Oleh : Ustadzah Siti Amiratul Adibah (Mahasiswa Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang, Alumnus Pondok Pesantren As’ad Jambi dan Ma’had Aly Situbondo).
Kabarnusa24.com | Bidaah merupakan salah satu series Malaysia yang ditayangkan di Viu selama bulan Ramadhan. Karya yang ditulis oleh Eirma Fatima ini disambut cukup baik di masyarakat hingga viral di dua negara sekaligus, yakni di Indonesia dan Malaysia.
Series dengan 15 episode ini mengangkat berbagai isu yang menggambarkan beberapa penyimpangan yang dilakukan oknum yang mengaku guru atau mursyid, namun menyimpang dari ajaran Islam.
Di balik sorotan publik, tak dapat dipungkiri bahwa serial ini juga menuai banyak kontroversi, baik dari segi adegan maupun isu yang diangkat. Salah satu yang paling disorot adalah praktik meminum air bekas mandi guru untuk mencari berkah, yang dilakukan oleh anggota komunitas Jihad Ummah (jamaah dalam serial tersebut).
Isu ini diungkap dalam salah satu scene yang memperlihatkan beberapa jamaah laki-laki Walid (mursyid/guru di dalam jihad ummah) sedang memasukkan air bekas mandi Walid dan istrinya ke dalam sumur yang diperuntukkan untuk diminum para jamaah.
Lantas bagaimana pandangan Islam soal ini? bolehkah seseorang meminum air bekas mandi guru dengan tujuan untuk mendapatkan berkah?
Hukum Tabarruk kepada Orang Saleh
Tabarruk adalah sikap mengharap berkah melalui orang-orang saleh seperti nabi, wali, atau ulama. Perilaku ini diperbolehkan dalam Islam, sebagaimana dijelaskan dalam hadits-hadits Rasulullah SAW yang menunjukkan kebolehan mencari berkah melalui orang-orang saleh dengan berbagai cara. Salah satu bentuknya adalah mengharap berkah dari air wudhu, sebagaimana tergambar dalam hadits berikut:
وروى الطبراني بسند جيد عن ابن عمر رضي الله تعالى عنهما قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلّم يبعث إلى المطاهر فيؤتى بالماء فيشربه يرجو بركة أيدي المسلمين
Artinya: “Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dengan sanad yang jayyid dari Ibnu Umar RA, ia berkata, ‘Rasulullah SAW bergegas menuju tempat bersuci umum, lalu beliau mengambil air dari tempat tersebut dan meminumnya seraya berharap mendapatkan berkah (kebaikan) dari bekas tangan-tangan umat Islam,’” (Muhammad ash-Sholihi, Subulul Huda war Rasyad fi Sirah Khairil ‘Ibad, [Beirut: Darul Kutub Ilmiah, 1993], jilid VII, hlm. 221).
Hadits ini menunjukkan bahwa seseorang boleh untuk mengharapkan berkah melalui orang-orang saleh, akan tetapi hal ini tidak berlaku mutlak. Karena orang yang bisa menjadi wasilah untuk mendapatkan berkah adalah orang-orang saleh yang mengikuti sunnah-sunnah nabi Rasulullah SAW, bukan orang-orang ahli bid’ah. (Shahih Ibnu Hibban, [Beirut: Muassasatur Risalah, 1988, jilid IV, 82).
Meminum Air Bekas Mandi Guru
Sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya, bahwa hukum tabarruk atau cari berkah kepada orang-orang saleh hukumnya boleh-boleh saja, selagi orang saleh tersebut mengikuti sunnah-sunnah nabi dan bukan ahli bid’ah. Lalu bagaimana dengan hukum tabarruk dengan meminum air bekas mandi guru?
Hal ini memang terdengar berlebihan serta menimbulkan pro dan kontra. Beberapa murid yang mengenal Islam sebagai doktrin mungkin saja menganggap hal ini merupakan suatu aturan dan juga bisa mendatangkan berkah.
Namun, bagi murid yang kritis dan meletakkan Islam adalah agama yang rasional tentu menganggap hal ini merupakan suatu penyimpangan. Terlebih hal ini tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah semasa hidupnya.
Bahkan ketika Rasulullah wafat, para sahabat tidak pernah meminum air bekas memandikan jenazah beliau. Ini menunjukkan bahwa praktik tersebut merupakan bid’ah yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah maupun para sahabat. Selain itu, dalam realitasnya, praktik seperti ini juga hampir tidak pernah ditemukan dalam tradisi Islam di Indonesia.
Selain itu, ulama lain seperti Syekh al-Baijuri juga menjelaskan bahwa meyakini sesuatu datang selain dari Allah dapat dikategorikan sebagai perbuatan kufur. Hal ini sebagaimana pendapat beliau dalam kitab Tuhfatul Murid berikut:
فمن اعتقد أن الأسباب العادية كالنار والسكين والأكل والشرب تؤثر فى مسبباتها الحرق والقطع والشبع والرى بطبعها وذاتها فهو كافر بالإجماع
Artinya, “Siapa pun yang meyakini bahwa penyebab itu tergantung kepada akibatnya, seperti api menyebabkan terbakar, pisau menyebabkan terbelah, makan menyebabkan kenyang dan minum menyebabkan segar dengan sendirinya dan karena zat tersebut, maka orang yang meyakini ini akan dikategorikan sebagai orang yang kufur menurut konsensus ulama’.”
Hukum Meminum Air Bekas Mandi Guru
Selain meminum air bekas mandi guru adalah suatu bid’ah yang tidak dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat, perilaku ini juga hal yang dilarang jika ditinjau dari makanan dan minuman seperti apa yang halal untuk dikonsumsi. Allah memerintahkan manusia untuk mengonsumsi makanan yang halal lagi baik dan mengharamkan sebaliknya.
Di antara yang diharamkan tersebut tergambar di dalam QS. Al-Maidah [5]:3 yang meliputi bangkai darah, daging babi, hewan yang disembelih bukan atas nama Allah, hewan yang tercekik, yang jatuh, yang ditanduk dan yang dicerkam binatang buas sebelum sempat disembelih atas nama Allah. Secara umum, hal-hal yang diharamkan ini tergambar di dalam firman Allah di dalam QS. Al-A’rof [7]: 157:
ٱلَّذِينَ يَتَّبِعُونَ ٱلرَّسُولَ ٱلنَّبِيَّ ٱلۡأُمِّيَّ ٱلَّذِي يَجِدُونَهُۥ مَكۡتُوبًا عِندَهُمۡ فِي ٱلتَّوۡرَىٰةِ وَٱلۡإِنجِيلِ يَأۡمُرُهُم بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَىٰهُمۡ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيۡهِمُ ٱلۡخَبَٰٓئِثَ وَيَضَعُ عَنۡهُمۡ إِصۡرَهُمۡ وَٱلۡأَغۡلَٰلَ ٱلَّتِي كَانَتۡ عَلَيۡهِمۡۚ فَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِهِۦ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَٱتَّبَعُواْ ٱلنُّورَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ مَعَهُۥٓ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ
Artinya, “(Yaitu,) orang-orang yang mengikuti Rasul (Muhammad), Nabi yang ummi (tidak pandai baca tulis) yang (namanya) mereka temukan tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka. Dia menyuruh mereka pada yang makruf, mencegah dari yang mungkar, menghalalkan segala yang baik bagi mereka, mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban serta belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya terang yang diturunkan bersamanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang beruntung.”
Kata ٱلۡخَبَٰٓئِثَ merupakan bentuk plural dari kata الخبيث yang secara etimologis bermakna buruk atau rusak. Kata ini juga dapat dimaknai sebagai sesuatu yang kotor atau mengandung najis. Sehingga dapat dipahami bahwa selain hal-hal yang diharamkan di dalam QS al-Maidah ayat 3, makanan yang kotor dan mengandung najis pun haram untuk dikonsumsi karena termasuk الخبيث.
Dalam konteks air bekas mandi guru, ketika mandi tentu terdapat kotoran ataupun najis yang ikut bersama dengan air. Karena esensi dari mandi itu sendiri adalah membersihkan diri dari kotoran dan najis. Sehingga air bekas mandi siapapun termasuk guru dilarang untuk dikonsumsi karena sudah bercampuran dengan kotoran ataupun najis.
Namun, barangkali ada kalanya mandi hanya dilakukan untuk menyegarkan diri tanpa ada maksud untuk bersih-bersih tubuh. Dengan alasan ini pun seharusnya minum air bekas mandi guru tidak dilakukan karena termasuk perkara bid’ah.
Dengan demikian, mengharap berkah dari seorang guru memang diperbolehkan. Akan tetapi jika hal tersebut dilakukan tanpa dasar dan terkesan berlebihan hingga melakukan bid’ah seperti minum air bekas mandi guru, tentu hal ini perlu untuk dihindari dan tidak patut untuk dilakukan.
Terlebih jika dipandang dari aspek hal-hal yang boleh dikonsumsi, minum air bekas mandi guru berpotensi dihukumi haram ketika mandi tersebut ditujukan untuk membersihkan diri dari kotoran najis. Karena kotoran atau najis yang terbawa bersama air adalah الخبيث yang haram untuk dikonsumsi.
Lantas, pesan apa yang bisa kita ambil dari adegan-adegan kontroversi seperti meminum air mandi guru di series tersebut?
Tentu saja hal penting yang dapat kita petik adalah pentingnya sikap kritis terhadap praktik-praktik yang mengatasnamakan agama, namun tidak memiliki landasan syariat yang jelas.
Adegan kontroversial tersebut menjadi cerminan bagaimana penyimpangan dapat terjadi ketika seseorang mengikuti ajaran tanpa memverifikasi kebenarannya, sehingga terjebak dalam bid’ah yang justru menjauhkan dari ajaran Islam. Selain itu, series ini juga mengingatkan kita akan pentingnya menjaga akal sehat dan rasionalitas dalam beragama, tanpa mengesampingkan nilai-nilai spiritualitas.
Dengan memahami batas-batas syariat, kita diajak untuk menghormati guru atau ulama, namun tidak sampai pada titik berlebihan. Hikmah lainnya adalah urgensi literasi keagamaan yang kuat, agar umat Islam tidak mudah terbawa oleh ajaran-ajaran sesat yang dikemas dengan wajah taklid buta. Wallahu a’lam.
[Sumber: Dikutip dari Halaman artikel Hikmah NU Online]
Editor: Dede Bustomi