DaerahPemilu 2024PendidikanPolitik

Hadapi Pesta Demokrasi. Akankah Rakyat Wawonii Salah Memilih

4
×

Hadapi Pesta Demokrasi. Akankah Rakyat Wawonii Salah Memilih

Sebarkan artikel ini
Hadapi Pesta Demokrasi. Akankah Rakyat Wawonii Salah Memilih
Muhamad Zulpiqran Kordinator Presidium HIPMAWANI
Hadapi Pesta Demokrasi. Akankah Rakyat Wawonii Salah Memilih
Muhamad Zulpiqran
Kordinator Presidium HIPMAWANI

Rakyat harus pintar memilih calon legislatif di tahun 2024 berdasarkan pengalaman di tahun 2019, banyak anggota DPRD Kab. Konkep yang mengabaikan aspirasi rakyat mereka cenderung kepentingan pribadi mereka di banding kepentingan publik, ini yang perlu di sampaikan kepada masyrakat agar memilih calon legislatif yang berkulitas.

Pemilihan umum sebagai sala satu dari demokarasi yang merupakan sarana kedaulatan rakyat, dalam negara demokratis kedaulatan tertinggi berada ditangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan dan masa depan untuk menentukan orang-orang yang memegang tampuk kepemimpinan.

Sejak di tetapkannya sistem porposional terbuka di indonesia, dimana sistem memberikan akses terbuka kepada masyrakat untuk memilih sendiri caleg yang didukungnya. Mempunyai derajat keterwakilan serta tingkat keadilan yang tinggi untuk caleg peserta pemilu. Ada kelebihan dan ada kelemahan sistem pemilu proposional daftar terbuka yang dapat mempengaruhi prilaku memilih masyarakat, kelebihan dari sistem proposional terbuka dengan suara terbanyak memiliki kelebihan yang membuat masyarakat untuk dapat melihat serta menyeleksi caleg-caleg yang tampil untuk dipilih, sehingga dampaknya masyarakat dapat lebih selektif dan rasional dalam memilih caleg yang didukung.

Pemilu legislatif merupakan bagian dari Pemilihan Umum dimana pemilu legislatif merupakan ajang bagi masyarakat untuk menyeleksi caleg- caleg yang mempunyai potensi serta kapasitas untuk mewakili aspirasi rakyat. Sudah seharusnya caleg yang menjadi wakil rakyat adalah orang-orang yang mempunyai komitmen dan tanggung jawab yang besar terhadap konstituenya. Sehingga yang dibutuhkan adalah kemampuan untuk memilih nama caleg yang terbaik dari sekian banyak caleg yang mengikuti pemilu. Namun sangat mengkhawatirkan apabila caleg yang dihasilkan merupakan caleg yang lahir dari kampanyekampanye finansial dan pilihan-pilihan pragmatis pada saat pemilu.

Salah satu fungsi partai politik adalah rekrutmen politik. seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sisitem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya. Rekrutmen politik dilakukan untuk mendapatkan kandidat yang sesuai untuk mewakili partai dalam mengisi jabatan sebagai calon legislatif, calon pemimpin lokal, maupun pemimpin nasional. Hal ini dikarenakan partai merupakan kendaraan politik yang sah untuk mempersiapkan kader-kadernya sebagai calon pemimpin pada jenjang dan posisi tertentu. Maka dapat dikatakan bahwa fungsi rekrutmen politik adalah suatu hal yang penting karena merupakan sebuah proses awal, untuk menentukan kinerja lembaga legislatifnantinya.

Namun dalam praktinya, perkembangan partai politik seperti “mengalami kemunduran,” akibat kuatnya personifikasi figur kepemimpinan yang tersentralistik pada figur patron politik yang kuat yang mengakibatkan meluasnya praktik-praktik dinasti politik dalam proses rekruitmen, kandidasi, dan kaderisasi. Partai politik juga kurang mendorong keahlian dan kecakapan politik yang memadai agar kader-kader politiknya siap terjun ke masyarakat dan menjadi solusi atas berbagai persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal itu, antara lain sebagai akibat dari proses politik dan perebutan kekuasaan yang lebih berorientasi jangka pendek, kental oleh kepentingan politik sesaat.

Proses kaderisasi dan rekrutmen juga belum mampu melahirkan kepemimpinan politik yang ideal. Seorang pemimpin politik yang memiliki kecakapan dan kemampuan politik dalam mendorong perubahan yang lebih baik. Penentuan kandidat biasanya berkaitan dengan kriteria apa yang dikendaki oleh partai, atau kebutuhan apa yang dikehendaki oleh partai, dan pada konteks tertentu yang diinginkan oleh konstituen atau publik. Umumnya secara teori, kriteria yang diperlukan dalam proses rekrutmen politik berkaitan dengan ideologi kader, loyalitas, elektabilitas (dukungan politik), kemampuan politik, rekam jejak calon, serta hubungannya dengan konstituen atau pemilih.

Kriteria-kriteria tersebut merefleksikan kebutuhan partai di satu sisi dan disisi lain kebutuhan terhadap adanya tanggung jawab partai untuk mendorong munculnya wakil rakyat dan pejabat publik yang berintegritas, jujur, akuntabel dan tidak koruptif. Rekrutmen politik umumnya juga berhubungan dengan representasi politik dan representasi teritorial secara politik. Oleh karena itu, aspek-aspek keterwakilan politik juga perlu menjadi salah satu pertimbangan dalam rekruitmen politik.

Namun pada kenyataanya, perekrutan dan kaderisasi oleh Partai politik di Kab. Konawe Kepulauan masih terbilang lemah. Dalam pelaksanaan pemilu, tak ada partai politik dalam susunan calon anggota legislatif yang didaftarkan ke KPU tanpa diwarnai nama yang sebelumnya dikenal oleh sebagian masyarakat di dunia kesenian, pengusaha, mantan birokrasi dan orang ternama lainya. Hal ini bukan fenomena baru tetapi fenomena lama dalam dunia politik Indonesia dan sudah berlangsung sejak Orde Baru atau mungkin juga Orde Lama. Selain caleg dari kalangan orang ternama yang namanya cukup dikenal oleh masyarkat.

Kemudian beberapa partai politik yang juga menyertakan caleg yang tidak kompoten cenderung mementingkan kepentingan pribadi di banding kepentingan rakyat. Calon-calon seperti itu yang latar belakangnya jauh dari dunia perpolitikan perlu untuk dipertanyakan kredibilitasnya. Karena seorang caleg mestinya adalah orang yang benar-benar mempunyai jiwa kewarganegaraan, berintegrasi dan bemoral.
Dengan semakin ketatnya kompetisi politik dapat dipastikan bahwa manajemen partai politik harus berusaha memperbaiki kualitas calon legislatif (caleg) sehingga caleg yang diusung memang calon yang handal dan mampu memenuhi harapan masyarakat.

Pemilih pemula belum mempunyai bekal pengetahuan yang cukup
terhadap suatu organisasi yang mengarah dibidang politik berbeda dengan pemilih yang sudah pernah terlibat aktif dalam pemilihan umum. Pemilih pemula yang terdiri atas pelajar, mahasiswa atau pemilih dengan rentang usia 17-21 tahun menjadi segmen yang memang unik, seringkali memunculkan kejutan dan tentu menjanjikan secara kuantitas. Disebut unik, sebab prilaku pemilih pemula dengan antusiasme tinggi, relatif rasional, haus akan perubahan dan tipis akan kadar polusi pragmatisme.

Maraknya aksi-aksi politik yang dilakukan oleh mahasiswa menjadikan mahasiswa sebagai “bintang” pada era reformasi ini. Perannya dalam menyuarakan aspirasi dan tuntutan masyarakat menjadikan mahasiswa selalu berada pada posisi terdepan dalam menentukan, mengantisipasi dan menjawab setiap persoalan maupun perubahan sosial. Ketajaman menganalisis masalah, kepekaan memandang realitas dan keteguhan memegang etika akademik yang ilmiah merupakan citra diri yang melekat pada pribadi seorang mahasiswa.

Mahasiswa menjadi obyek yang menarik. Hal ini disebabkan mahasiswa mempunyai “ciri khas tersendiri” yang membuat ia menjadi berbeda dengan masyarakat lainnya. Ciri khas dari mahasiswa adalah selain ia mempunyai pendidikan relatif tinggi, mahasiswa juga sebagai “mahluk” yang “kreatif” dalam perilakunya, “dinamis” dalam melakukan pencarian dan pengembangan potensi diri, “kritis” dalam melihat dan merespon realitasnya dan memiliki idealisme yang cukup tinggi. sehingga ia selalu sensitif terhadap apa yang terjadi pada lingkungan dimana ia hidup.

Mahasiswa merupakan cendekiawan, yaitu orang-orang yang kelihatannya tidak pernah puas menerima kenyataan sebagaimana adanya…, mereka mempertanyakan kebenaran yang berlaku suatu saat, dalam hubungannya dengan kebenaran yang lebih tinggi dan lebih luas. Pentingnya peran dan fungsi mahasiswa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara menjadikan mahasiswa kelompok yang penting untuk terus diikuti perkembanganya. Sebagaimana mahasiswa direfleksikan sebagai Young Citizen yang telah diberikan predikat pretisius bagi mahasiswa itu sendiri antara lain sebagai iron stok, guarden value, agent of change dan sebagainya. Gelar tersebut tentu memberikan tanggung jawab moral bagi setiap mahasiswa, tanggung jawab kepada masyarakat untuk mampu melihat masalah, memberikan solusi serta menjadi penyalur aspirasi bagi masyarakat awam kepada pemerintah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *