bukan mahram dalam Islam diperbolehkan apabila interaksi tersebut bukan khalwat atau tidak berpotensi timbulnya fitnah. Simak penjelasan itu dalam kitab Al-Majmu’ Syarah al Muhadzab, jilid IV, halaman 350:
اخْتِلَاطَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ إذَا لَمْ يَكُنْ خَلْوَةً لَيْسَ بِحَرَامٍ
“Percampuran antara wanita dan pria asalkan tidak terjadi khalwat tidak diharamkan”.
Selanjutnya dalam kitab Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyah jilid XL, halaman 372 juga dijelaskan bahwa antara laki-laki dan perempuan diperbolehkan bermuamalah. Berikut penjelasannya:
وَأَمَّا الشَّافِعِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ فَقَدْ تَقَدَّمَ أَنَّ الْمَذْهَبَ عِنْدَهُمْ تَحْرِيمُ نَظَرِ الرَّجُل مِنْ غَيْرِ حَاجَةٍ إِلَى أَيِّ عُضْوٍ مِنْ أَعْضَاءِ الْمَرْأَةِ الأَجْنَبِيَّةِ حَتَّى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ، وَمَعَ ذَلِكَ فَقَدْ أَجَازُوا لِلرَّجُل النَّظَرَ إِلَى وَجْهِ الْمَرْأَةِ لِلْمُعَامَلَةِ مِنْ بَيْعٍ وَشِرَاءٍ وَنَحْوِهِمَا، لِيَرْجِعَ بِالْعُهْدَةِ، وَيُطَالِبَ بِالثَّمَنِ وَنَحْوِ ذَلِكَ، وَلَا يَجُوزُ النَّظَرُ إِلَى غَيْرِ الْوَجْهِ، لِلاِكْتِفَاءِ بِالنَّظَرِ إِلَيْهِ فِي تَحْقِيقِ الْحَاجَاتِ النَّاشِئَةِ عَنِ الْمُعَامَلَةِ
“Dalam Mazhab Syafi’iah dan Hanbali, hukum laki-laki memandang anggota tubuh mana saja dari perempuan yang bukan mahram adalah haram tak terkecuali wajah dan kedua telapak tangannya. Namun, Syafi’iyyah dan Hanabilah memperbolehkan laki-laki memandang wajah perempuan bukan mahram dalam rangka muamalah seperti jual-beli dan semacamnya.
Tujuannya agar dapat mengenali satu sama lain seandainya terjadi polemik di kemudian hari ihwal muamalahnya seperti pengembalian barang, penuntutan pembayaran dan lain-lain. Adapun memandang anggota tubuh selain wajah tetap tidak diperbolehkan karena kepentingan-kepentingan yang berkaitan dengan muamalah sudah tercapai dengan memandang wajah saja.”
Sumber: Tim Layanan Syariah, Ditjen Bimas Islam KEMENAG RI