Oleh : Alkindi (Mahasiswa pasca sarjana UNAS)
Kabarnusa24.com – Pergantian Gubernur Sulawesi Tenggara sebentar lagi akan bergulir, banyak kalangan mulai membicarakan siapa yang layak untuk menggantikan H. Ali Mazi sebagai gubernur dan menjabat sebagai PJ gubernur Sultra.
DPRD Sultra menyebutkan bahwa tiga nama yang bakal diusulkan ke Kemendagri RI, yakni Rektor Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari Prof. Muhammad Zamrun Firihu, mantan Kepala Polda Sultra Komjen Pol Andap Budhi Revianto, dan Sekretaris Daerah (Sekda) Sultra Asrun Lio.
Beberapa pihak mengatakan bahwa yang layak untuk melanjutkan kepemimpinan PJ Gubernur SulTra sebelum adanya jabatan Defenitif baru 2024 adalah mereka yang lahir dan besar di tanah SulTra atau di sebut sebagai Putra Daerah dengan dalil bahwa yang mengetahui situasi dan kondisi Sulawesi Tenggara adalah mereka yang di sebut sebagai Putra Daerah.
Tentunya, Jika bicara kelayakan, pihak yang telah di usulkan oleh DPRD Pemprov Sultra itu semua sudah sangat layak dan masing-masing memiliki Track Record sesuai dengan posisi jabatan mereka.
Sebagai Mahasiswa politik Pasca UNAS saya mengatakan bahwa, pandangan primordial dari DPRD Sultra ini perlu di apresiasi sebagai upaya dalam menumbuhkan Good Gavernance pada putra daerah yang memiliki potensi untuk menjadi PJ Gubernur Sultra .
Jika hal ini tidak terjadi, maka akan menjadi kelemahan suara daerah melalui DPRD hanya berwenang dalam mengusulkan, tapi tidak untuk menentukan.
Seharusnya Presiden sebagai eksekutor yang akan menentukan kedudukan Pj harus mengarah kepada figur yang lahir dari usulan DPRD Provinsi, agar suara primordial tidak teralienasi dan patut di finalkan, tinggal menentukan dari ketiga usulan siapa yang terbaik diantara yang layak.
Akan tetapi penentuan Pj Gubernur, Bupati, Wali Kota di seluruh pelosok negeri tidak akan terlepas dari muara kepentingan 2024, kualifikasi dan tendensi kita sebagai Masyarakat SulTra tentu menginginkan putra putra terbaik daerah lah yang harus memimpin SulTra sebagai Pj Gubernur.
UU yang mengatur tentang penentuan Pj tidak cukup meyakinkan kita bahwa regulasilah yang akan menjadi pedoman utuh untuk memilih seorang Pj Gubernur Sulawesi Tenggara.
Sebagai kepala pemerintahan tentu di harapkan Bapak Presiden RI mampu netral dalam penunjukan Pj di seluruh Indonesia termaksud Pj Gubernur Sulawesi Tenggara, tapi dalam prespektif Jokowi sebagai Petugas partai tentu Jokowi akan menampilkan keberpihakannya, dan di situ pula kita akan menemukan bahwa kekuasaan akan di jadikan instrumen utama dalam merebut kemenangan Pemilu 2024 .
Jokowi dalam posisi Cawe-Cawe tentu akan selalu memihak dan memperjuangkan kepentingan partainya sebagai bentuk pengabdian terhadap kepatuhan ideologi, agar momentum 2024 nanti bisa di rebut kembali oleh partai yang berkuasa pada tahun 2014 hingga sekarang.
Jika kembali mengingat kalimat yang di sampaikan oleh Ketua Projo yang sekarang menjabat sebagai Menteri Kominfo yang menggantikan Mentri sebelum nya yang tersandung kasus korupsi, di dalam narasinya ketika bincang-bincang di acara Total Politik mengatakan bahwa “ketika kita kalah di pemilu 2024 kita semua akan masuk penjara”.
Narasi ini bisa menjadi Psiko analisis kita tentang penentuan Pj di seluruh Negeri ini, bahwa kekuasaan sedang resah dan gelisah.
Untuk mengantisipasi keresahan itu, maka Invensible Hand akan bersemayam di balik kekuasaan untuk menggalang kekuatan penuh guna memenangkan pertarungan kedepannya, karna jikalau tidak maka semua akan terancam masuk bui.
Menurut saya, ini akan menjadi hal yang paling urgen dalam penentuan Pj di seluruh Indonesia termaksud Pj Gubernur SulTra bukan perihal Kemampuan, kalayakan atau pun putra daerah tapi bagaiamana para kandidat yang di usulkan mampu membangun sebuah kesepakatan yang tersembunyi untuk mengamini intervensi kekuasaan pusat pada tujuan yang satu yaitu kemenangan pemilu 2024 nantinya.
(Alk).