Wasekjen MUI Jelaskan Beberapa Hal yang Perlu Dicermati Terkait Pinjaman Online

Wasekjen MUI Jelaskan Beberapa Hal yang Perlu Dicermati Terkait Pinjaman Online

Wasekjen MUI Jelaskan Beberapa Hal yang Perlu Dicermati Terkait Pinjaman Online

JAKARTA – KABARNUSA24.COM

Pinjaman online atau pinjol kerap kali menjerat masyarakat. Tidak dimungkiri, terkadang masyarakat tidak memiliki pilihan lain karena alasan tertentu.

Dalam hal ini, Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Arif Fakhrudin jelaskan ketentuan hukum pinjol sebagaimana juga tertuang dalam Fatwa MUI.

“Ini cara-cara yang saling berbuat baik antara yang menghutangi dan yang menerima hutang agar sebagian dari saudara kita itu tidak terjebak kepada akad maliyah yang dharar (rugi),” kata dia dalam kegiatan Talkshow Akhlak Bangsa oleh Puaat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa MU, Senin (14/8/2023).

Menurut Kiai Arif, perbuatan pinjam meminjam atau hutang piutang pasa dasarnya merupakan bentuk akad tabarru’ (kebajikan) atas dasar saling tolong menolong.

Hal tersebut dianjurkan sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Begitu pula dengan pinjaman online.

Suatu pinjaman bisa haram ketika orang yang berhutang menunda pembayarannya padahal dia susah mampu.

Begitu pula sebaliknya, orang yang memberikan pinjaman tidak diperbolehkan menekan pembayaran hutang ketika dia tahu orang yang berhutang belum mampu.

“Jadi ada keseimbangan taklif di antara keduanya, orang yang berhutang dan yang dihutangi itu masing-masing punya hukum taklifnya,” paparnya.

Selanjutnya, tidak diperbolehkan megancaman fisik atau membuka rahasia (aib) seseorang yang tidak mampu membayar hutang.

Sedangkan memberikan penundaan atau keringanan dalam pembayaran hutang bagi yang mengalami kesulitan, merupakan perbuatan yang dianjurkan.

“Agar tidak terjebak riba, terkadang yang menghutang itu karena sudah dikasih perpanjangan tempo pembayaran maka dia mendapatkan pahala jika mengembalikan lebih, tapi bukan dengan paksaan,” kata Kiai Arif menjelaskan

Terakhir, Kiai Arif juga menegaskan bahwa pinjaman baik offline maupun online yang mengandung riba hukumya haram, kendati dilakukan atas dasar kerelaan.

“Akad-akad yang mendandung riba walaupun itu secara hubungan interaksi sosial berdasarkan suka saling suka itu secara syariat dianggap tidak ada,” jelas kiai Arif.

Sumber : Majlis Ulama Indonesia (MUI).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *