Tutup
Sekapur Sirih

Kajian Hadits: Penerima dan Pemberi Riba

8919
×

Kajian Hadits: Penerima dan Pemberi Riba

Sebarkan artikel ini
Kajian Hadits: Penerima dan Pemberi Riba

Oleh: Ustadz Muhaimin Yasin (Alumnus Pondok Pesantren Ishlahul Muslimin Lombok Barat dan Pegiat Kajian Keislaman)

Kabarnusa24.com,- Riba merupakan hal yang sangat penting untuk terus dikaji sesuai perkembangan zaman. Sebab segala bentuk aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat rentan terkena riba. Sementara dalam syariat Islam riba sangat terlarang.

Dalam Al-Quran Allah swt secara tegas melarang orang-orang beriman untuk memakan riba. Ini tertuang dalam surat Ali ‘Imran ayat 130:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوا الرِّبٰوٓا اَضْعَافًا مُّضٰعَفَةً ۖ وَّاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَۚ

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”

Imam Ibnu Katsir menjelaskan, ayat tetsebut merupakan larangan bagi orang-orang yang beriman untuk mengambil riba dan memakannya, sebagaimana yang terjadi di tengah masyarakat Jahiliyah.

Mereka berkata, “Apabila utang telah jatuh tempo, ada kalanya dibayar atau dibungakan. Jika ditunaikan maka dianggap selesai, namun apabila tidak maka ditetapkan perpanjangan waktu dan nominalnya ditambah dari jumlah utang pokok.”

Begitu seterusnya setiap tahun. Mungkin saja jumlah utangnya sedikit, namun bisa berlipat ganda menjadi banyak. (Tafsir Al-Qur’anil Azhim, [Beirut: Darul Kutub ‘Ilmiyah: 1998], juz II, halaman 102).

Baginda Nabi Muhammad saw melaknat siapapun yang terlibat dalam aktivitas riba. Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Jabir ra:

عَنْ ‌جَابِرٍ قَالَ: لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‌آكِلَ ‌الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ، وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ، وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ

Artinya, “Dari Jabir ra., ia berkata: “Rasulullah saw melaknat pemakan riba, orang yang memerintahkan untuk memakan riba, juru tulis, dan saksinya.” Beliau berkata lagi: “Mereka semua sama”.” (HR Muslim).

Al-Qurthubi menguraikan secara lengkap penjelasan tentang hadits di atas, salah satunya adalah maksud dari pemakan riba yakni siapa saja yang berperan mengambil atau menikmati hasil riba, maka masuk dalam kategori pemakan riba.

(قوله: ‌لعن ‌رسول ‌الله ‌صلى ‌الله ‌عليه ‌وسلم ‌آكل ‌الرِّبا، ‌وموكله، وكاتبه، وشاهديه. وقال: (هم سواء آكل الربا: آخذه. وعبَّر عن الأخذ بالأكل؛ لأن الأخذ إنما يُرَاد للأكل غالبًا؛ ومنه قوله تعالى: إِنَّ الَّذِينَ يَأكُلُونَ أَموَالَ اليَتَامَى ظُلمًا؛ أي: يأخذونها، فإنه لم يعلّق الوعيد على أموال اليتامى من حيث الأكل فقط، بل من حيث إتلافها عليهم بأخذها منهم. وموكل الربا: معطيه. وهذا كما قال في الحديث الآخر: (الآخذ والمعطي فيه سواء) وفي معنى المعطي: المعين عليه، وكاتبه: الذي يكتب وثيقته. وشاهداه: من يتحمَّل الشهادة بعقده، وإن لم يؤدها. وفي معناه: من حضره فاقرَّه. وإنما سوَّى بين هؤلاء في اللعنة؛ لأنه لم يحصل عقد الرِّبا إلا بمجموعهم

 Artinya, “Perkataan: “Rasulullah saw melaknat pemakan riba, orang yang menyuruh memakan riba, juru tulisnya dan saksinya”. Kemudian beliau berkata, “Mereka semua sama”. Maksud dari pemakan riba adalah orang yang yang mengambilnya. Penggunaan kata pemakan untuk menjelaskan makna orang yang mengambil, sebab secara umum tujuannya untuk dimakan.

Di antara dalil yang menunjukkan pengambilan harta diungkapkan untuk dimakan meskipun ada tujuan-tujuan lain adalah firman Allah swt: “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim” (An-Nisa’: 10), yakni maksudnya adalah orang-orang yang mengambil harta anak yatim. Karena, ancaman perbuatan zalim terhadap harta anak yatim bukan hanya untuk pemakannya saja, namun berlaku juga bagi siapa saja yang merugikan anak yatim dengan hartanya.

Kemudian maksud dari orang yang menyuruh ةث makan riba, yakni orang yang memberikan riba. Sebagaimana dalam hadits Nabi yang lain: “Penerima dan pemberi sama saja”. Sehingga dapat diartikan, bahwa yang orang memberi riba adalah orang menolong terjadinya riba.

Sedangkan yang dimaksud juru tulis riba dalam hadits tersebut adalah orang yang mencatat dokumennya. Lalu maksud dari saksi adalah orang yang memberikan kesaksian atas akadnya, dalam makna lain, maksud dari saksi tersebut adalah siapa saja yang hadir (dalam majelis akad) kemudian mengakuinya.

Selanjutnya, alasan mereka sama dalam laknat, sebab akad riba tidak akan pernah terlaksana tanpa kehadiran semuanya.” (Al-Mufhim lima Asykala min Talkhis Kitabi Muslim, [Beirut, Dar Ibnu Katsir: 1996], juz IV, halaman 500).

Sementara Imam An-Nawawi dalam memberikan penjelasan bahwa hadits tersebut menyatakan secara tegas atas keharaman aktivitas ribawi.

هذا تصريح بتحريم كتابة المبايعة بين المترابيين والشهادة عليهما وَفِيهِ تَحْرِيمُ الْإِعَانَةِ عَلَى الْبَاطِلِ

Artinya, “Hadits ini menyatakan keharaman terhadap persetujuan antara dua orang yang melakukan transaksi riba, kesaksian atas keduanya dan dalam hadits tersebut juga ada pentunjuk atas keharaman tolong-menolong dalam kebatilan.” (Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim, [Beirut, Darul Ihya’it Turats: 1971], juz XI, halaman 26).

Demikian penjelasan hadits tentang riba: penerima dan pemberi riba yang sama-sama dilaknat oleh Nabi saw. Wallahu a’lam.

Sumber: Kajian Ilmu Hadits NU Online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *