Sulawesi Selatan – kabarnusa24.com.
Nasib apes menimpa Sarira Alla Manurun mantan Kepsek SMA Negeri 4 Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan. Sarira ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Luwu atas dugaan tindak pidana korupsi (Pasal 12e UUPTPK) terkait Pungutan Liar (Pungli) atas dana komite sekolah periode 2019-2022.
Sarira yang dikonfirmasi menerangkan sejak semula ia tidak tahu menahu mengenai adanya dana komite tersebut dan bagaimana pengelolaannya. Dia baru tahu adanya dana komite yang dihimpun oleh komite sekolah melalui sumbangan orang tua murid ketika Ketua Komite Sdr. Lantera menyatakan komite berencana membangun 2 (dua) ruang kelas dan membuat pagar sekolah pada tahunn 2019.
Sarira keberatan atas rencana komite tersebut karena tidak sesuai dengan aturan yang berlaku namun ketua komite bersikeras karena dibutuhkan untuk bisa menampung siswa baru yang ada tinggal di sekitar sekolah. Akhirnya Ketua Komite menghadap Kepala Kantor Cabang Pendidikan Luwu untuk menyampaikan rencana komite dan tetap saja dilarang, namun komite tetap nekad melakukan Pembangunan.
Pembangunan 2 (dua) ruang kelas dan pagar tersebut mengalami kendala karena pandemi covid-19 dan entah bagaimana ceritanya tiba-tiba saja bendahara komite ( Ibu Salika ) menyalurkan dana komite yang terkumpul tersebut sebagai intensif untuk guru-guru honorer dan kemudian juga kepada guru ASN pada tahun 2021 sampai 2022.
Anehnya, Ibu Salika menyatakan kalau pembagian intensif kepada guru-guru karena adanya arahan Kepala Sekolah (Sarira) dalam rapat intern. Sarira merasa heran karena dia sama sekali tidak pernah mengarahkan bendahara komite untuk memberi intensif kepada guru-guru menggunakan dana komite terlebih lagi karena dia memang tidak berwenang memerintahkan hal tersebut mengingat dana komite bukanlah milik sekolah. Sarira bahkan menyatakan “semua guru-guru tahu kalau saya pernah marah karena ada seorang guru yang menerima honor dari dana komite, dan saat itu juga saya ingatkan kepada bendahara komite untuk tidak memberi honor kepada guru-guru dari dana komite”.
Beberapa pihak antara lain anggota komite sekolah dan guru-guru yang sempat dikonfirmasi oleh media ini juga menerangkan hal yang sama yaitu Mantan Kepala sekolah (Pak Sarira) tidak pernah terlibat dalam perencanaan kegiatan komite, tidak pernah terlibat dalam menghimpun dana komite, dan tidak pernah menyarankan agar guru aktif menarik dana komite dari siswa.
Nasib apes yang menimpa Sarira berawal ketika seorang oknum wartawan menemuinya disekolah dan meminta sejumlah uang yang tidak sedikit jumlahnya dengan cara kasar dan mencaci maki hal mana membuat Sarira terpaksa menamparnya sehingga berakhir di Polres Belopa. Merasa tidak puas oknum wartawan tersebut kemudian mengancam akan melaporkan dan memenjarakan Sarira terkait dana komite yang ada di SMA Negeri 4 Luwu ke APH.
Segera setelah itu turun pemeriksaan inspektorat yang berakhir dengan nihil temuan pada akhir tahun 2022, yang kemudian diteruskan lagi dengan pemeriksaan Kejaksaan Negeri Luwu dengan hasil penetapan Sarira sebagai tersangka pada Agustus 2024.
Menurut Sarira, segala dokumen yang terkait dengan pertanggungjawaban komite sekolah yang disita oleh Kejaksaan Negeri Luwu dimana dia turut bertandatangan didalamnya baru ditandatanganinya pada tahun 2023 setelah perkara ini bergulir di Kejaksaan Negeri Luwu. “Dokumen-dokumen tersebut diserahkan kepada saya oleh Ibu Salika yang ketika itu sudah tidak lagi menjadi bendahara komite dengan alasan diperlukan oleh pihak kejaksaan dan sedang ditunggu hari itu untuk keperluan pemeriksaan, karena tidak ingin dianggap menghalang-halangi pemeriksaan Kejaksaan maka saya terpaksa menandatanganinya”, demikian tutur Sarira.
Rudi Sinaba, SH.MH., penasihat hukum Sarira yang dihubungi melalui telepon mengkonfirmasi “biarlah persoalan ini diselesaikan menurut hukum yang berlaku. Sekiranya ada pihak-pihak seperti anggota komite atau guru yang menerangkan kalau Pak Sarira tidak terlibat dalam perencanaan program komite, tidak ikut terlibat menghimpun dana komite apalagi tidak menyarankan agar dana komite dibayarkan sebagai honor kepada guru-guru, biarlah hal ini terungkap di persidangan nanti”, demikian pungkas Rudi Sinaba.
(*)