Tutup
DaerahHukum & KriminalInternasionalLingkunganNasional

Keliru Pemprov Sultra Memahami Polemik Larangan Kegiatan Pertambangan di Pulau Kecil Wawonii

0
×

Keliru Pemprov Sultra Memahami Polemik Larangan Kegiatan Pertambangan di Pulau Kecil Wawonii

Sebarkan artikel ini
Keliru Pemprov Sultra Memahami Polemik Larangan Kegiatan Pertambangan di Pulau Kecil Wawonii
Pertambangan di pulau Wawonii

JAKARTALANGARA (30/01/2025) – Polemik sengketa pertambangan di pulau kecil Wawonii kembali mencuat. Hal ini dikarenakan adanya pernyataan dari Kepala Dinas ESDM Pemprov Sultra, Andi Azis, dalam siaran pers PPID Utama Provinsi Sultra tanggal 22 Januari 2025 yang mengatakan PT Gema Kreasi Perdana (PT GKP) tetap dapat melaksanakan hak dan kewajibannya sebagaimana diktum 3 dan 4 SK Menteri Kehutanan Nomor 576 Tahun 2014 terkait Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), yakni melakukan kegiatan pertambangan, menjual hasil tambang, dan membayar PNBP ke negara. Pernyataan tersebut jelas keliru dan bertentangan dengan hukum.

Kekeliruan tersebut diperburuk dengan pernyataan Sekretaris Daerah Pemprov Sultra, Asrun Lio, yang gagal memahami perkara PT GKP di Pulau kecil Wawonii. Dalam pemberitaan publik yang beredar mengutip hasil wawancara Asrun tanggal 24 Januari 2025 yang mendukung pernyataan Andi Azis tersebut di atas, terlihat jelas ketidakpahaman Pemprov Sultra dalam menanggapi perkara yang telah merugikan masyarakat Wawonii.

Merespon hal tersebut, kuasa hukum masyarakat, Harimuddin, dari Indrayana Centre for Government, Constitution, and Society (INTEGRITY) Law Firm menegaskan Putusan Mahkamah Agung Nomor 403 K/TUN/TF/2024 tanggal 7 Oktober 2024 yang mengabulkan permohonan Kasasi dengan membatalkan IPPKH PT GKP telah berkekuatan hukum tetap. Terlebih dalam Gugatan tersebut, permohonan penundaan keberlakuan IPPKH juga dikabulkan. Sehingga, meskipun ada upaya hukum Peninjauan Kembali, seharusnya Pemprov Sultra menghormati Putusan tersebut dan melarang PT GKP melanjutkan kegiatan pertambangannya.

Lebih lanjut, Harimuddin menambahkan IPPKH PT GKP sudah tidak berlaku lagi sejak lama. Hal tersebut dikarenakan Diktum Ketigabelas IPPKH yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan melalui Surat Keputusan tanggal 18 Juni 2014 tersebut mengatur ketentuan batal dengan sendirinya dalam batas waktu tertentu tidak dilakukan kegiatan nyata di lapangan.

“Faktanya, dalam persidangan di PTUN Kendari perkara Nomor 67/G/LH/2022/PTUN.Kdi, terungkap PT GKP baru melakukan kegiatan nyata di lapangan akhir tahun 2019. Oleh sebab itu, dengan sendirinya IPPKH tersebut sudah batal sejak tanggal 18 Juni 2016, atau dua tahun sejak IPPKH tersebut diterbitkan. Fakta terang benderang yang tidak pernah disadari atau diakui oleh Pemprov Sultra”, tegas mantan Staf Khusus Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115) Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Selain Putusan Mahkamah Agung yang membatalkan IPPKH PT GKP tersebut, Mahkamah Agung juga sebelumnya telah membatalkan pasal-pasal “selundupan” yang mengatur ruang kegiatan pertambangan dalam Peraturan Daerah Konawe Kepulauan terkait Rencana Tata Ruang Wilayah Tahun 2021 (Perda RTRW Konkep) di Pulau kecil Wawonii.

Pasal-pasal tersebut dibatalkan dan dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum karena bertentangan dengan banyak peraturan perundang-undangan di atasnya. Bagaimana tidak, UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (UU PWP3K) dengan tegas melarang kegiatan pertambangan di pulau kecil. Pun Perda RTRW dan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tingkat Provinsi Sultra juga tidak mengatur peruntukan kegiatan pertambangan di Pulau Wawonii yang masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Konawe Kepulauan.

“Pemprov Sultra harus diingatkan kembali tentang adanya Putusan Mahkamah Agung, tidak hanya satu, melainkan dua putusan yang menghapus ketentuan ruang kegiatan pertambangan di Pulau kecil Wawonii. Sehingga, kegiatan pertambangan yang dilakukan di atasnya jelas bertentangan dengan hukum dan sudah benar dan berdasar hukum pasal-pasal dalam Perda RTRW Konkep dibatalkan”, ungkap putra daerah asli Buton tersebut.

Senada dengan Harimuddin, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Konawe Kepulauan, Sahidin, juga menyatakan kedua Putusan Mahkamah Agung tersebut bersifat final, telah berkekuatan hukum tetap, dan tidak ada lagi upaya hukum lain untuk menggugatnya, karenanya harus dipatuhi, dihormati, dan dilaksanakan. Sayangnya, Pemprov Sultra cenderung terlihat memihak dan seolah-olah berupaya untuk tetap melancarkan kegiatan pertambangan PT GKP di Pulau kecil Wawonii.

Keberpihakan tersebut juga dapat dilihat dari sikap abai Pemprov Sultra yang tidak menindak tegas PT GKP yang tetap melakukan kegiatan operasional pertambangan meskipun keberlakuan IPPKHnya ditunda berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 403 K/TUN/TF/2024 tanggal 7 Oktober 2024 yang menguatkan Putusan PTUN Jakarta Nomor: 167/G/TF/2023/PTUN.JKT.

Dalam pemberitaan Telisik.id tanggal 26 Januari 2025 yang berjudul “Polemik PT GKP: Kadis ESDM Sultra Dituding Lecehkan Putusan Mahkamah Agung”, General Manager External Relations PT GKP, Bambang Murtiyoso menyatakan “kami tetap menjalankan operasional berdasarkan izin yang masih berlaku, seperti IUP dan IPPKH”.

“Pernyataan Bambang tersebut merupakan sebuah pengakuan tindak pidana. Tindakan PT GKP yang tetap menambang di hutan tanpa adanya IPPKH jelas merupakan tindak pidana yang melanggar Pasal 78 ayat (6) UU Kehutanan dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 5 miliar. Sehingga wajar jika masyarakat mengatakan Pemprov Sultra berpihak pada PT GKP dan tidak menghormati Putusan Mahkamah Agung”, terang Sahidin yang juga merupakan salah satu penggugat PT GKP.

Sahidin menambahkan kekeliruan Pemprov Sultra dan tindakan abai dalam merespon polemik sengketa pertambangan di Pulau kecil Wawonii hanya semakin memperburuk kerugian yang dialami masyarakat. Selain Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi juga telah menguatkan posisi hukum pulau kecil bukan merupakan wilayah yang boleh untuk ditambang melalui Putusan Nomor 35/PUU-XXI/2023 dalam pengujian UU PWP3K yang diajukan oleh PT GKP.

Terlepas dari adanya berbagai putusan pengadilan dari Mahkamah Agung yang menegaskan PT GKP tidak lagi berhak melakukan kegiatan operasional pertambangan, Pemprov Sultra tetap abai dan tidak menghormati putusan-putusan pengadilan tersebut.

Pun jika, quod non, hasil putusan Peninjauan Kembali atas IPPKH dikabulkan, PT GKP tetap tidak bisa melanjutkan kegiatan operasionalnya karena tidak lagi ada ruang untuk kegiatan pertambangan di Pulau kecil Wawonii berdasarkan dua Putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap, yakni Putusan Nomor: 57 P/HUM/2022 tanggal 22 Desember 2022 dan Putusan Nomor: 14 P/HUM/2023 tanggal 11 Juli 2023.

“Mendasarkan pada fakta-fakta yang terang benderang di atas, semestinya Kadis ESDM dan Sekda Sultra mencabut dan mengklarifikasi pernyataannya. Selain bertentangan dengan hukum, pernyataan Andi Azis dan Asrun Lio sangat menyakiti hati masyarakat Wawonii dan merendahkan perjuangan mereka dalam mendapatkan haknya kembali atas lingkungan yang bersih, sehat, dan terbebas dari aktivitas pertambangan, khususnya bagi masyarakat yang tanahnya digusur paksa oleh PT GKP”, tutup Sahidin. (*)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *