JAKARTA, Kabarnusa24.com – Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama memastikan bahwa kewajiban sertifikasi halal diberlakukan sesuai ketentuan regulasi Jaminan Produk Halal (JPH) bagi sejumlah jenis produk yang mencakup barang dan jasa. Sektor jasa yang dikenai kewajiban bersertifikat halal antara lain jasa penyembelihan, jasa pengolahan, jasa penyimpanan, jasa pengemasan, jasa pendistribusian, jasa penjualan dan jasa penyajian. Ketujuh macam jasa tersebut juga hanya dikenakan kewajiban sertifikasi halal jika diperuntukkan bagi makanan, minuman, obat dan kosmetik.
Dengan demikian maka sektor jasa di luar ketujuh macam jasa yang telah disebut di atas atau jasa yang masuk dalam ketujuh macam jasa tersebut namun tidak diperuntukkan bagi makanan, minuman, obat dan kosmetik tidak dikenakan kewajiban bersertifikat halal. Berdasarkan ketentuan regulasi tersebut, maka tidak benar ketika muncul pemberitaan di media yang menyatakan bahwa truk wajib bersertifikat halal.
“Dari ketujuh macam jasa tersebut, untuk jasa penyimpanan, jasa pengemasan, jasa pendistribusian dikelompokkan sebagai jasa logistik. Kewajiban sertifikasi halal atas jasa logistik ini juga hanya yang diperuntukkan bagi jasa logistik yang digunakan untuk memfasilitasi produk makanan, minuman, obat, dan kosmetik.” ungkap Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham, di Jakarta, Kamis (5/9/2024).
Kewajiban sertifikasi halal atas jasa logistik makanan, minuman, obat, dan kosmetik hanya dikenakan bagi pihak ketiga yang menyediakan jasa logistik saja tanpa menghasilkan barang. Sedangkan pelaku usaha makanan, minuman, obat, dan kosmetik yang memiliki fasilitas penyimpanan, pengemasan, dan pendistribusian untuk produknya sendiri tidak perlu mengajukan sertifikasi jasa logistik yang terpisah dengan sertifikasi produk barangnya. Hal tersebut terjadi karena pada saat pelaku usaha mensertifikasi halal barangnya sudah mencakup juga aspek jasa logistik yang dimiliki perusahaan tersebut.
“Dengan demikian disini saya tegaskan hal ini untuk meluruskan adanya pemahaman keliru bahwa truk atau kendaraan pengangkut yang harus bersertifikat halal. Sesuai regulasi, yang benar adalah jasa logistiknya yang wajib bersertifikat halal.” terang Aqil menjelaskan.
“Prinsipnya jaminan kehalalan produk harus memenuhi prinsip ketertelusuran atau traceability produk, dari awal produksi sampai dengan produk diterima konsumen. Sehingga, harus dipastikan bahwa dalam semua aspeknya, proses produk halal berjalan memenuhi standar yang ditetapkan, dan dipastikan terhindar dari potensi kontaminasi dari bahan non halal.” lanjut Aqil menjelaskan.
Kehalalan suatu produk dapat dipastikan melalui prinsip jaminan tertelusur atau traceability. Ini meliputi proses penyimpanan di gudang produsen atau sumber material sesuai Sistem Jaminan Produk Halal atau SJPH, agar terhindar dari kontaminasi barang/zat tidak halal atau najis. Proses transportasi dari produsen atau sumber material ke tempat penyimpanan juga harus dapat dipastikan mempergunakan sarana transportasi yang memenuhi SJPH, terbebas dari potensi terjadinya kontaminasi silang antara produk halal dan non-halal.
Proses lain yang harus terjamin adalah terhindar dari kontaminasi silang antara lain pengemasan (packing) dan/atau pengemasan ulang (repacking), dan pelabelan (labelling), termasuk pemisahan wadah atau petikemas untuk produk halal dan tidak halal pada saat akan dikirimkan dan penanganan di fasilitas pengolahan. Aktivitas kritis halal pada jasa penyimpanan, jasa pengemasan dan jasa pendistribusian pada umumnya terjadi pada aktivitas pemuatan barang (loading/stuffing), pembongkaran muatan (unloading), penerimaan barang di gudang (receiving), penyimpanan barang di gudang (put away dan storage), pengambilan barang di gudang (picking), pengemasan barang (packing) dan/atau pengemasan ulang (repacking) di fasilitas pengemasan, penyiapan barang untuk pengiriman (staging) dan pengiriman (delivery).
Ketentuan ini diatur di dalam PP 39/2021 maupun di dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 20 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Keputusan Kepala BPJPH Nomor 57 Tahun 2021 tentang Kriteria Sistem Jaminan Produk Halal. Regulasi ini mengatur bahwa pelaku usaha wajib memisahkan lokasi, tempat dan alat yang digunakan dalam menjalankan Proses Produk Halal yang meliputi proses penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian.
Pengaturan proses distribusi sesuai Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021 dinyatakan bahwa proses distribusi produk halal, produk tidak disertifikasi halal, dan produk tidak halal sekalipun dapat dilakukan dalam satu fasilitas distribusi yang sama, selama memenuhi syarat:
(1) Produk yang didistribusikan bukan produk segar maupun produk olahan asal hewan yang dibekukan. Untuk distribusi kedua produk ini, fasilitas distribusinya wajib terpisah.
(2) Pelaku usaha jasa distribusi bukan produk segar maupun produk olahan asal hewan yang dibekukan wajib menjamin tidak terjadi kontaminasi silang selama proses distribusi berlangsung yang dibuktikan dengan surat pernyataan dari pihak produsen atau distributor.
“Pendeknya, pelaku usaha wajib melakukan pendistribusian, penjualan, dan penyajian produk sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.” pungkasnya menegaskan.
Sumber: Kemenag RI