Luka Menganga Al-Aqsha
KABARNUSA24.COM, Problematika Al-Aqsha, persoalan Al-Quds, dan masalah Palestina merupakan bagian dari akidah dan keyakinan penting dalam Islam. Al-Aqsha bukan hanya problematika rakyat Palestina dan penduduk Gaza saja, akan tetapi merupakan problematika umat Islam seluruhnya.
Sebab Masjid Al-Aqsha secara historis merupakan tanah yang dipenuhi dengan jejak sejarah para nabi, dari Nabi Adam ‘alaihissalam hingga Nabi Muhammad ﷺ. Sebab Masjid Al-Aqsha adalah masjid kedua setelah Masjidil Haram yang dibangun untuk mentauhidkan dan mengesakan Allah ﷻ.
Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim disebutkan
عَنْ أبي ذر رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ فِي الْأَرْضِ أَوَّلُ؟ قَالَ الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَيُّ؟ قَالَ الْمَسْجِدُ الْأَقْصَى قُلْتُ كَمْ بَيْنَهُمَا؟ قَالَ أَرْبَعُونَ سَنَةً
Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Wahai Rasulullah. Masjid apa yang pertama kali dibangun di atas muka bumi ini?” Rasulullah ﷺ menjawab, “Masjidil Haram.” Kemudian Abu Dzar kembali bertanya, “Berapa lama jarak antara pembangunan kedua?” Beliau menjawab, “40 tahun.”
Di sanalah, di tanah Palestina, para nabi berdiri kokoh di atas mimbar-mimbar mereka untuk menyampaikan tauhid. Di sana pula raga mereka terkubur berkalang tanah. Tatkala Islam hadir untuk menerangi dunia, Al-Aqsha menjadi kiblat pertama sebelum akhirnya dipindahkan ke Masjidil Haram.
Al-Aqsha juga merupakan tempat Isra dan Miraj Rasulullah. Di sana pula Nabi menjadi imam shalat bermakmumkan ruh para nabi.
Syam, yang mencakup wilayah Al-Aqsha dan sekitarnya merupakan tempat umat manusia dikumpulkan sebelum terjadi kiamat kelak. Tempat itu dan para penduduk yang tinggal di dalamnya merupakan bumi dan manusia yang diberkati oleh Allah ﷻ.
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا
“Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari; dari Masjidil Haram (di Mekah) ke Masjid Al-Aqsha (di Palestina) yang kami berkahi sekelilingnya; agar Kami memperlihatkan kepadanya sebagian di antara tanda-tanda (kebesaran) Kami.” (QS. Al-Isra’: 1)
Akhir-akhir ini, tanah yang diberkati itu sedang berduka. Bumi peninggalan para nabi itu terus terluka. Luka yang dari hari ke hari semakin menganga. Dari luka itu meneteslah–bahkan mengalir dengan deras–darah generasi terbaiknya.
Generasi sahabat Abu Ubaidah bin Jarrah dan generasi Shalahuddin. Bangunan-bangunannya roboh luluh lantak oleh hujan ratusan bahkan ribuan roket Yahudi Zionis laknatullah. Dari puing-puing itu, tertimpa dan terkuburlah jasad-jasad manusia tak berdosa.
Jika ada tubuh yang berhasil selamat dari reruntuhan gedung-gedung itu; apabila ia seorang suami maka ia adalah seorang duda yang sudah kehilangan istri tercinta dan anak-anak penyejuk hatinya. Manakala ia seorang istri maka ia adalah janda yang kehilangan suami belahan jiwanya dan anak-anak yang pernah lahir dari rahimnya.
Bahkan manakala yang berhasil keluar dengan hidup itu adalah seorang anak, maka ia menjadi anak yatim piatu yang kehilangan kedua orang tua tersayang dalam sekedip mata. Anak malang itu bisa jadi berumur 20 tahun, belasan tahun, bahkan banyak balita yang histeris di depan jasad kaku kedua orang tuanya seraya memanggil keduanya. “Umi, Abi. Ayah, Ibu.”
Luka menganga Al-Aqsha kian parah dengan sikap saudara-saudaranya sesama bangsa Arab yang tak acuh kepada mereka, terkhusus para penguasa. Tidak ada di antara yang membuka perbatasan mereka agar para wanita, anak anak, dan manula bisa mengungsi.
Bahkan bantuan kemanusiaan yang mengalir untuk Palestina pun terhenti di depan pintu masuk perbatasan. Rakyat Palestina telah terembargo dan terblokade sejak beberapa tahun yang lalu. Palestina berubah laksana penjara besar di atas muka bumi ini
Peristiwa terakhir, rombongan bus yang di dalamnya mayoritas terdiri dari para wanita, anak-anak, dan manula juga tidak luput dari serangan rudal Yahudi. Tidak hanya itu, penyerangan juga dilakukan pada rumah sakit yang sedang menangani para korban sekarat dan terluka akibat kezaliman Yahudi.
Bangunan fisiknya porak poranda, jasad-jasad tak berdosa bergelimpangan, serta bercak merah darah berceceran di mana-mana. Paling tidak 500 korban terbunuh dalam peristiwa tersebut.
Jika kita masih menganggap persoalan Al-Aqsha dan Al-Quds hanyalah permasalahan rakyat Palestina, berarti kita tidak lebih mengerti dari Yahudi sendiri. Karena bagi mereka Al-Aqsha dan Al-Quds bukanlah sekedar persoalan politik dan persoalan geografi, namun yang utama adalah persoalan agama keyakinan bangsa Yahudi.
David Ben-Gurion, perdana menteri pertama Israel, pernah berpidato di hadapan PBB setelah diakui sebagai anggota pada tahun 1949. Tanpa sedikitpun keraguan, Ben-Gurion dengan tegas berkata, “Bisa jadi, kami (Yahudi) memang tidak memiliki hak atas Palestina dari kacamata politik dan hukum.
Akan tetapi kami memiliki hak atas Palestina dari sudut pandang agama. Sebab Palestina adalah tanah yang dijanjikan Tuhan untuk kami. Tuhan memberikannya kepada kami dari sungai Nil hingga Eufrat.”
Ya. Al-Aqsha bukan sekedar problematika politik. Al-Quds tidak hanya persoalan hukum internasional. Tetapi Al-Aqsha dan Al-Quds adalah persoalan agama yang kita peluk dengan sepenuh hati, yaitu Islam.
Oleh sebab itu, untuk mengobati luka Al-Aqsha dan Al-Quds, kita memerlukan “dokter” dan “perawat” dengan keimanan yang teguh. Umat Islam membutuhkan seorang pemimpin negara sekaliber Umar bin Khattab dan Mu’tashim billah.
Kita merindukan pemimpin negara yang teguh iman dan penuh keberanian, seperti Mu’tashim billah, yang memobilisasi puluhan ribu tentara dari Baghdad untuk menempuh perjalanan jauh ke Amuriyah demi menyelamatkan seorang wanita yang berteriak memohon pertolongan.
Umat Islam menghajatkan para panglima perang sekelas Abu Ubaidah bin Jarrah, Khalid bin Walid dan Shalahuddin Yusuf Al-Ayyubi, yang berhasil membebaskan berbagai negeri dengan tidak menjatuhkan banyak nyawa.
Umat Islam membutuhkan para pejuang tulus yang berjuang demi kemuliaan Islam dan tegaknya kalimatullah di atas muka bumi ini. Yaitu para pejuang yang memiliki prinsip, “Kemenangan yang membahagiakan teman, dan kematian yang menggetarkan lawan,” yaitu “Hidup mulia atau mati syahid.”
Tidak kalah penting, umat Islam juga memerlukan para dermawan yang berbaik hati dengan hartanya untuk membantu saudara kita di Gaza, Palestina. Bantuan harta kita tidak harus jutaan, ratusan juta, bahkan milyaran rupiah, namun bisa ratusan ribu, puluhan ribu, bahkan ribuan rupiah.
Sebab yang dinilai oleh Allah bukan banyak sedikitnya, melainkan keikhlasan dan hajat kita terhadap harta yang kita infakkan. Dalam hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan Imam Ahmad dan An-Nasai lalu dihasankan oleh Al-Albani, Rasulullah ﷺ bersabda,
سَبَقَ دِرْهَمٌ مِائَةَ أَلْفِ دِرْهَمٍ قَالُوا وَكَيْفَ قَالَ كَانَ لِرَجُلٍ دِرْهَمَانِ تَصَدَّقَ بِأَحَدِهِمَا وَانْطَلَقَ رَجُلٌ إِلَى عُرْضِ مَالِهِ فَأَخَذَ مِنْهُ مِائَةَ أَلْفِ دِرْهَمٍ فَتَصَدَّقَ بِهَا
“Satu dirham dapat mengungguli seratus ribu dirham.” Lalu ada yang bertanya, “Bagaimana itu bisa terjadi wahai Rasulullah?”
Beliau ﷺ menjelaskan, “Ada seorang yang memiliki dua dirham lalu mengambil satu dirham untuk disedekahkan. Ada pula seseorang memiliki harta yang banyak sekali, lalu ia mengambil dari kantongnya seratus ribu dirham untuk disedekahkan.”
Namun tidak kalah penting, bahwa umat Islam, terkhusus penduduk Palestina. Membutuhkan doa yang tulus dari kita. Doa untuk mereka yang kita panjatkan pada waktu-waktu ijabah, seperti di sepertiga malam akhir, antara adzan dan iqamah, dan pada hari Jumat.
Doa adalah “senjata” orang beriman. Doa adalah “senjata” bagi mereka yang tidak memiliki senjata. Bukanlah Rasulullah ﷺ pernah bersabda,
فَإِنَّمَا تُرْزُقونَ وَ تُنٍْصَرُونَ بِضُعَفَائِكُمْ
“Sungguh, rezeki dan kemenangan kalian tidak lain disebabkan (doa) dari orang-orang lemah di antara kalian.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al-Albani)
Cepat atau lambat, insyaAllah Al-Aqsha dan Al-Quds akan kembali ke pangkuan umat Islam. Filishtin sataharrar.
Semoga suara kebenaran akan terus meninggi mengalahkan kedustaan dan kebatilan yang senantiasa dikobarkan. Semoga Allah ﷻ menolong kaum muslimin yang terzalimi dan memasukkan kita semua ke dalam golongan yang mendapat ampunan serta ridha dari-Nya.
Sumber: Kutipan Ulasan Dakwah Materi Khutbah.