Jakarta, kabarnusa24.com – 16 September 2024 || Dimulai dari tahun 2022, sampai dengan saat ini, semua media cetak maupun elektronik nasional dan internasional, selalu mengangkat topik terjadinya “Perang Dunia III” beserta tanda-tanda dan prediksi waktu terjadinya perang tersebut. Dalam ulasan semua media sebelum tulisan ini diunggah, “Perang Dunia III” dipicu oleh berbagai macam sebab di antaranya adalah: konflik perebutan wilayah, konflik perebutan sumber daya alam dan mineral, bahkan sampai dengan konflik agama. Apakah benar hal tersebut menjadi pemicu dan sebab dari “Perang Dunia III”? Apakah benar “Perang Dunia III” sudah tidak bisa dihindari lagi? Mungkinkah pihak lain yaitu “Bank”, yang selama ini lepas dari pengamatan media, dan pemikiran masyarakat umum, justru menjadi pemicu utama? Dalam tulisan ini akan diulas fakta-fakta yang merubah pandangan-pandangan yang tidak pernah dipertimbangkan sebelumnya oleh pembaca.
Untuk itu kita mereview pada tahun 2019, ketika seluruh dunia mulai menghadapi Pandemi Covid-19, kasus Corona Virus dideteksi di Indonesia pertama kali pada tanggal 2 Maret 2020 dan akhirnya pemerintah Indonesia mencabut status pandemi Covid-19 pada 21 Juni 2023. Seluruh Masyarakat Indonesia dan global berjuang melawan pandemi ini selama hampir 4 tahun, dan menyadari hal ini adalah awal dari krisis global. Kondisi ekonomi saat pandemi sangat terpuruk, dan ketika status pandemi dicabut, seluruh warga dunia berharap adanya pemulihan dari krisis ekonomi yang diakibatkan oleh Pandemi Covid-19. Apakah harapan tersebut terealisasi dengan adanya pemulihan pasca pandemi?
Saat ini September 2024, menuju kepada akhir tahun 2024, harapan yang adanya pemulihan ekonomi tersebut sirna, kondisi ekonomi semakin terpuruk jauh lebih parah dari ketika terjadinya pandemi. Di negara Indonesia, dampak yang tampak adalah naiknya angka perceraian dan PHK (pemutusan hubungan kerja). Kedua hal tersebut sangat berkaitan di dalam kehidupan rumah tangga, karena lapangan pekerjaan sangat menentukan hubungan harmonisasi dalam keluarga menyangkut kebutuhan primer. Setelah itu sudah bisa dipastikan angka kejahatan meningkat seiring dengan peningkatan angka PHK. Bilamana tidak segera diantisipasi, dan dicari solusinya maka sudah bisa dipastikan akan terjadi kerusuhan (Chaos) dan selanjutnya terjadinya “Perang Dunia III”. Hal-hal tersebut bukan semata-mata dialami oleh negara Indonesia, namun dialami oleh seluruh negara di dunia. Kerusuhan nasional sudah dialami oleh negara Sri Lanka pada 4 April 2022, yang mengakibatkan mundurnya semua anggota kabinet pemerintahan. Pada September 2022, terjadi krisis kenaikan biaya hidup di Inggris, terutama naiknya sewa hunian sampai dengan 100%, yang mengakibatkan terjadi pergantian Perdana Menteri sebanyak 4 kali sejak 2019 dimulai dengan PM Borris Johnson (2019-2022), PM Liz Truss (2022, 50 hari), PM Rishi Sunak (2022-2024) dan sekarang adalah PM Sir Keir Starmer. Krisis di Inggris juga mencerminkan krisis energi yang dialami oleh Jerman, Perancis, Belanda dan seluruh negara-negara Eropa yang memicu Perang Rusia-Ukraina.
Kondisi-kondisi yang terjadi saat ini di Masyarakat Indonesia, terutama di sektor mikro ekonomi, sebenarnya adalah dampak bola salju yang bergulir akibat tidak berjalannya makro ekonomi di nagara ini. Diberitakan oleh media pada tanggal 5 Desember 2023, “Presiden Joko Widodo Ngamuk Soal Likuiditas”, beliau mendorong semua bank untuk segera merealisasikan kredit dan tidak mengalihkan kepada pembelian obligasi dan SBN. Harapan dari seruan ini bukan lagi berbentuk himbauan, adalah adanya pembiayaan dan penambahan modal baru pada proyek-proyek besar dan strategis serta industri yang menyerap permodalan besar bisa direalisasikan oleh Bank Pelaksana, dengan tujuan bilamana makro ekonomi bisa bergerak, akhirnya banyak membuka lapangan kerja baru, yang pada tujuannya nanti bisa memutar sektor mikro ekonomi. Namun seruan tersebut belum juga bisa dilaksanakan oleh Bank, sehingga efek bola es semakin membesar, ditandai dengan mundurnya Kepala Otorita IKN Bpk. Bambang Soesantono pada bulan Juni 2024, yang sekaligus mengungkap banyak hal yang “unik”, yaitu belum terbayarnya gaji pegawai Otorita IKN, yang mana sangat kontras dengan Megaproyek yang menelan biaya ratusan triliun tersebut.
Sebenarnya pada tanggal 1 Juni 2024, Bank Indonesia memberlakukan sebuah kebijakan baru yaitu Kebijakan insentif Likuiditas Makroprudential, yang nilainya mencapai Rp 255 triliun (Dua Ratus Lima Puluh Lima Triliun Rupiah). Namun kebijakan ini belum mampu dimanfaatkan dan disalurkan oleh Bank Pelaksana, khususnya Bank BUMN yang memperoleh porsi terbesar yaitu sebesar Rp 117 triliun (Seratus Tujuh Belas Triliun), karena sampai dengan September 2024 belum ada tanda-tanda pembiayaan di proyek-proyek besar di negara ini. Selain dari Kebijakan insentif Likuiditas Makroprudential, baik Bank BUMN, Bank BPD dan Bank Swasta bisa juga memberikan pembiayaan dari Rekening AMU (Aset Manajemen Unit), asalkan AMU ini tidak berupa pinjaman bagi pengelola jasa keuangan seperti perbankan (sesuai dengan Undang-Undang no 4 Tahun 2023, pasal 112 ayat 2a dan 2b).
Bilamana kondisi ini terus berlanjut, di mana Bank Pelaksana khususnya Bank BUMN, yang menjadi pilar penyangga makro ekonomi dan mikro ekonomi negara Indonesia tidak mampu berperan sebagai pendistribusi moneter, maka keterpurukan di ekonomi di setiap elemen makin parah dan berlarut-larut yang ujungnya adalah kerusuhan serta “Perang Dunia III”. Semua pihak baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan lembaga-lambaga pemerintahan, BUMN, Sektor Swasta Nasional maupun Asing serta seluruh rakyat, semua perlu menggunakan dana dan memiliki keinginan untuk mencegah bahaya terjadinya “Perang Dunia III”. Bank Pelaksana khususnya Bank BUMN perlu segera menyikapi “kepentingan” semua pihak ini, untuk 1 tujuan besar yaitu mencegah terjadinya “Perang Dunia III” yang merugikan semua pihak.
Di saat Bank BUMN dan Bank Pelaksana semua belum mampu memberikan solusi dan seolah-olah berdiam diri dari himbauan dan teguran dari Pemerintah Pusat, harapan muncul pada tanggal 3 September 2024. Datang bersama-sama para kyai dan santri serta santriwati ke Bank BRI Pusat di Semanggi Jakarta Pusat. Para Kyai menyampaikan secara terbuka “Press Release” yang isinya memberikan solusi bagi pihak Bank BRI untuk bisa menyalurkan pembiayaan yang berasal dari Rekening Aset Manajemen Unit dan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudential. Mereka datang karena peduli terhadap kondisi yang terjadi di Indonesia dan dunia yang dialami oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, lembaga-lembaga pemerintah, BUMN, perbankan, swasta nasional dan asing dan yang paling penting adalah kesejahteraan seluruh warga negara Republik Indonesia.
Jadi setelah ditarik akar masalahnya, pemicu sesungguhnya dari “Perang Dunia III” yang segera terjadi adalah Bank, dan penyelesaiannya adalah juga di Bank itu sendiri, dan hendaknya PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, selaku Bank BUMN yang mengelola aset terbesar di negara Indonesia juga peduli dengan kepentingan “Rakyat” sesuai dengan nama dari Bank BRI. (bersambung “solusi konkret bagi Bank BRI”) (Y.Anwar)