Refleksi Kemenangan Timnas U-23, Waketum MUI: Jangan Sampai Persaingan Politik Binasakan Kita

Refleksi Kemenangan Timnas U-23, Waketum MUI: Jangan Sampai Persaingan Politik Binasakan Kita

JAKARTA, Kabarnusa24.com– Publik sorak soray bahagia atas kemenangan Indonesia di sejumlah laga Piala Asia U-23.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (Waketum MUI) KH Marsudi Syuhud mengatakan, sepakbola menjadi hiburan yang paling menarik simpati masyarakat dari berbagai kelompok sosial.

Begitulah, sepakbola menembus empati, bahkan beberapa analis politikpun mengaitkan dengan Pemilu 2024.
Anak-anak muda, atau Gen Z ini menempati jumlah populasi terbesar dari kelompok umur yang akan menentukan masa depan Indonesia kedepan.

Kiai Marsudi menjelaskan, dalam RPJPN 2025-2045, delapan misi menuju Indonesia Emas menempatkan anak-anak muda bukan hanya sebagai obyek tapi juga subyek dalam pembangunan. 20 tahun rencana pembangunan itu harus diiringi dengan kualitas bibit unggul.

“Anak-anak kita, anak-anak Indonesia yang saat ini baru lahir atau sedang berada pada usia pendidikan awal harus diusahakan kecukupan gizinya agar mampu menjadi generasi unggul, agar generasi ini menjadi role player of the game, merekalah pemain inti dalam Indonesia Emas 2045,” ucap Pengasuh Pesantren Ekonomi Darul Uchwah ini dalam keterangan yang diterima Awak media, Sabtu (27/4/2024).

“Beruntunglah Indonesia, Presiden & Wakil Presiden Terpilih 2024-2029, Prabowo-Gibran mempunyai Visi & Misi dalam kepedulian terhadap kesejahteraan masyarakat sebagai prioritas pembangunan. Sebuah program welfare state development yang menempatkan warga negara sebagai kekuatan sosial sesuai amanat UUD 1945,” ujarnya.

Masih kata Kiai Marsudi, program makan siang dan susu gratis adalah social buffering, penunjang kesenjangan sosial yang ada sering disalah-artikan oleh para kritikus sebagai program yang pemborosan.
Para kritikus ini seharusnya melihat realitas kehidupan masyarakat, bahwa kesenjangan sosial ini memerlukan terobosan yang ready to serve bukan sekedar ready to act.

Tentu saja harapan kedepan adalah adanya budaya, kebiasaan masyarakat terhadap menjaga ketersediaan gizi bagi anak-anak sekolah. Karena merekalah tumpuan, merekalah lini terdepan dalam Pembangunan Kualitas Manusia Indonesia.

Menurutnya, kesejahteraan masyarakat harus dibangun dengan hadirnya negara dalam usaha meningkatkan kualitas hidup sosial. Hadirnya negara dalam makan siang & susu gratis hadir sebagai bentuk usaha melakukan lompatan kemajuan, sebuah quantum leap menciptakan Generasi Indonesia Emas 2045.

“Persoalan lain yang tak kalah pentingnya adalah infrastruktur penunjang dalam pembelajaran, sekolah bukan hanya sekadar proses datang pagi pulang siang. Sejak anak hendak berangkat dan dalam perjalanan infrastruktur baik fisik maupun infrastruktur sosial seperti hadirnya keamanan dan ketertiban menjadi penting. Ketika bersekolah, bukan hanya sekedar menerima ilmu saja, namun pembangunan kualitas sumberdaya manusia diciptakan melalui pendidikan akhlak dan pendisikan sosial yang belakangan sejak era reformasi ini mulai kurang,” tuturnya.

Pancasila sebagai pedoman bangsa harus menjadi garis batas sosial pembentukan perilaku Generasi Emas 2045. Dalam hal ini perilaku masyarakat perlu juga mendapat perhatian khusus untuk melakukan lompatan pembangunan tersebut, perlu dibuatkan Pedoman Sosial Bermasyarakat agar indonesia tetap menjadi negara santun dengan semangat gotong royong.

“Kegembiraan masyarakat sepak bola yang jagonya menang dan pelaksanaan agenda politik yang telah berjalan dengan liku-liku problematikanya telah dilewati, sekarang tinggal program-program yang di tawarkan masa kampanye yang kemudian harus dilaksanakan sebagai pemenuhan janji adalah sebuah kewajiban, yang di amanatkan dari hasil persaingan,” katanya lagi

Kiai Marsudi memaparkan, persaingan apapun baik itu persaingan olah raga, bisnis atau Politik hendaknya menjadi persaingan yang menyenangkan dan mempunyai harapan itulah esensi ajaran agama kita, sebagaimana dalam sabda Nabi Muhammad SAW, Beliau bersabda,
“Bergembiralah dan berharaplah dengan sesuatu yang menyenangkan kalian.

Demi Allah, bukan kefakiran yang aku khawatirkan menimpa kalian, tetapi yang aku khawatirkan ialah terbentangnya dunia pada kalian sebagaimana dibentangkan kepada orang-orang sebelum kalian, sehingga kalian berlomba-lomba sebagaimana mereka berkompetisi, lalu dunia membinasakan kalian sebagaimana membinasakan mereka.

“Kalah menang itulah persaingan, jangan sampai persaingan membinasakan kita namun jadikanlah persaingan yang menggembirakan dan tetap mempunyai harapan kedepan, bagi yang belum berhasil katakanlah saya Baru Sampai di sini dan saya masih mempunyai harapan kedepan jangan katakan pada dirinya sendiri dan orang lain saya kalah, inilah esensi persaingan untuk mencari yang terbaik dalam hal apa saja, ayyukum ahsanu ‘amala,” kata dia.

Sumber: Majlis Ulama Indonesia (MUI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *