Tutup
NasionalOpiniPolitikReligi

Soal Kritik Pemimpin, Waketum MUI: Gunakan Adab Bukan Mencaci

3
×

Soal Kritik Pemimpin, Waketum MUI: Gunakan Adab Bukan Mencaci

Sebarkan artikel ini
Soal Kritik Pemimpin, Waketum MUI: Gunakan Adab Bukan Mencaci

Soal Kritik Pemimpin, Waketum MUI: Gunakan Adab Bukan Mencaci

JAKARTA – Kabarnusa24.Com

Beberapa hari terakhir sedang ramaiw diperbincangkan tentang kritik yang disampaikan oleh salah satu tokoh yang membuat gaduh di media sosial hingga memicu amarah beberapa pihak.

Pasalnya, kritik yang disampaikan tokoh tersebut dianggap kurang beretika, serta menggunakan kata-kata kasar yang tidak pantas untuk disampaikan di depan publik.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Marsudi Syuhud, menekankan pentingnya menyampaikan kritik dengan menggunakan adab yang benar.

“Saat ini sedang ramai tentang kritik, yang mana, mengkritiknya menggunkan kata-kata yang tidak pantas. Ingat, berbicara yang baik tidak harus dengan kata-kata yang kotor, sampaiakan kritik itu dengan baik,” kata dia, dalam keterangannya kepada MUIDigital, Senin (7/8/2023).

Lebih lanjut, dia juga menegaskan bahwa kritik boleh disampaikan kepada siapapun, karena kritik merupakan suatu hal yang sangat diperlukan dalam berbangsa dan bernegara.

Menurut dia, kritik yang baik sangat diperlukan untuk mengevaluasi dan juga memperbaiki. “Siapa saja yang menjadi pemimpin harus berani membuka diri untuk dikritik,” ungkapnya.

“Perlu diketahui, bahwa kritik itu untuk memperbaiki, bukan untuk mencaci. Kritik boleh, kritik adalah vitamin, kritik adalah vaksin untuk memperbaiki, bukan untuk mencaci,” tegasnya menambahkan.

Kiai Marsudi juga menceritakan kisah Sahabat Abu Bakar Shidiq yang membuka ruang untuk dikritik ketika beliau menjadi kholifah.
Dalam pidatonya Abu Bakar Shidiq menyampaikan: “Wahai manusia, sungguh aku telah didaulat sebagai pemimpin atas kalian, akan tetapi aku bukanlah manusia terbaik diantara kalian, maka bila aku membuat kebajikan, kebaikan atau sesuatu yang sesuai, maka dukunglah aku. Dan jika aku bersikap buruk, tidak baik, keluar dari aturan-aturan, maka luruskanlah aku, karena kejujuran adalah amanah dan dusta adalah pengkhianatan.”

Kiai Marsudi juga menyampaikan bahwa dalam Alquran disampaikan etika mengkritik yang baik. Pesan tersebut terdapat dalam firman Allah SWT pada surat Al-Ashr ayat 3:

وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ

Yang artinya: “Dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasehati supaya menetapi kesabaran.”

Selaras dengan hal tersebut, Kiai Marsudi juga berpesan agar menyampaikan kritik dengan cara yang tepat, dengan data yang sesuai dan tidak melupakan adab serta etika.

“Kritiklah, berilah wasiat-wasiat dengan kebenaran, jangan ada yang bohong, jangan ada yang salah, jangan menggunakan data-data yang tidak tepat (hoax),” kata dia memberikan contoh.

Dia juga berpesan agar mengkritik kebenaran harus disampaikan dengan cara yang benar, cara yang baik dan juga tepat. Mengkritik tidak cukup dengan yang benar saja. Menyampaikan sesuatu yang benar tidak cukup hanya karena faktanya benar, karena diatas kebenaran ada akhlak.

“Pilihlah kata-kata yang bijak, kata-kata yang baik dan data yang benar, maka itu semua akan menjadi hal yang tepat untuk memperbaiki bangsa kita,” ujar dia.

Sumber : Majlis Ulama Indonesia (MUI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *