Aceh Tenggara Kabarnusa24.com- Demi mendapatkan Kucuran Dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang besar, SMA SWASTA DARUL ISTIQOMAH Kecamatan Bukit Tusam kabupaten Aceh Tenggara diduga melakukan Mark Up/penggelembungan data siswa, pasalnya, jumlah data siswa yang telah tercantum di Dapodik ada perbedaan dengan jumlah siswa yang dibayar oleh pemerintah
Rangkuman data hasil investigasi awak media online yang mendampingi ketua LSM Pemantau pendidikan kesehatan masyarakat Aceh ( PPKMA) M. Jenen.SE . jumlah siswa yang tercantum di Dapodik sebanyak 25 siswa/i, namun dilihat di rekapitulasi BOS salur siswa/i yang dibayar oleh pemerintah mencapai 40 Siswa
Dikonfirmasi UMMU AIMAN selaku kepala sekolah di ruang guru “terkait data siswa/i yang kami duga tidak Singkeron (7/11/2024)
Kepala sekolah SMA SWASTA DARUL ISTIQOMAH UMMU AIMAN Berlagak benar padahal menurut data yang kami temukan sudah jelas salah, ada dugaan kepala sekolah Unsur kesengajaan Menggelembungkan data siswa untuk mencari keuntungan pribadi. Ungkap M. jenen. SE.
Kami berusaha ingin mengkonfirmasi Oprator sekolah tapi kepala sekolah tidak memberikan nomor kontak Oprator, katanya ” Urusan Oprator itu urusan saya juga data yang kalian bawak bukan data yang akurat . Tambahnya.
Terpisah salah satu kepala sekolah yang berbeda jenjang dan tempat bertugas menyampaikan “di setiap pendidikan semua dalam sistem sama, siswa/i yang dibayar oleh pemerintah sesuai jumlah Dapodik, misalkan begini, biasanya siswa keluar masuk, atau ada yang pindahan, tapi kan di sistem ada cut off dan ada Sinkron terakhir,” jelasnya.
“Kalau siswa masuknya atau pindah setelah cut off itu namanya siswa titipan dan tidak di bayar oleh BOS, intinya siswa yang telah dibayarkan BOS sesuai dengan jumlah yang tercantum di Dapodik, karena itu tadi ada cut off dan Sinkron terakhir,” pungkasnya.
Menurut M. Jenen.SE. Selaku ketua LSM PPKMA di kabupaten Aceh Tenggara, jika hal ini benar dirinya merasa sangat prihatin. Dana BOS berasal dari uang pajak yang dibayarkan oleh masyarakat, apabila dugaan modus mark up data itu benar berarti uang tersebut tidak digunakan sesuai dengan maksudnya, yang pada akhirnya merugikan keuangan negara.
“Saya sangat prihatin kenapa masih banyak oknum kepala sekolah melakukan mark up jumlah murid untuk mendapatkan anggaran BOS yang lebih besar, padahal ketika data tidak sesuai dengan jumlah peserta didik yang sebenarnya, maka hal tersebut sudah masuk kategori pemalsuan yang ancaman pidananya di atas 5 tahun, belum lagi kerugian negara yang sangat besar,” ungkapnya.
M. Jenen. SE. menambahkan, jika pihaknya dalam waktu dekat akan melaporkan temuan tersebut pada yang berwenang agar dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Sampai berita ini di terbitkan awak media masih berupaya mencari sumber lain, guna mengemas data yang akurat untuk bahan pemberitaan.** Bersambung.