Rekomendasi Komnas HAM Terkait Pengungsi Rohingya di Aceh

Rekomendasi Komnas HAM Terkait Pengungsi Rohingya di Aceh
Mahasiswa bersama polisi membantu menaikan sejumlah imigran etnis Rohingya ke truk saat berlangsung pemindahan paksa di penampungan sementara gedung Balai Meuseuraya Aceh (BMA), Banda Aceh, Aceh, Rabu (27/12/2023). Sebanyak 137 pengungsi imigran etnis Rohingya yang ditempatkan di penampungan sementara gedung BMA itu dipindahkan paksa mahasiswa setelah menggelar aksi damai ke kantor Kemenkum HAM Provinsi Aceh.

JAKARTA – Kabarnusa24.com,

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI memeberikan sebelas rekomendasi setelah melakukan serangkaian proses pemantauan terkait keberadaan pengungsi luar negeri, Etnis Rohingya. Tepatnya, di wilayah Provinsi Aceh, sejak November 2023 hingga Desember 2023.

“Proses pemantauan tersebut, menitikberatkan pada aspek penanganan pengungsi. Dan dinamika sosial yang muncul berupa aksi penolakan dari sejumlah masyarakat terhadap pengungsi Rohingya,” Koordinator Sub Penegakan Hukum Komnas HAM Uli Parulian Sihombing dalam keterangan tertulis, Kamis (28/12/2023).

Uli menjelaskan, proses pemantauan terhadap penanganan pengungsi tersebut, dilakukan sesuai dengan mandat Pasal 76 jo Pasal 89 ayat (3). Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

“Berdasarkan temuan di lapangan, Komnas HAM telah merekomendasikan beberapa hal,” kata Uli.

Berikut ini, sebelas rekomendasi Komnas HAM terkait keberadaan pengungsi luar negeri, Etnis Rohingya di Provinsi Aceh:

1.Dengan alasan kemanusiaan, pemerintah bersama United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dan IOM. Tetap perlu mengedepankan penanganan pengungsi luar negeri etnis Rohingya sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016.

Tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri yang menjadi landasan normatif dan koordinatif bagi pemerintah. Dalam mengambil langkah-langkah dan kebijakan penanganan pengungsi luar negeri.

2.Pemerintah perlu memastikan tersedianya lokasi penampungan tersentral terhadap pengungsi Rohingya yang saat ini berada di Aceh. Dengan kriteria tidak terlalu dekat permukiman masyarakat, terjangkau aksesibilitas terkait penyediaan kebutuhan dasar, dan jaminan faktor keamanan.

Terutama memastikan pemerintah daerah melalui Kementerian Dalam Negeri. Agar sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat dalam hal penanganan pengungsi dimaksud, sesuai dengan ketentuan Perpres Nomor 125 Tahun 2016.

3.Pemerintah dapat memberikan bantuan terhadap penanganan pengungsi Rohingya yang bersumber dari APBN. Dengan mempertimbangkan kesanggupan pemerintah dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Dan mempertimbangkan kepentingan masyarakat lokal.

4.Memastikan Polri dapat menjamin keamanan terhadap pengungsi Rohingya. Terutama dalam rangka memberikan perlindungan, mencegah terjadinya benturan dengan masyarakat dan mencegah upaya melarikan diri.

Atau praktik penyelundupan lebih lanjut terhadap pengungsi sesuai ketentuan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016. Tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri dan fungsi Kamtibmas Polri.

5.Memberikan arahan kepada Polri agar memperkuat penegakan hukum dan bekerja sama dengan otoritas keamanan di ASEAN dan Interpol. Untuk memberantas sindikat dan memutus mata rantai penyelundupan manusia, terutama terhadap pengungsi Rohingya.

6.Memastikan Kementerian Hukum dan HAM melaksanakan fungsi keimigrasian dalam penanganan pengungsi secara maksimal. Sesuai mandat dan kewenangan yang telah diatur dalam ketentuan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016.

Tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.

7.Mendorong pemerintah daerah dan aparat keamanan untuk pro aktif memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa pemerintah akan bertanggung jawab terhadap penanganan pengungsi serta menjamin keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat.

8.Mendorong Kementerian Luar Negeri agar mengambil langkah-langkah diplomasi dan intervensi secara lebih maksimal. Terutama melalui forum-forum bilateral, regional maupun multilateral terkhusus forum-forum PBB dalam rangka penuntasan konflik di Myanmar.

Terutama terkait pengakuan kewarganegaraan dan pemulihan status nasional terhadap etnis Rohingya.

9.Mendorong Kementerian Luar Negeri mengambil langkah-langkah diplomatis melalui Komisariat Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR). Dalam rangka memastikan negara negara pihak Konvensi Pengungsi 1951 agar berperan aktif mengambil tanggung jawab dan komitmen.

Secara lebih untuk menerima dan menampung pengungsi internasional terutama etnis Rohingya.

10.Memastikan tersedianya opsi-opsi terbaik selama proses penampungan pengungsi Rohingya di Indonesia. Mengingat opsi mengembalikan ke negara asal bagi Pengungsi Rohingya tidak dapat dilakukan.

Jika para pengungsi tersebut berpotensi berada dalam ancaman persekusi, penyiksaan, perlakuan dan hukuman yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat kemanusiaan. Hal ini sesuai dengan prinsip non-refoulement yang tercantum dalam Konvensi Anti Penyiksaan yang sudah diratifikasi Indonesia.

11.Melakukan upaya-upaya pencegahan melalui Kementerian Dalam Negeri dan institusi Polri. Guna menghindari keterlibatan (pemanfaatan) Warga Negera Indonesia (terutama warga lokal di Aceh).

Sebagai perpanjangan tangan jaringan penyelundupan manusia maupun jaringan perdagangan orang.

Sumber: RRI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *