Tutup
Berita

Peredaran Pil Koplo Golongan G Di Wilayah Hukum Polda Metro Jaya Diduga Kebal Hukum

1763
×

Peredaran Pil Koplo Golongan G Di Wilayah Hukum Polda Metro Jaya Diduga Kebal Hukum

Sebarkan artikel ini
kabarnusa24.com
kabarnusa24.com

Kabarnusa24.com, KOTA BEKASI | Peredaran obat keras terbatas atau lebih dikenal PIL Koplo/Golongan G di wilayah hukum Polda Metro Jaya cukup memperihatinkan. Peredaran obat keras tersebut kerap menyasar kalangan muda tidak terkecuali para pelajar.

Hasil penelusuran awak redaksi menemukan beberapa toko menjual Pil koplo/Golongan G seperti Tramadol, hexymer, Kamlet dan sebagainya (Pil Koplo-red) dengan modus toko klontong, toko kosmetik, atau counter handphone, semisal di Jl.ciwulan RT 01/09 Cipayung, Kecamatan Ciputat, Tanggerang Selatan 15411.

“Bang dari mana, ini bang, teriak penjaga toko, sembari memberikan beberapa lembar uang puluhan, “ujarnya seperti ditirukan awak redaksi, Rabu (22/01).

 

Lebih lanjut si penjaga toko mengatakan, untuk urusan setor ke Aparat biasanya itu urusan bang B, Kalau saya hanya kerja saja bang, lagian sehari bisa 3-4 anggota pun datang ketoko, sambung penjaga toko.

“Sering kali anak punk kalau kumpul buat gaduh dan resah, karena penampilannya yang seram, bertato, dan terlihat galak, ” ujar J yang juga pedagang soto disekitar toko penjual Pil Koplo/Golongan G.

Terpisah, pemerhati lingkungan yang akrab di sapa Bung Tony, melalui pesan singkat WhatsApp kepada, awak media, Rabu (22/01), mengatakan, maraknya peredaran obat keras jelas menunjukan lemahnya kinerja dan pengawasan Aparat Penegak Hukum (APH)

“Lah, itu mudah kok, apalagi nampak terang benderang terkait peredaran pil koplo tanpa dapat disentuh instansi terkait, semisal Dinas Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI). Atau mungkin peredaran obat keras tanpa legalitas menjadi lahan basah bagi oknum berseragam aktif yang tidak bertanggung jawab?, “jelas Tony.

Sudah bukan lagi menjadi rahasia umum, kartel obat-obatan (pil koplo-red) kebal hukum, mereka terorganisir dengan rapih.

“Pedagang obat keras dengan mudah di temui, patut dii duga kuat adanya keterlibatan oknum. Kan sudah jelas aturan mainnya sebagaimana mana diatur Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1963 Tentang Farmasi, belum lagi Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, ” jelas Tony.

“Sudah seharusnya Dinas Kesehatan setempat, serta BPOM RI dapat menentukan sikap. Aparat Penegak Hukum khususnya Polda Metro Jaya harus membuka mata akan menjamurnya obat keras tanpa izin edar, serta bertindak lebih keras. Atau memang peredaran obat obatan tersebut dijadikan lahan basah untuk meraup pundi-pundi keuntungan bagi kebanyakan oknum berseragam aktif yang terlibat, siapa bermain, siapa bertanggung jawab?, “pungkas Tony.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *